Oleh: Amri Yasir Mustaqim[1]
Hadits كل قرض جر نفعا فهو
ربا dikategorikan oleh muhadditsin sebagai hadits yang marfu’,
mauquf dan juga maqtu’. Penjelasannya adalah sebagai berikut:
1. Marfu’.
Dari
Ali bin Abi Thalib bahwa rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
bersabda, كل قرض جر منفعة فهو ربا hadits marfu’ ini Al-Harits Ibn Abi Usamah meriwayatkan dalam kitab
musnadnya dari Ali ra. secara marfu’. Ia berkata dalam kitab At-Tamyiz: dalam
sanadnya terdapat perawi yang gugur (وإسناده
ساقط ).
Dan telah popular diucapkan oleh masyarakat hadis:
“Setiap qardh dengan mengambil manfaat adalah riba”.[2]
2.
Mauquf.
Atsar dari Fadholah bin Ubaid radhiyalllahu anhu dia
berkata:
كل
قرض جر منفعة فهو وجه من وجوه الربا atsar ini di keluarkan oleh al-Baihaqi dalam bab كل قرض جر منفعة فهو ربا dalam kitab البيوع
dari jalur Ibrahim bin Munqidz berkata telah bercerita kepada kami Idris
bin Yahya dari Abdullah bin Abbas berkata telah bercerita kepadaku Yazid bin
Abi Hubabib dari Abi Marzuq at-Tajibi dari Fadholah bin Ubaid.[3]
Atsar ini memiliki
isnad yang bersambung, dan rawi-rawinya tsiqqah kecuali Abdullah bin
Iyasy dan Idris bin Yahya.
Tentang Abdullah bin
Iyasy dia adalah seorang rawi yang jujur hanya saja dia banyak melakukan
kesalahan (صدوق يغلط).
Abu Hatim berkata dia
bukan perowi yang kuat (ليس بالمتي)
dan dia adalah orang yang jujur dan haditsnya ditulis oleh para perowi. Begitu
juga Abu Dawud dan Nasa’i berkata: Dha’if. Abu Yunus berkata: dia adalah
munkarul hadits. Ibnu Hibban menyebutkannya dalam ats-tsiqqat.[4]
Adapun Idris bin Yahya
–al-Khaulani al-Mishri- ibnu Abi Hatim
mengatakan[5]
beliau adalah orang yang jujur. Dan dia juga seorang mustaqimul
hadits.[6]
3. Maqthu’
Atsar
dari an-Nakho’i, al-Hasan, Muhammad bin Sirin dan
Qatadah rahimahumullah.
Adapun
riwayat dari Ibrahim an-Nakho’i berbunyi:
كل قرض جر منفعة فلا خير فيه
Yang
mengeluarkan atsar ini adalah Abdur Razaq as-Shon’ani dalam bab qardhu
jarra manfa’atan wa hal ya’khudzu afdhal min qardhihi? kitab al-Buyu’.
Dari jalur ats-Tsauri dan Mughiroh dari Ibrohim. [7]
Adapun dari al-Hasan dan
Muhammad bin Sirin mereka berdua membenci setiap qardh jarra manfa’atan. Atsar ini dikeluarkan oleh ibnu Abi Saibah.[8]
Dan
juga dikeluarkan oleh Abdur Razaq ash-Shon’ani dengan lafal كل قرض جر منفعة فهومكروه, lafal ini juga dikatakan oleh Qotadah.[9]
Maka
kesimpulan dari penjelasan di atas bahwa ulama hadits menyatakan bahwa hadits
ini dihukumi sebagai dha’if.
Penjelasan para fuqaha’ tentang hadits ini dijawab dari dua sisi:
1. Tidak bisa langsung diterima jika hadits ini dihukumi
sebagai hadits yang tidak dapat dipertanggung jawabkan keshahihannya. Sebab ada
sebagian ulama’ yang menshahihkan. Diantaranya adalah Imam al-Juwaini
al-Haramain dan Imam Ghazali.
Imam al-Haramain
mengatakan: “Hadits ini adalah shahih” dan Imam al-Ghazali mengikutinya[10]
2. Kalaulah dianggap hadits ini tidak dapat
dipertanggung jawabkan kesahihannya, hadits ini secara makna tetap shahih jika qardh
yang berjalan mensyaratkan adanya manfa’ah bagi peminjam
(muqridh) saja. Atau yang sehukum dengan manfa’ah tersebut.
Hadits ini secara hukum diterima dengan penguatan sebagai berikut:
Pertama:
dalil dari kitab, sunnah, dan ijma’ yang menunjukkan
pengharaman pensyaratan manfa’ah dalam akad qardh.
Kedua:
banyak para ulama’ yang menerimanya,[11]
bahkan mereka menjadikan hadits ini untuk istidlal dalam
karangan-karangan mereka.
Al-Imam
as-Suyuthi mengatakan: “Ada pendapat tentang hadits dihukumi menjadi shahih,
jika manusia menerimanya sekalipun sanad yang ada tidak shahih”[12]
Beberapa
ulama’ yang menggunakan hadits ini untuk istidlal adalah: al-Marghinaniy[13],
Ibnu Rusyd[14], al-Mawardiy[15],
Ibnu Qudamah[16], al-Kaasaaniy[17],
Ibnu al-Hammaam[18], Imam Malik[19],
al-Qadhi Abdul Wahhab[20],
asy-Syiraziy[21], ar-Ramliy[22],
Ibnu Muflih[23].
Ketiga: adanya atsar dari shahabat dan tabi’in yang
menunjukkan pengharaman setiap qardh yang menimbulkan kemanfaatan.
Ibnu
Hajar al-Haitamiy mengatakan: “Khabar tentang (كل
قرض جر منفعة فهو ربا) telah jelas kedhaifannya akan tetapi
secara pemaknaannya dari sekumpulan sahabat[24]
Asy-Syarbini
memberikan komentar terhadap hadits ini (كل قرض يجر
منفعة فهو ربا ) “walaupun hadits ini dha’if
al-Baihaqi telah meriwayatkan ma’nanya dari sekelompok sahabat.[25]
Keempat:
riwayat-riwayat yang menyatakan larangan memberi
hadiah untuk peminjam (muqridh).
وعن أنس عن النبي صلى
الله عليه وآله وسلم قال: إذا أقرض فلا يأخذ هدية
“Dari
Anas radhiyallahu anhu dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Ia
bersabda: jika meminjamkan sesuatu jangan mengambil hadiah”[26]
Dalam
hadits yang lain:
حدثنا
سليمان بن حرب ، حدثنا شعبة ، عن سعيد بن أبي بردة ، عن أبيه أتيت المدينة فلقيت
عبد الله بن سلام ، رضي الله عنه ، فقال ألا تجيء فأطعمك سويقا وتمرا وتدخل في بيت
ثم قال إنك بأرض الربا بها فاش إذا كان لك على رجل حق فأهدى إليك حمل تبن ، أو حمل شعير ، أو حمل قت فلا تأخذه فإنه ربا
“Dari
Sulaiman bin Harb, dari Sa’id bin Abi Burdah dari bapaknya, ia berkata: saya
datang ke Madinah kemudian, kemudian saya bertemu dengan Abdullah bin Salam, ia
berkata kepadaku: kenapa engkau tidak datang, supaya saya bisa menjamumu dengan
suwaiq dan kurma dan masuk rumah. Kemudian ia berkata: kamu sedang berada di
daerah yang penuh dengan praktik riba. Jika engkau memiliki piutang dengan
seseorang, kemudian ia menghadiahkan kepadamu tabn atau syair atau qut, maka
jangan engkau ambil, karena itu termasuk riba.”[27]
Kesimpulan yang bisa diambil tentang hadits ini,
memang hadits ini adalah hadits dha’if secara sanad. Akan tetapi secara
makna adalah shahih sebagaimana yang telah dijelaskan di atas. Sehingga hadits
ini menjadi salah satu kaidah yang dipegang oleh fuqaha’ dalam masalah
riba.
[1]
Mahasiswa Ma’had Aly An-Nuur Surakarta
[2] Syeikh Ismail
bin Muhammad Al-Ijlunii, Kasyf Al-Khafa’ Wa Muzil Al-Ilbas Amma Usytuhira
Min Al-Ahadits Alaa Alsinah An-Nasm, (Beirut: Daar al-Kutub al-Ilmiyyah.
Cet.3 1988 M/1408 H) vol.2, hal.125
[3] Al-Baihaqi, Sunan
al-Kubro (Beirut: Daar al-Fikr) vol.5, hal.350
[4] Ibnu Hajar
al-Atsqalani, Tahdzibut Taqrib (Beirut: Daar al-Fikr, cet.1 1984 M/1404
H) vol.5, hal.307
[5] Muhammad bin
Hibban bin Ahmad Abu Hatim at-Tamimi al-Bistiy, ats-Tsiqqaat (Beirut: Daar
al-Fikr, ce.1 1975 M/ 1395 H) vol.8, hal.133
[6] Maksudnya
adalah tsiqqah dan selaras dengan hadits tsiqqah yang lain, kalimat ini adalah
kalimat Ibnu Hibban.
[7] Abu Bakr Abdur
Razzaq bin Hammam ash-Shan’ani, al-Mushannif, (Beirut: al-Maktab
al-Islami, cet.1 1392 H)vol.8, hal.145
[8] Abdullah bin
Abi Muhammad bin Abi Syaibah Ibrahim bin Utsman al-Kuufi al-‘Abasi,
al-Mushannif fie al-Ahadits wa al-Atsar (Beirut: Daar a-Fikr) Vol.5, hal.80
[9] Abu Bakr Abdur
Razzaq bin Hammam ash-Shan’ani, al-Mushannif, (Beirut: al-Maktab
al-Islami, cet.1 1392 H)vol.8, hal.145
[10] Ibnu Hajar
al-‘Asqalani, Talkhis al-Habiir fie at-Takhriij Ahaadits ar-Raafi’iy
al-Kabiir (Daar al-Kutub al-Ilmiyyah) vol.3, hal.90
Muhammad bin Ali bin Muhammad
asy-Syaukani, Nail al-Awthar Min Ahaadiits Sayyidul Ahyaar Syarhu Muntaqiy
al-Ahyaar, (Beirut: Daar al-Jail), vol.5, hal.531
[11] Abu Umar Yusuf
bin Abdullah bin Abdil Barr an-Namiri, al-Istidzkaar al-Jaami’ li Madzahib
Fuqaha’ al-Anshor (Beirut: Daar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, cet.1 1421 H/2000 M)
vol.6, hal.514
Muhammad bin Ibrahim alu Syaikh, Fatawa
war Rasa’il (Makkah: Maktabah al-Hukumah) Vol.7, hal.8
[12] Abdurrahman
bin Abi Bakr as-Suyuthi, Tadribur Rawi fie Syarh Taqriib an-Nawawi (Riyadh:
Maktabah ar-Riyadh al-Haditsah) vol.1, hal.67
[13] Burhanuddin
Ali bin Abi Bakr al-Marghiinaaniy, al-Hidaayah fie Syarh Bidaayah al-Mubtady
(Beirut: Daar Ihya’ at-Turaats al-‘Arabiy) vol.3, hlm.100
[14] Al-Imam
al-Qhadhi abul Walid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Ahmad bin Rusyd
al-Qurthuby al-Andalusy, Bidayatul Mujtahid wa Nihaayatul Muqtashid, (Beirut:
Daar al-Fikr 1995 M/ 1415) vol.2, hal.108
[15] Abu al-Hasan
al-Mawardiy, al-Haawi al-Kabir (Beirut: Daar al-Fikr) vol.5, hal.783
[16] Abdullah bin
Ahmad bin Qudamah al-Maqdisi, al-Mugniy (Beirut: Daar al-Fikr, cet.1
1405 H) vol.4, hal.390
______,
al-Kafiy fie Fiqh al-Imam Ahmad bin Hanbal (Beirut: al-Maktab
al-Islamiy, cet.5 1408 H) vol.2, hal.125
[17] ‘Ala’ ad-Diin
al-Kasani, Bada’iush Shona’i’ fie Tartiib as-Syara’i’ (Beirut: Daar
al-Kutub al-‘Arabi 1982 M) vol.7, hal.395
[18] Kamaluddin
Muhammad bin Abd al-Wahid as-Suyuwasiy yang terkenal dengan nama Ibnu al-Hammam
al-Hanafi, Fath al-Qadir (Beirut: Daar al-Kutub al-Ilmiyyah, cet.1 1415
H) vol.7, hal.232
[19] Al-Imam Malik
bin Anas, al-Mudawwanah al-Kubra (Beirut: Daar ash-Shodir, cet.1 1323 H)
vol.4, hal.133
[20] Al-Qadhi Abd
al-Wahhab al-Baghdadiy, al-Ma’unah ‘ala Madzhab ‘Alim al-Madiinah al-Imam
Maalik bin Anas (Makkah: Maktabah Nazzar Mushthofa al-Baaz) vol.2, hal.999
[21] Abi Ishhaq
Ibrahim bin ‘Aly asy-Syiiraziy, al-Muhadzdzab (Mesir: Mathba’ah ‘Isa
al-Baaniy al-Halabiy) vol.1, hal.304
[22] Muhammad bin
Ahmad bin Hamzah bin Syihab ad-Diin ar-Ramliy, Nihayah al-Muhtaj ila Syarh
al-Minhaj (Mesir: Mathba’ah ‘Isa al-Baaniy al-Halabiy wa Awlaaduh, cet.
Terakhir 1386 H) vol.4, hal.230
[23]Abi Ishhaq
Burhanuddin Ibrahim bin Muhammad ibn Abdullah ibn Muhammad bin Muflih
al-Hanbaliy, al-Mubdi’ fie Syarh al-Muqni’ (Riyadh: Daar ‘Alam al-Kutub
1432 H/2003 M) vol.4, hal.98
[24] Ibnu Hajar
al-Haitamiy, Tuhfatul Muhtaj Syarh al-Minhaj (Beirut: Daar al-Fikr)
vol.5, hal.47
[25] Muhammad
al-Khatib asy-Syarbiinii, Mughniyyul Muhtaj ila Ma’rifati Ma’ani Alfadhil
Minhaj, (Bairut, Daar al-Fikr) vol.2, hal.119
[26] Muhammad bin
Ali bin Muhammad asy-Syaukani, Nail al-Awthar Min Ahaadiits Sayyidul Ahyaar
Syarhu Muntaqiy al-Ahyaar, (Beirut: Daar al-Jail), vol.9, hal.143
[27] HR. Bukhari
no.3814
Comments