Skip to main content

Pembatal-pembatal shalat dan apa-apa yang diharamkan di dalamnya


Telah kita ketahui bersama bahwa shalat merupakan ibadah yang diaksanakan dengan ucapan dan gerakan yang khusus, dalam pelaksanaan shalat kita wajib memenuhi syarat-syaratnya, begitu juga rukun-rukunnya harus mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana dalam sabda beliau, “Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku melaksanakan shalat.”

Oleh karena itu, maka barang siapa yang melakasanakan shalat tapi tidak memenuhi syarat dan rukunnya, shalatnya dianggap batal dan ia wajib mengulanginya kembali. Selain itu pula disana ada faktor-faktor lain yang membatalkan shalat diantaranya adalah;
1.    Berbicara
Yaitu mengucapkan dua kata atau lebih, atau dengan satu kata yang bisa dipahami. Telah dikhabarkan dari Zaid bin arqam ia berkata, “Suatu ketika kami berbicara dalam shalat, yaitu ada seseorang yang berbicara dengan temannya yang berada disampingnya, sehingga turun ayat, “Dan laksanakanlah shalat karena Allah dengan khusyu’”.(al Baqarah:238), maka kemudian kami disuruh diam dan dilarang berbicara.” (H.R Jamaah)
Diantara yang membatalkan shalat juga adalah berdehem tanpa udzur dengan dua kata atau lebih atau merintih, menangis, dan mengaduh. Kecuali jika sakit atau karena takut akan siksa Allah Subhanahu wata’ala.
Termasuk juga jika ia menjawab orang yang bersin, bershalawat kepada Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam di selain tasyahud, menjawab salam, dan doa yang menyerupai perkataan manusia.
Hanafiah berpendapat bahwa berbicara termasuk pembatal shalat, baik karena disengaja, lupa, bodoh, salah, atau dipaksa, begitu juga meniup sesutau dalam shalat, ia akan membatalkan shalat, jika sampai terdengar suaranya dan terdiri dari dua kata, karena ia termasuk perkataan. Sebagaimana perkataan Ibnu Abbas,meniup dalam shalat sama dengan perkataan.”
Membenarkan bacaan imam dan selain imam, yaitu membenarkannya dalam bacaannya.Jika makmum membenarkan bacaan al Qur’an selain imam, maka telah batal shalatnya, karena dia telah mengajarinya dan itu termasuk jenis perkataan manusia. Adapun jika ma’mum membenarkan imam, maka disana ada perinciannya :
Hanafiah berkata, jika imam berhenti membaca, sebelum ia pindah ke ayat yang lain, maka dibolehkan ma’mum membenarkan atau membimbingnya, yaitu membenarkan dengan tanpa membaca mushaf. Adapun jika ia membacanya maka dilarang dan makruh baginya. Jika imam pindah ke ayat yang lain, Maka shalatnya ma’mum dianggap batal, begitu juga imam jika ia mengambil perkataannya tersebut, karena adanya talqin di dalamnya padahal tidak mendesak.
Malikiyah berkata, batal shalat seorang ma’mum yang membenarkan bacaan selain imam, baik orang yang shalat maupun tidak. Adapun membenarkan imam, jika ia berhenti membaca dan ragu-ragu, maka boleh membenarkannya, bahkan wajib.
2.    Makan dan minum dengan sengaja
Telah disepakati bahwa makan dan minum dengan sengaja bisa membatalkan shalat, baik shalat wajib maupun shalat sunah, sebagaimana berbicara karena ia termasuk pekerjaan-pekerjaan manusia.
Adapun menurut Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah tidak membatalkan shalat jika makan dan minum karena lupa atau bodoh tentangnya. Akan tetapi Malikiyah dan Hanafiyah berkata, “Tidak mengapa jika makanan ringan, seperti ada biji yang tersangkut di sela-sela gigi, tapi selain itu bias membatalkan shalat kecuali jika tidak bias membuangnya.
Hanafiyah berpendapat, makan dan minum medmbatalkan shalat, baik sengaja ataupun tidak, baik sedikait ataupun banyak, karena ia bukan bagian dari shalat. Kecuali jika ada sesuatu di sela-sela giginya, kemudian ia menelannya maka itu tidaklah membatalkannya.
Adapun mengunya byang lebih dari tiga kali dan berturut-turut, maka shalatnya rusak. Demikian juga jika ia menelan sesuatu yang manis atau permen dari mulutnya.
3.    Banyak bergerak dan terus menerus
Para ahli fikih telah sepakat bahwa banyak gerak yang merubah posisi shalat dan dilakukan terus menerus bisa membatalkan shalat, baik itu karena sengaja atau lalai, tapi jika bergerak sedikit tidak membatalkannya.
Termasuk yang tidak membatalkan shalat adalah melangkah, atau menggerakkan tangannya sekali atau dua kali, dan lain sebagainya.
Diriwayatkan dari ‘Aisyah Radhiyallhu ‘anha ia berkata, “Suatu ketika Rasulullah Shalallu ‘alaihi wasallam sedang shalat di dalam rumah, sedangkan pintu rumah tertutup, kemudian aku datang dan Rasulullah berjalan membukakan pintu, lalu Rasulullah kembali lagi ke tempatnya, dan pintu rumah Rasulullah menghadap kiblat.”
Diperbolehkan juga membunuh binatang yang membahayakan, walaupun sampai merubah posisi dari arah kiblat atau banyak gerak karena membunuh binatang tersebut, seperti ular, kalajengking atau yang lain. Ini pendapat jumhur, tetapi ada sebagian yang memakruhkannya seperti Ibrahim An Nakha’i dan Hasan Al Bashri dan ‘Atha’.
4.    Sengaja membuka aurat
Menurut hanafiyah yang dimaksud disini adalah membuka aurat atau terbuka selama menjalankan satu rukun. Jika sepertiga aurat terbuka, namum langsung buru-buru ditutup maka ini tidak membatalkan shalat menurut Syafi’iyah dan Hanabilah. Menurut Malikiyah shalat mutlak dianggap batal jika aurat inti terbuka.

5.    Keluarnya hadats kecil maupun besar
            Keluar hadats kecil maupun besar juga membatalkan shalat, meskipun orang itu  sengaja maupun lupa, namun jika ia bimbang maka lebih baik diteruskan karena ada kaidah suatu keyakinan itu tidak bisa dihilangkan dengan suatu yang ragu.
            Diantara hal-hal yang termasuk hadats adalah tidur tanpa memposisikan pantatnya di atas tanah/lantai.
            Menurut hanafiyah, jika keluar hadats di tengah shalat tanpa sengaja, misalnya sesuatu yang keluar tanpa sengaja dari tubuhnya baik berupa air seni, air besar, buang angin, mimisan dan keluar darah dari luka atau bisul bernanah, maka ini tidak membatalkan dengan dalil istihsan.
6.    Tertawa terbahak-bahak
Menurut mayoritas ulama selain Hanafiyah, tertawa yang sampai mengeluarkan suara hingga dua kalimat atau satu kalimat dipahami, maka hal itu membatalkan shalat. Batalnya shalat disitu karena termasuk dalam kategori berbicara.
Hanafiyah membedakan antara tertawa kecil dan tertawa lebar. Adapun tertawa kecil yaitu hanya didengar dirinya sendiri, maka membatalkan shalat hanyasanya tidak membatalkan wudhu, tapi jika tertawa lebar hngga dapat didengar teman sampingnya, maka ini dapat membatalkan shalat dan wudhunya.
7.    Murtad, mati, gila, dan pingsan
Keadaan tersebut akan membatalkan shalat karena akan menghilangkan hakikat shalat itu sendiri.
8.    Melanggar rukun-rukun shalat ataupun syarat-syaratnya
Yaitu seperti meninggalkan salah satu rukun shalat, adapun melanggar syarat tanpa udzur seperti membelakangi kiblat, menyingkap aurat dengan sengaja, atau tidak sengaja dengan waktu yang lama, atau jika ia mengetahui dan langsung menutupnya maka tidak membatalkannya.
9.    Berubahnya niat
Shalat dianggap batal karena bimbang atau berubah dalam niatnya, atau berniat untuk membatalkan shalat, atau niat keluar dari shalat, atau membatalkan bagian shalat yang sudah dijalani, atau bimbang apakah sudah niat atau belum. Semua ini telah disepakati para ulama.
Demikian juga jika berpindah niat, ia akan membatalkan shalat yang pertama dan yang dihitung adalah shalat yang kedua. Adapun jika niatnya sama dengan yang awal maka niat yang akhir tidak berpengaruh, dan yang dihitung niat yang awal. Sedangkan Imam Syafi’i sendiri membolehkan mengubah niat shalat fardhu menjadi niat shalat sunnah mutlak, tanpa membatalkan rakaat yang telah dijalani.
10. Salah dalam membaca lafadz shalat
Menurut Hanafiyah dan syafi’iyah salah dalam membaca lafadz shalat yang merubah maknanya bisa membatalkan shalat seseorang, seperti berubahnya makna iman jadi kufur, atau ketaatan menjadi kemaksiatan, lalu syafi’iah lebih merinci lagi terkhusus dalam surat al Fathihah, dan juga dalam surat yang lain jika sengaja, berilmu, dan mampu untuk membaca dengan benar, begitu juga pendapat Hanabilah. Akan tetapi menurut Malikiyah salah dalam dalam bacaan tidak membatalkan shalat walaupun sampai merubah maknanya, baik dalam surat al Fathihah maupun dalam surat lainnya.
Ulama Hanabilah berkata, jika dengan bacaan itu mengubah makna selain dari surat al Fathihah, shalatnya tetap sah dan boleh dijadikan imam. Kecuali jika terdapat unsur kesengajaan, maka shalatnya batal. Adapun jika mengubah makna pada surat al Fathihah maka shalatnya batal.
11. Hilangnya udzur
Yaitu seperti seseorang yang telanjang mendapatkan pakain untuk menutup auratnya ketika shalat, atau seorang yang bertayamum mendapatkan air yang cukup untuk berwudhu.Menurut Hanafiyah dan Hanabilah jika melihat air, maka batal shalatnya.
Akan tetapi menurut Malikiyah dan Syafi’iyah, shalat orang yang bersuci dengan bertayammum tidak batal hanya karena melihat air. Kecuali jika orang itu lupa bahwa dia masih memiliki bekal air yang cukup, lantas ia ingat. Pada saat seperti itu, maka shlatnya batal jika memang waktu shalatnya masih panjang untuk mengulangi lagi, ini menurut Malikiyah.
12. Melanggar sebagian gerakan-gerakan shalat
Seperti sengaja rukuk, i’tidal, atau sujud sebelum imam, jika ia lalai maka harus kembali lagi, dan itu tidak membatalkan shalat. Hanafiyah berpendapat bahwa menyelisihi imam akan membatalkan shalat walaupun lalai.
Syafi’iyah berkata, shalat seorang makmum tidak dianggap batal kecuali jika ia mendahului imam dua rukun yang berupa gerakan tanpa udzur, seperti lupa misalnya. Demikian halnya jika sengaja tertinggal dari imam tanpa ada udzur, seprti bacannya lambat misalnya.
13. Menambah raka’at shalat dengan semisalnya karena lupa
Yaitu seperti shalat dhuhur sebanyak delapan raka’at, atau shalat maghrib sebanyak enam raka’at, atau shubuh empat raka’at, karena lupa yang berlebihan yang melampui batas menunjukkan tidak khusyu’nya seseorang dalam shalat, yang tidak mnghadirkan ruh dalam shalatnya.
14. Mengingat shalat sebelumnya
Seperti telah masuk waktu ashar, tapi ia ingat belum shalat dhuhur, maka shalat asharnya batal hingga ia shalat dhuhur terlebih dahulu, karena tertib dalam shalat lima waktu merupakan kewajiban yang telah disyari’atkan.
15. Tidak ada yang menggantikan imam ketika ia berhadats
Jika seorang imam berhadats dan tidak ada yang maju untuk menggantikannya sampai imam keluar masjid maka shalat ma’mum rusak, karena mereka berma’mum bersamanya dan tidak ada imamnya.
16. Lewatnya seorang wanita, keledai, atau anjing hitam di depan orang yang shalat
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " يَقْطَعُ الصَّلَاةَ، الْمَرْأَةُ، وَالْحِمَارُ، وَالْكَلْبُ، وَيَقِي ذَلِكَ مِثْلُ مُؤْخِرَةِ الرَّحْلِ
Dari Abu Hurairah, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Wanita, keledai, dan anjing dapat memutuskan shalat, dan dapat selamat dari hal itu jika ada sesuatu di depannya (yaitu sutrah) seukuran bagian pelana kendaraan tunggangan/kuda” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 511].
            Maksud dari ‘memutuskan’ disini adalah memutuskan kekhusyu’an shalat seseorang, karena bagaimanapun akan mengganggu sekali jika ada orang atau sesuatu yang lewat di depan orang yang shalat.
            Perlu digarisbawahi juga bahwa wanita disitu adalah wanita yang sudah baligh, adapun yang msih anak-anak dan belum baligh tidak mengapa.
17. Berpaling dari arah kiblat tanpa udzur
Menurut Syafi’iyah dan Hanafiyah, jika ada udzur seperti berpaling untuk mengambil air wudhu, maka hal itu tidak membatalkan shalat, karena bisa dimaafkan. Hal lain yang termasuk udzur menurut Syafi’iyah adalah berpalingnya orang bodoh dan orang lupa, tapi buru-buru kembali ke arah kiblat.
Menurut Malikiyyah, shalat tidak dianggap batal selama telapak kaki masih menghadap ke arah kiblat. Sedangkan menurut Hanabilah, shalatnya tidak dianggap batal selama orang itu tidak memalingkan seluruh tubunya dari arah kiblat.
18. Terkena najis yang tidak bisa dimaafkan, baik badan, pakaian, maupun tempat
Siapa saja yang badan aatu pakaiannya terkena najis atau sujud pada tempat yang najis dan tidak dapat dimaafkan, atau ada najis yang keluar dari mulut, hidung, atau telinga, maka shalatnya batal. Adapun najis yang dimaafkan tidak membatalkan shalat. Begitu juga najis kering yang jatuh mengenai pakaian, lantas langsung dilepaskan atau dibuang.
Orang yang shalat dengan pakaian yang terkena najis, baik karena dia tidak tahu atau karena dia lupa, padahal sebelumnya dia tahu bahwa pakaiannya itu bernajis dan dia baru teringat tentang hal itu setelah dia selesai shalat, maka shalatnya sah dan tidak perlu diulang.

Bagaimana jika hal itu diketahui/diingat di tengah shalat? Dalam hal ini, ada rincian:
1.    Jika memungkinkan untuk dilepas–artinya, jika pakaian itu dilepas maka tidak sampai membuka aurat–maka pakaian tersebut harus dilepas. Seperti, peci atau yang lainnya.
2.    Jika tidak memungkinkan untuk dilepas, karena jika dilepas maka auratnya bisa terbuka, maka pakaian tersebut tidak perlu dilepas, dan shalatnya sah. (Keterangan dari Syekh Abdul Azhim Al-Badawi, dalam Al-Wajiz, hlm. 81)
Dalilnya adalah hadits dari Abu Said Al-Khudri, bahwa suatu ketika, Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam melepas sendalnya ketika beliau shalat. Para shahabatyang bermakmum di belakang beliau pun ikut-ikutan melepas sendal mereka. Setelah selesai shalat, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apa yang menyebabkan kalian melepaskan sendal kalian?” Mereka menjawab, “Kami melihat Anda melepas sandal, sehingga kami pun mengikutinya.” Kemudian, beliau menjelaskan, “Sesungguhnya, Jibril mendatangiku dan memberitahukan padaku bahwa di kedua sendalku ada najis (sehingga beliau pun melepas kedua sendal beliau, pent.).” (HR. Abu Daud; dinilai sahih oleh Al-Albani)
19. Mengucapkan salam sebelum selesai shalat
Jika seorang mengucapkan salam sebelum selesai shalat kerena lupa, maka shalatnya tidak batal sebelum melakukan banyak gerak dan banyak bicara.
Adapun hal-hal yang diharamkan dalam shalat adalah sebagai berikut;
1.    Memakai pakaian najis dan hasil dari merampas
Pakain yang najis tidak sah digunakan untuk shalat, karena suci dari najis adalah syarat sahnya shalat.Adapun pakaian yang dihasilkan dari merampas, maka tetap sah shalatnya menurut jumhur, dan tidak sah menurut Hanabilah.
2.    Memakai kain sutera
Memakai kaian sutera dalam shalat diharamkan bagi laki-laki saja, tapi tidak bagi perempuan, atau kain yang terbuat dari emas. Sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan dari Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Janganlah kalian memakai kain sutera, maka sesungguhnya siapa yang memakainya di dunia ia tidak akan memakainya di akhirat.” (Mutafaq ‘alaih)
3.    Mengangkat pandangan ke langit
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam melarang untuk mengangkat pandangan ke langit dalam shalat bahkan mengancamnya. Dalam Shahih Bukhari dan yang lainnya disebutkan dari anas bin Malik Radiyallahu ‘anhu, dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda, “Tidaklah suatu kaum yang mengangkat pandangannya ke langit dalam shalatnya, malainkan Allah akan menghilangkan penglihatannya.”
Ini adalah ancaman yang keras dari RasulullahShalallahu ‘alaihi wasallam yang menunjukkan haramnya mengangkat pandangan ke langit ketika shalat, tapi tidak membatalkan shalat.
4.    Membaca al Qur’an di belakang imam
Maksudnya membaca al Qur’an di belakang imam adalah, ketika imam sedang membaca al Qur’an pada shalat jahriyah, maka kita sebagai ma’mum ditekankan untuk mendengarkan dan memahami maknanya, jangan malah membaca alqur’an sendiri di belakang.


Referensi:
1.    Al Wajiz fie al Fiqh al Islamy oleh DR. Wahbah az Zuhaily
2.    Al Fiqh al Islamiy wa Adilatuhu oleh DR. Wahbah az Zuhaily
3.    Minhajul Muslim oleh Abu Bakar Jabir al Jazairy
4.    Fatwa al Lajnah ad Daimah oleh Syaikh al Utsaimin
5.    Al Mughni oleh Ibnu Qudamah al Maqdisy
6.    Kitab al Mabsuth oleh Syaikh as Sarkhasi al Hanafi

7.    http://www.konsultasisyariah.com/lupa-kalau-pakaian-terkena-najis/
OLEH :aL-MUTTAQIN

Comments

Popular posts from this blog

Dowload Buku Iqro’ 1-6 pdf

Siapa yang tidak kenal dengan buku iqro’? hampir tidak ada di Indonesia ini yang tidak mengenal buku iqro’. Buku ini sangat populer diseluruh anak Indonesia yang ingin belajar membaca al-Qur’an.

DAMPAK MENGERIKAN MAKANAN HARAM (khutbah Ust. Abdullah Manaf Amin)

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله ..... لا اله الا الله و الله أكبر... الله أكبر و لله الحمد إِنَّ اْلحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ ونستغفره  ونستهديه و نتوب اليه ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا من يهدى الله فلا مضل له ومن يضلله فلا هادي له, أشهد أن لاإله إلا الله وأشهد أن محمدا عبده ورسوله, اللهم صلى على محمد وعلى اله وصحبه ومن تبعهم بإحسان إلي يوم الدين أما بعد, قال تعالى فى القران الكريم, أعوذ بالله من الشيطان الرجيم... يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ (ال عمرن: 102) يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيراً وَنِسَاء وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً (النساء: 1) ياأيها الذين امنوا اتقوا الله وقولوا قولا سديدا يصلح لكم أعمالكم ويغفر لكم ذنوبكم ومن يطع الله وؤسوله فق

Perbedaan Adat dan Urf dalam Disiplin Ilmu Ushul Fiqh

A.    Definisi Adat dan Urf Definisi adat: العادة ما استمرّ الناس عليه على حكم المعقول وعادوا اليه مرّة بعد أخرى Adat adalah suatu perbuatan atau perkataan yang terus menerus dilakukan oleh manusia lantaran dapat diterima akal dan secara kontinyu manusia mau mengulangnya.

KHUTBAH JUMAT (3) KEBAHAGIAAN DALAM HIDUP

KHUTBAH PERTAMA الحمد لله رب العالمين، والصلاة والسلام على رسوله الكريم، وعلى آله وصحبه أجمعين، اللهّم صلّ على محمّد وعلى أل محمّد كما صلّيت على إبراهيم و على أل إبراهيم إنك حميد مجيد. فيا عباد الله أوصيكم وإياي نفسي بتقوى الله، حيث قال جلّ و على في كتابه التنزيل (يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ ) و (   َيا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا ) وقال في أية الأخرى   ( يا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا ) أمّا بعد. Jamaah sholat jumat yang dirahmati Allah... Marilah kita bersyukur kepada Allah ta’ala . Karena Allah telah memberikan bany

APAKAH MUBAH TERMASUK HUKUM TAKLIFI?

  Sebagaimana yang diketahui, hukum taklifi adalah hukum yang bersifat ‘beban’ bagi seorang mukallaf. Dikatakan ‘beban’ atau taklif karena pada hukum ini ada suatu perintah dari Allah yang membebani seorang mukallaf untuk mengerjakan sesuatu, meninggalkannya atau memilih antara meninggalkan dan mengamalkan. Nah, untuk bagian ‘beban mengerjakan’ dan ‘beban meninggalkan’ ini sudah jelas kalau memang hal tersebut merupakan ‘beban’. Namun yang menjadi pertanyaannya, ketika seorang mukallaf diminta untuk memilih mengerjakan atau meninggalkan sesuatu, di mana letak ‘beban’nya untuk kategori ‘memilih antara mengerjakan atau meninggalkan’? atau lebih spesifik lagi, di mana letak ‘beban’ atau taklif nya hukum mubah ? Jawabannya, Jumhur ulama berpendapat, mubah bukan termasuk hukum taklifi . Hal ini disebabkan karena hakikat hukum taklifi adalah pembebanan dan sisi masyaqqah (kesulitan). Artinya mubah tidak termasuk hukum taklifi karena tidak adanya ‘pembebanan’ di dalam perkara muba

KHUTBAH JUM'AT: Tanda Hidayah Allah Diberikan Pada Seseorang

Khutbah Pertama إنَّ الحمدَ لله، نحمدُه، ونستعينُه، ونستغفرُه، ونتوبُ إليه، ونعوذُ به من شرورِ أنفسِنا، ومن سيِّئاتِ أعمالِنا، من يهدِه الله فلا مُضِلَّ له، ومن يضلل فلا هاديَ له؛ وأشهدُ أن لا إلهَ إلا اللهُ وحدَه لا شريكَ له، وأشهدُ أن محمدًا عبدُه ورسولُه، صلَّى اللهُ عليه وعلى آلهِ وصحبِهِ وسلَّمَ تسليمًا كثيرًا إلى يومِ الدين . أمَّا بعدُ: فيا أيُّها الناسُ، اتَّقوا اللهَ تعالى حَقَّ التقوى . Kaum muslimin yang dirahmati Allah… Bertaqwalah kalian kepada Allah dengan taqwa yang berkualitas.. Hamba-hamba Allah, tujuan Allah menciptakan makhluk-Nya untuk beribadah, untuk taat dan untuk mencintai pencipta-Nya, hal ini sebagaimana yang Allah firmankan dalam al-Qur’an, وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (Qs. al-Dzariat: 56) Allah akan ridha kepada hambanya jika hamba tersebut hanya menyembah-Nya saja dan tidak mensekutukan dengan yang lain. Allah akan marah kepada hamba

TELAAH KITAB SUNAN IBNU MAJAH

A.       Penyusun kitab Sunan Ibnu Majah dan komentar para Ulama’ Penyusunnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Yazid bin Majah, Ar-Rabi’iy Al-Qozawainy atau masyhur dengan sebutan Ibnu Majah. Kitab beliu ini cukup bermanfaat, hanya saja kedudukannya di bawah lima kitab hadits terdahulu. Di dalam kitab ini pula terdapat hadits-hadits dho’if, dan sejumlah hadits shahih. Sebagai catatan bahwa apabila ahli hadits mengatakan, ”Hadits yang diriwayatkan atau yang dikeluarkan oleh As-Sittah” maka maksud dari ungkapan tersebut adalah hadits yang dicantumkan di dalam kitab Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, jami’ At-Tirmidzi, Sunan An-Nasa’I, dan Sunan Ibnu Majah. B.       Kritik terhadap Kitab Sunan Ibnu Majah Sebagaimana diungkapkan oleh Muhammad Abu Syu’bah bahwa diantara ulama yang mengkritik Sunan Ibnu Majah adalah Al-Hafiz Abu faraj Ibnul Jauzi, beliau mengatakan bahwa  dalam kitab Sunan Ibnu Majah terdapat tiga puluh hadits yang tergolong hadits maudhu ’. Dianta

KAJIAN HADITS ‘KULLU QORDHIN JARRO NAF’AN FAHUWA RIBA’ DALAM PANDANGAN MUHADDITSIN DAN FUQAHA’

Oleh: Amri Yasir Mustaqim [1] Hadits كل قرض جر نفعا فهو ربا dikategorikan oleh muhadditsin sebagai hadits yang marfu’, mauquf dan juga maqtu’. Penjelasannya adalah sebagai berikut:

AIR MINERAL DAN AIR ZAM-ZAM BISA DIGUNAKAN UNTUK WUDHU, (Macam Macam Air Suci)

Air suci adalah air yang bisa digunakan sebagai alat thaharah atau alat bersuci, seperti wudhu atau mandi besar. Ada 7 macam air yang bisa digunakan untuk bersuci. Yaitu air hujan, air laut, air sungai, air yang bersumber dari mata air, air salju dan air beku atau air es. Sebagaimana Allah berfirman: وَيُنَزِّلُ عَلَيۡكُم مِّنَ ٱلسَّمَآءِ مَآءٗ لِّيُطَهِّرَكُم بِهِۦ     “Dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu“   (QS. Al-Anfal: 11) Selain itu dikuatkan dengan sabda Rasulullah tentang air laut itu suci, هو الطهور ماؤه والحل ميتته “Air laut adalah air yang suci dan mensucikan, juga bangkai (hewan laut) nya halal” (HR. Bukhari dan Tirmidzi, dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban) Begitu juga tentang kesucian air sumur, Rasulullah bersabda tentang air sumur itu suci. Karena para sahabat pernah bertanya kepada Rasulullah ketika beliau berwudhu di sumur bidho’ah. Para sahabat bertanya, يا رسول الله إنك تتوضأ من بئر بضاعة