Skip to main content

Pembatal-pembatal shalat dan apa-apa yang diharamkan di dalamnya


Telah kita ketahui bersama bahwa shalat merupakan ibadah yang diaksanakan dengan ucapan dan gerakan yang khusus, dalam pelaksanaan shalat kita wajib memenuhi syarat-syaratnya, begitu juga rukun-rukunnya harus mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana dalam sabda beliau, “Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku melaksanakan shalat.”

Oleh karena itu, maka barang siapa yang melakasanakan shalat tapi tidak memenuhi syarat dan rukunnya, shalatnya dianggap batal dan ia wajib mengulanginya kembali. Selain itu pula disana ada faktor-faktor lain yang membatalkan shalat diantaranya adalah;
1.    Berbicara
Yaitu mengucapkan dua kata atau lebih, atau dengan satu kata yang bisa dipahami. Telah dikhabarkan dari Zaid bin arqam ia berkata, “Suatu ketika kami berbicara dalam shalat, yaitu ada seseorang yang berbicara dengan temannya yang berada disampingnya, sehingga turun ayat, “Dan laksanakanlah shalat karena Allah dengan khusyu’”.(al Baqarah:238), maka kemudian kami disuruh diam dan dilarang berbicara.” (H.R Jamaah)
Diantara yang membatalkan shalat juga adalah berdehem tanpa udzur dengan dua kata atau lebih atau merintih, menangis, dan mengaduh. Kecuali jika sakit atau karena takut akan siksa Allah Subhanahu wata’ala.
Termasuk juga jika ia menjawab orang yang bersin, bershalawat kepada Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam di selain tasyahud, menjawab salam, dan doa yang menyerupai perkataan manusia.
Hanafiah berpendapat bahwa berbicara termasuk pembatal shalat, baik karena disengaja, lupa, bodoh, salah, atau dipaksa, begitu juga meniup sesutau dalam shalat, ia akan membatalkan shalat, jika sampai terdengar suaranya dan terdiri dari dua kata, karena ia termasuk perkataan. Sebagaimana perkataan Ibnu Abbas,meniup dalam shalat sama dengan perkataan.”
Membenarkan bacaan imam dan selain imam, yaitu membenarkannya dalam bacaannya.Jika makmum membenarkan bacaan al Qur’an selain imam, maka telah batal shalatnya, karena dia telah mengajarinya dan itu termasuk jenis perkataan manusia. Adapun jika ma’mum membenarkan imam, maka disana ada perinciannya :
Hanafiah berkata, jika imam berhenti membaca, sebelum ia pindah ke ayat yang lain, maka dibolehkan ma’mum membenarkan atau membimbingnya, yaitu membenarkan dengan tanpa membaca mushaf. Adapun jika ia membacanya maka dilarang dan makruh baginya. Jika imam pindah ke ayat yang lain, Maka shalatnya ma’mum dianggap batal, begitu juga imam jika ia mengambil perkataannya tersebut, karena adanya talqin di dalamnya padahal tidak mendesak.
Malikiyah berkata, batal shalat seorang ma’mum yang membenarkan bacaan selain imam, baik orang yang shalat maupun tidak. Adapun membenarkan imam, jika ia berhenti membaca dan ragu-ragu, maka boleh membenarkannya, bahkan wajib.
2.    Makan dan minum dengan sengaja
Telah disepakati bahwa makan dan minum dengan sengaja bisa membatalkan shalat, baik shalat wajib maupun shalat sunah, sebagaimana berbicara karena ia termasuk pekerjaan-pekerjaan manusia.
Adapun menurut Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah tidak membatalkan shalat jika makan dan minum karena lupa atau bodoh tentangnya. Akan tetapi Malikiyah dan Hanafiyah berkata, “Tidak mengapa jika makanan ringan, seperti ada biji yang tersangkut di sela-sela gigi, tapi selain itu bias membatalkan shalat kecuali jika tidak bias membuangnya.
Hanafiyah berpendapat, makan dan minum medmbatalkan shalat, baik sengaja ataupun tidak, baik sedikait ataupun banyak, karena ia bukan bagian dari shalat. Kecuali jika ada sesuatu di sela-sela giginya, kemudian ia menelannya maka itu tidaklah membatalkannya.
Adapun mengunya byang lebih dari tiga kali dan berturut-turut, maka shalatnya rusak. Demikian juga jika ia menelan sesuatu yang manis atau permen dari mulutnya.
3.    Banyak bergerak dan terus menerus
Para ahli fikih telah sepakat bahwa banyak gerak yang merubah posisi shalat dan dilakukan terus menerus bisa membatalkan shalat, baik itu karena sengaja atau lalai, tapi jika bergerak sedikit tidak membatalkannya.
Termasuk yang tidak membatalkan shalat adalah melangkah, atau menggerakkan tangannya sekali atau dua kali, dan lain sebagainya.
Diriwayatkan dari ‘Aisyah Radhiyallhu ‘anha ia berkata, “Suatu ketika Rasulullah Shalallu ‘alaihi wasallam sedang shalat di dalam rumah, sedangkan pintu rumah tertutup, kemudian aku datang dan Rasulullah berjalan membukakan pintu, lalu Rasulullah kembali lagi ke tempatnya, dan pintu rumah Rasulullah menghadap kiblat.”
Diperbolehkan juga membunuh binatang yang membahayakan, walaupun sampai merubah posisi dari arah kiblat atau banyak gerak karena membunuh binatang tersebut, seperti ular, kalajengking atau yang lain. Ini pendapat jumhur, tetapi ada sebagian yang memakruhkannya seperti Ibrahim An Nakha’i dan Hasan Al Bashri dan ‘Atha’.
4.    Sengaja membuka aurat
Menurut hanafiyah yang dimaksud disini adalah membuka aurat atau terbuka selama menjalankan satu rukun. Jika sepertiga aurat terbuka, namum langsung buru-buru ditutup maka ini tidak membatalkan shalat menurut Syafi’iyah dan Hanabilah. Menurut Malikiyah shalat mutlak dianggap batal jika aurat inti terbuka.

5.    Keluarnya hadats kecil maupun besar
            Keluar hadats kecil maupun besar juga membatalkan shalat, meskipun orang itu  sengaja maupun lupa, namun jika ia bimbang maka lebih baik diteruskan karena ada kaidah suatu keyakinan itu tidak bisa dihilangkan dengan suatu yang ragu.
            Diantara hal-hal yang termasuk hadats adalah tidur tanpa memposisikan pantatnya di atas tanah/lantai.
            Menurut hanafiyah, jika keluar hadats di tengah shalat tanpa sengaja, misalnya sesuatu yang keluar tanpa sengaja dari tubuhnya baik berupa air seni, air besar, buang angin, mimisan dan keluar darah dari luka atau bisul bernanah, maka ini tidak membatalkan dengan dalil istihsan.
6.    Tertawa terbahak-bahak
Menurut mayoritas ulama selain Hanafiyah, tertawa yang sampai mengeluarkan suara hingga dua kalimat atau satu kalimat dipahami, maka hal itu membatalkan shalat. Batalnya shalat disitu karena termasuk dalam kategori berbicara.
Hanafiyah membedakan antara tertawa kecil dan tertawa lebar. Adapun tertawa kecil yaitu hanya didengar dirinya sendiri, maka membatalkan shalat hanyasanya tidak membatalkan wudhu, tapi jika tertawa lebar hngga dapat didengar teman sampingnya, maka ini dapat membatalkan shalat dan wudhunya.
7.    Murtad, mati, gila, dan pingsan
Keadaan tersebut akan membatalkan shalat karena akan menghilangkan hakikat shalat itu sendiri.
8.    Melanggar rukun-rukun shalat ataupun syarat-syaratnya
Yaitu seperti meninggalkan salah satu rukun shalat, adapun melanggar syarat tanpa udzur seperti membelakangi kiblat, menyingkap aurat dengan sengaja, atau tidak sengaja dengan waktu yang lama, atau jika ia mengetahui dan langsung menutupnya maka tidak membatalkannya.
9.    Berubahnya niat
Shalat dianggap batal karena bimbang atau berubah dalam niatnya, atau berniat untuk membatalkan shalat, atau niat keluar dari shalat, atau membatalkan bagian shalat yang sudah dijalani, atau bimbang apakah sudah niat atau belum. Semua ini telah disepakati para ulama.
Demikian juga jika berpindah niat, ia akan membatalkan shalat yang pertama dan yang dihitung adalah shalat yang kedua. Adapun jika niatnya sama dengan yang awal maka niat yang akhir tidak berpengaruh, dan yang dihitung niat yang awal. Sedangkan Imam Syafi’i sendiri membolehkan mengubah niat shalat fardhu menjadi niat shalat sunnah mutlak, tanpa membatalkan rakaat yang telah dijalani.
10. Salah dalam membaca lafadz shalat
Menurut Hanafiyah dan syafi’iyah salah dalam membaca lafadz shalat yang merubah maknanya bisa membatalkan shalat seseorang, seperti berubahnya makna iman jadi kufur, atau ketaatan menjadi kemaksiatan, lalu syafi’iah lebih merinci lagi terkhusus dalam surat al Fathihah, dan juga dalam surat yang lain jika sengaja, berilmu, dan mampu untuk membaca dengan benar, begitu juga pendapat Hanabilah. Akan tetapi menurut Malikiyah salah dalam dalam bacaan tidak membatalkan shalat walaupun sampai merubah maknanya, baik dalam surat al Fathihah maupun dalam surat lainnya.
Ulama Hanabilah berkata, jika dengan bacaan itu mengubah makna selain dari surat al Fathihah, shalatnya tetap sah dan boleh dijadikan imam. Kecuali jika terdapat unsur kesengajaan, maka shalatnya batal. Adapun jika mengubah makna pada surat al Fathihah maka shalatnya batal.
11. Hilangnya udzur
Yaitu seperti seseorang yang telanjang mendapatkan pakain untuk menutup auratnya ketika shalat, atau seorang yang bertayamum mendapatkan air yang cukup untuk berwudhu.Menurut Hanafiyah dan Hanabilah jika melihat air, maka batal shalatnya.
Akan tetapi menurut Malikiyah dan Syafi’iyah, shalat orang yang bersuci dengan bertayammum tidak batal hanya karena melihat air. Kecuali jika orang itu lupa bahwa dia masih memiliki bekal air yang cukup, lantas ia ingat. Pada saat seperti itu, maka shlatnya batal jika memang waktu shalatnya masih panjang untuk mengulangi lagi, ini menurut Malikiyah.
12. Melanggar sebagian gerakan-gerakan shalat
Seperti sengaja rukuk, i’tidal, atau sujud sebelum imam, jika ia lalai maka harus kembali lagi, dan itu tidak membatalkan shalat. Hanafiyah berpendapat bahwa menyelisihi imam akan membatalkan shalat walaupun lalai.
Syafi’iyah berkata, shalat seorang makmum tidak dianggap batal kecuali jika ia mendahului imam dua rukun yang berupa gerakan tanpa udzur, seperti lupa misalnya. Demikian halnya jika sengaja tertinggal dari imam tanpa ada udzur, seprti bacannya lambat misalnya.
13. Menambah raka’at shalat dengan semisalnya karena lupa
Yaitu seperti shalat dhuhur sebanyak delapan raka’at, atau shalat maghrib sebanyak enam raka’at, atau shubuh empat raka’at, karena lupa yang berlebihan yang melampui batas menunjukkan tidak khusyu’nya seseorang dalam shalat, yang tidak mnghadirkan ruh dalam shalatnya.
14. Mengingat shalat sebelumnya
Seperti telah masuk waktu ashar, tapi ia ingat belum shalat dhuhur, maka shalat asharnya batal hingga ia shalat dhuhur terlebih dahulu, karena tertib dalam shalat lima waktu merupakan kewajiban yang telah disyari’atkan.
15. Tidak ada yang menggantikan imam ketika ia berhadats
Jika seorang imam berhadats dan tidak ada yang maju untuk menggantikannya sampai imam keluar masjid maka shalat ma’mum rusak, karena mereka berma’mum bersamanya dan tidak ada imamnya.
16. Lewatnya seorang wanita, keledai, atau anjing hitam di depan orang yang shalat
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " يَقْطَعُ الصَّلَاةَ، الْمَرْأَةُ، وَالْحِمَارُ، وَالْكَلْبُ، وَيَقِي ذَلِكَ مِثْلُ مُؤْخِرَةِ الرَّحْلِ
Dari Abu Hurairah, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Wanita, keledai, dan anjing dapat memutuskan shalat, dan dapat selamat dari hal itu jika ada sesuatu di depannya (yaitu sutrah) seukuran bagian pelana kendaraan tunggangan/kuda” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 511].
            Maksud dari ‘memutuskan’ disini adalah memutuskan kekhusyu’an shalat seseorang, karena bagaimanapun akan mengganggu sekali jika ada orang atau sesuatu yang lewat di depan orang yang shalat.
            Perlu digarisbawahi juga bahwa wanita disitu adalah wanita yang sudah baligh, adapun yang msih anak-anak dan belum baligh tidak mengapa.
17. Berpaling dari arah kiblat tanpa udzur
Menurut Syafi’iyah dan Hanafiyah, jika ada udzur seperti berpaling untuk mengambil air wudhu, maka hal itu tidak membatalkan shalat, karena bisa dimaafkan. Hal lain yang termasuk udzur menurut Syafi’iyah adalah berpalingnya orang bodoh dan orang lupa, tapi buru-buru kembali ke arah kiblat.
Menurut Malikiyyah, shalat tidak dianggap batal selama telapak kaki masih menghadap ke arah kiblat. Sedangkan menurut Hanabilah, shalatnya tidak dianggap batal selama orang itu tidak memalingkan seluruh tubunya dari arah kiblat.
18. Terkena najis yang tidak bisa dimaafkan, baik badan, pakaian, maupun tempat
Siapa saja yang badan aatu pakaiannya terkena najis atau sujud pada tempat yang najis dan tidak dapat dimaafkan, atau ada najis yang keluar dari mulut, hidung, atau telinga, maka shalatnya batal. Adapun najis yang dimaafkan tidak membatalkan shalat. Begitu juga najis kering yang jatuh mengenai pakaian, lantas langsung dilepaskan atau dibuang.
Orang yang shalat dengan pakaian yang terkena najis, baik karena dia tidak tahu atau karena dia lupa, padahal sebelumnya dia tahu bahwa pakaiannya itu bernajis dan dia baru teringat tentang hal itu setelah dia selesai shalat, maka shalatnya sah dan tidak perlu diulang.

Bagaimana jika hal itu diketahui/diingat di tengah shalat? Dalam hal ini, ada rincian:
1.    Jika memungkinkan untuk dilepas–artinya, jika pakaian itu dilepas maka tidak sampai membuka aurat–maka pakaian tersebut harus dilepas. Seperti, peci atau yang lainnya.
2.    Jika tidak memungkinkan untuk dilepas, karena jika dilepas maka auratnya bisa terbuka, maka pakaian tersebut tidak perlu dilepas, dan shalatnya sah. (Keterangan dari Syekh Abdul Azhim Al-Badawi, dalam Al-Wajiz, hlm. 81)
Dalilnya adalah hadits dari Abu Said Al-Khudri, bahwa suatu ketika, Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam melepas sendalnya ketika beliau shalat. Para shahabatyang bermakmum di belakang beliau pun ikut-ikutan melepas sendal mereka. Setelah selesai shalat, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apa yang menyebabkan kalian melepaskan sendal kalian?” Mereka menjawab, “Kami melihat Anda melepas sandal, sehingga kami pun mengikutinya.” Kemudian, beliau menjelaskan, “Sesungguhnya, Jibril mendatangiku dan memberitahukan padaku bahwa di kedua sendalku ada najis (sehingga beliau pun melepas kedua sendal beliau, pent.).” (HR. Abu Daud; dinilai sahih oleh Al-Albani)
19. Mengucapkan salam sebelum selesai shalat
Jika seorang mengucapkan salam sebelum selesai shalat kerena lupa, maka shalatnya tidak batal sebelum melakukan banyak gerak dan banyak bicara.
Adapun hal-hal yang diharamkan dalam shalat adalah sebagai berikut;
1.    Memakai pakaian najis dan hasil dari merampas
Pakain yang najis tidak sah digunakan untuk shalat, karena suci dari najis adalah syarat sahnya shalat.Adapun pakaian yang dihasilkan dari merampas, maka tetap sah shalatnya menurut jumhur, dan tidak sah menurut Hanabilah.
2.    Memakai kain sutera
Memakai kaian sutera dalam shalat diharamkan bagi laki-laki saja, tapi tidak bagi perempuan, atau kain yang terbuat dari emas. Sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan dari Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Janganlah kalian memakai kain sutera, maka sesungguhnya siapa yang memakainya di dunia ia tidak akan memakainya di akhirat.” (Mutafaq ‘alaih)
3.    Mengangkat pandangan ke langit
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam melarang untuk mengangkat pandangan ke langit dalam shalat bahkan mengancamnya. Dalam Shahih Bukhari dan yang lainnya disebutkan dari anas bin Malik Radiyallahu ‘anhu, dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda, “Tidaklah suatu kaum yang mengangkat pandangannya ke langit dalam shalatnya, malainkan Allah akan menghilangkan penglihatannya.”
Ini adalah ancaman yang keras dari RasulullahShalallahu ‘alaihi wasallam yang menunjukkan haramnya mengangkat pandangan ke langit ketika shalat, tapi tidak membatalkan shalat.
4.    Membaca al Qur’an di belakang imam
Maksudnya membaca al Qur’an di belakang imam adalah, ketika imam sedang membaca al Qur’an pada shalat jahriyah, maka kita sebagai ma’mum ditekankan untuk mendengarkan dan memahami maknanya, jangan malah membaca alqur’an sendiri di belakang.


Referensi:
1.    Al Wajiz fie al Fiqh al Islamy oleh DR. Wahbah az Zuhaily
2.    Al Fiqh al Islamiy wa Adilatuhu oleh DR. Wahbah az Zuhaily
3.    Minhajul Muslim oleh Abu Bakar Jabir al Jazairy
4.    Fatwa al Lajnah ad Daimah oleh Syaikh al Utsaimin
5.    Al Mughni oleh Ibnu Qudamah al Maqdisy
6.    Kitab al Mabsuth oleh Syaikh as Sarkhasi al Hanafi

7.    http://www.konsultasisyariah.com/lupa-kalau-pakaian-terkena-najis/
OLEH :aL-MUTTAQIN

Comments

Popular posts from this blog

Perbedaan Adat dan Urf dalam Disiplin Ilmu Ushul Fiqh

A.    Definisi Adat dan Urf Definisi adat: العادة ما استمرّ الناس عليه على حكم المعقول وعادوا اليه مرّة بعد أخرى Adat adalah suatu perbuatan atau perkataan yang terus menerus dilakukan oleh manusia lantaran dapat diterima akal dan secara kontinyu manusia mau mengulangnya.

Dowload Buku Iqro’ 1-6 pdf

Siapa yang tidak kenal dengan buku iqro’? hampir tidak ada di Indonesia ini yang tidak mengenal buku iqro’. Buku ini sangat populer diseluruh anak Indonesia yang ingin belajar membaca al-Qur’an.

Ashabul A’rof dan Akhir Perjalanan Mereka

Siapa itu ashabul a’rof ? Bagaiman nasib akhir kehidupan ashabul a’rof ? Apakah a’rof adalah tempat akhir selain surga dan neraka? Tulisan ini insya Allah akan menjelaskan pertanyaan-pertanyaan tersebut. PENGERTIAN ASHABUL A’ROF Di akhirat kelak ada tempat selain dari surga dan neraka bernama ‘ al-A’rof ’. Secara definitif prespektif etimologi dari bahasa arab yang artinya adalah ‘tempat tinggi’. Secara istilah artinya adalah tempat yang tinggi berada diantara surga dan neraka, dimana orang yang berada di situ bisa melihat penduduk surga dan neraka. Orang-orang yang berada di tempat ini adalah orang-orang yang pahala kebaikannya dan dosa keburukannya memiliki berat yang sama. Kemudian orang yang berada ditempat ini akan dimasukkan kedalam surga bukan di neraka. Di antara kriteria ashabul a’rof adalah orang-orang yang keluar berjihad di jalan Allah tanpa izin orang tua. Kemudian mereka ini terbebas dari neraka karena mereka terbunuh di jalan Allah. Dan mereka tertahan untuk...

ACUAN TARGET HAFALAN AL-QUR’AN PER BARIS, PER BULAN SAMPAI HAFIZH 30 JUZ

Apakah anda ingin menghafal al-Qu’an? Jika memang iya, ini adalah target waktu hafalan al-Qur’an yang bisa anda pilih dengan kondisi dan kemampuan anda masing-masing. Anda bisa menimbang antara target dan kemampuan. Dengan memiliki target ini anda bisa mengukur kapan anda bisa selesai menghafal al-Qur’an. Menghafal al-Qur’an adalah program seumur hidup. Jika anda tidak memiliki target, sebaik apapun kemampuan, anda tidak akan tercapai. Namun jika anda menghitungnya dengan tepat anda akan mendapatkannya. Meskipun dengan relatif waktu yang tidak cepat. Asalkan memiliki komitmen yang kuat. Berikut adalah acuan hafalan yang anda dapatkan jika anda menghafal al-Qur’an perbaris. Acuan al-Qur’an yang digunakan dalam tulisan ini adalah mushaf utsmani yang 1 halamannya berjumlah 15 baris. 1 juz berjumlah 20 halaman. Ø   Jika anda menghafal 1 baris sehari, maka anda akan hafal 1 juz dalam 10 bulan, dan hafal al-Qur’an dalam 24 tahun 4 bulan. Ø   Jika anda menghafal 2 baris se...

Usamah bin Zaid, Usia 18 Tahun Menjadi Komandan Militer

Sebelum Rasulullah wafat, beliau menunjuk Usamah bin Zaid untuk memimpin perang melawan pasukan romawi. Pasukan romawi adalah pasukan paling digdaya pada zaman itu. Penunjukan Usamah sempat mengganjal para sahabat Nabi  Shallallahu ‘Alaihi Wasallam . Karena bagaimana mungkin seorang pemuda berusia belasan tahun menjadi pemimpin pasukan. Terlalu belia, dalam pandangan para sahabat beliau masih terlalu miskin pengalaman. Padahal pada saat itu ada komandan Khalid bin Walid yang jika memimpin pertempuran, dengan taktiknya yang jitu tidak pernah kalah. Ada Umar bin Khaththab, atau Ali bin Abi Thalib. Di sisi lain kubu lawan adalah pasukan Romawi yang kekuatannya menggila besar luar biasa dengan jumlah yang sangat banyak. Personal pasukan mereka tangguh dan persenjataan mereka canggih. Dibandingkan dengan pasukan kaum muslimin yang berasal dari pedalaman arab yang hanya memiliki senjata ala kadarnya. Dalam peperangan yang berlangsung setelah kematian Nabi  Shallallahu ‘Alaihi ...

KAJIAN HADITS ‘KULLU QORDHIN JARRO NAF’AN FAHUWA RIBA’ DALAM PANDANGAN MUHADDITSIN DAN FUQAHA’

Oleh: Amri Yasir Mustaqim [1] Hadits كل قرض جر نفعا فهو ربا dikategorikan oleh muhadditsin sebagai hadits yang marfu’, mauquf dan juga maqtu’. Penjelasannya adalah sebagai berikut:

TELAAH KITAB SUNAN IBNU MAJAH

A.       Penyusun kitab Sunan Ibnu Majah dan komentar para Ulama’ Penyusunnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Yazid bin Majah, Ar-Rabi’iy Al-Qozawainy atau masyhur dengan sebutan Ibnu Majah. Kitab beliu ini cukup bermanfaat, hanya saja kedudukannya di bawah lima kitab hadits terdahulu. Di dalam kitab ini pula terdapat hadits-hadits dho’if, dan sejumlah hadits shahih. Sebagai catatan bahwa apabila ahli hadits mengatakan, ”Hadits yang diriwayatkan atau yang dikeluarkan oleh As-Sittah” maka maksud dari ungkapan tersebut adalah hadits yang dicantumkan di dalam kitab Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, jami’ At-Tirmidzi, Sunan An-Nasa’I, dan Sunan Ibnu Majah. B.       Kritik terhadap Kitab Sunan Ibnu Majah Sebagaimana diungkapkan oleh Muhammad Abu Syu’bah bahwa diantara ulama yang mengkritik Sunan Ibnu Majah adalah Al-Hafiz Abu faraj Ibnul Jauzi, beliau mengatakan bahwa  dalam kitab Sunan Ibnu Majah terdapat ti...

Sifat-Sifat Seorang Wali Allah

  Allah telah mengabarkan kepada kita tentang ciri utama wali adalah orang yang tenang hatinya dan tidak pernah bersedih. Tidak pernah bersedih artinya setiap kesedihan yang dia dapatkan dalam hidupnya akan diselesaikan dengan kesabaran yang telah ada pada jiwanya. Faktor utama yang membuat para wali bisa mendapat ketenangan hati adalah karena ia menambatkan segala urusan hidupnya kepada Allah saja. Allah berfirman:

Do’a Ketika Bangun dari Tidur Lengkap Teks, Arti dan Cara Baca

Salah satu yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam adalah berdo’a ketika bangung dari tidur. Sehingga setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan, bagaimanapun dan kapanpun kondisinya, disunnahkan untuk membaca do’a Bangun Tidur. Do’a ini bisa dibaca ketika tidur malam maupun tidur siang. Bisa dibaca dengan keras, bisa juga dibaca dengan lirih, bisa juga hanya di dalam hati saja. Sesuai dengan kondisi dan kenyamanan bagi yang membacanya. Yang paliing utama dari do’a ini adalah meresapi makna dan membacanya dengan penuh kesyukuran kepada Allah ta’ala. Berikut ini adalah teks do’a bangun tidur lengkap, dalam bahasa arab yang dilengkapi degan harakat beserta artinya serta cara membacanya. Selain itu juga kami sertakan video cara membacanya yang bisa disimak, dengan harapan agar dapat memudahkan para pembaca untuk menghafalkannya. Video: Do'a Bangun Tidur Teks Do’a Bangun Dari Tidur الْحَمْدُ للَّهِ الَّذِي أَحْيَانَا بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا، وَإِلَيْهِ ال...

Ghazwah Usairoh

Letak Geografis Usairoh adalah secara bahasa adalah isim tasghir dari al-‘asyroh yaitu pohon, usairoh juga dikatakan dzul usairoh atau dzul ‘asroh . Az-Zuhri berkata usairoh adalah tempat yang memiliki tempat yang keras yang dinisbatkan kepada pohon yang terletak di daerah tersebut. Al-asiroh adalah nama pohon yang paling besar yang terletak di daerah tersebut. pohon tersebut memiliki getah yang manis yang dinamakan dengan gula al-usyar . Daerah tersebut terletak pada titik yanbu’ terletak diantara makkah dan madinah. Abu Zaid berkata: al-Usairoh adalah benteng kecil terletak diantara yanbu’ dan dzul maarwah . Kurma banyak tumbuh di daerah tersebut di banding daerah hijaz yang lain, kecuali daerah as-Shaihani yang terletak di khaibar juga al-Birni dan al-Ajuz yang terletak di madinah Al-Asma’I berkata: daerah tersebut adalah lemabah yang luas berdekatan dengsn qotn yang menjorok menuju dzul ‘usairoh yang disana di tumbuhi pohon kurma dan terdapat aliran air mili...