Skip to main content

KAJIAN HADITS ‘KULLU QORDHIN JARRO NAF’AN FAHUWA RIBA’ DALAM PANDANGAN MUHADDITSIN DAN FUQAHA’


Oleh: Amri Yasir Mustaqim[1]

Hadits كل قرض جر نفعا فهو ربا dikategorikan oleh muhadditsin sebagai hadits yang marfu’, mauquf dan juga maqtu’. Penjelasannya adalah sebagai berikut:
1.      Marfu’.
Dari Ali bin Abi Thalib bahwa rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, كل قرض جر منفعة فهو ربا hadits marfu’ ini Al-Harits Ibn Abi Usamah meriwayatkan dalam kitab musnadnya dari Ali ra. secara marfu’. Ia berkata dalam kitab At-Tamyiz: dalam sanadnya terdapat perawi yang gugur (وإسناده ساقط ).
Dan telah popular diucapkan oleh masyarakat hadis: “Setiap qardh dengan mengambil manfaat adalah riba”.[2]
2.      Mauquf.
Atsar dari Fadholah bin Ubaid radhiyalllahu anhu dia berkata:
كل قرض جر منفعة فهو وجه من وجوه الربا atsar ini di keluarkan oleh al-Baihaqi dalam bab كل قرض جر منفعة فهو ربا dalam kitab البيوع  dari jalur Ibrahim bin Munqidz berkata telah bercerita kepada kami Idris bin Yahya dari Abdullah bin Abbas berkata telah bercerita kepadaku Yazid bin Abi Hubabib dari Abi Marzuq at-Tajibi dari Fadholah bin Ubaid.[3]
Atsar ini memiliki isnad yang bersambung, dan rawi-rawinya tsiqqah kecuali Abdullah bin Iyasy dan Idris bin Yahya.
Tentang Abdullah bin Iyasy dia adalah seorang rawi yang jujur hanya saja dia banyak melakukan kesalahan (صدوق يغلط).
Abu Hatim berkata dia bukan perowi yang kuat (ليس بالمتي) dan dia adalah orang yang jujur dan haditsnya ditulis oleh para perowi. Begitu juga Abu Dawud dan Nasa’i berkata: Dha’if. Abu Yunus berkata: dia adalah munkarul hadits. Ibnu Hibban menyebutkannya dalam ats-tsiqqat.[4]
Adapun Idris bin Yahya –al-Khaulani al-Mishri-  ibnu Abi Hatim mengatakan[5] beliau adalah orang yang jujur.  Dan dia juga seorang mustaqimul hadits.[6]
3.      Maqthu’
Atsar dari an-Nakho’i, al-Hasan, Muhammad bin Sirin dan Qatadah rahimahumullah.
Adapun riwayat dari Ibrahim an-Nakho’i berbunyi:
كل قرض جر منفعة فلا خير فيه
Yang mengeluarkan atsar ini adalah Abdur Razaq as-Shon’ani dalam bab qardhu jarra manfa’atan wa hal ya’khudzu afdhal min qardhihi? kitab al-Buyu’. Dari jalur ats-Tsauri dan Mughiroh dari Ibrohim. [7]
Adapun dari al-Hasan dan Muhammad bin Sirin mereka berdua membenci setiap qardh jarra manfa’atan. Atsar ini dikeluarkan oleh ibnu Abi Saibah.[8]
Dan juga dikeluarkan oleh Abdur Razaq ash-Shon’ani dengan lafal كل قرض جر منفعة فهومكروه, lafal ini juga dikatakan oleh Qotadah.[9]
Maka kesimpulan dari penjelasan di atas bahwa ulama hadits menyatakan bahwa hadits ini dihukumi sebagai dha’if.
Penjelasan para fuqaha’ tentang hadits ini dijawab dari dua sisi:
1.      Tidak bisa langsung diterima jika hadits ini dihukumi sebagai hadits yang tidak dapat dipertanggung jawabkan keshahihannya. Sebab ada sebagian ulama’ yang menshahihkan. Diantaranya adalah Imam al-Juwaini al-Haramain dan Imam Ghazali.
Imam al-Haramain mengatakan: “Hadits ini adalah shahih” dan Imam al-Ghazali mengikutinya[10]
2.      Kalaulah dianggap hadits ini tidak dapat dipertanggung jawabkan kesahihannya, hadits ini secara makna tetap shahih jika qardh yang berjalan mensyaratkan adanya manfa’ah bagi peminjam (muqridh) saja. Atau yang sehukum dengan manfa’ah tersebut. Hadits ini secara hukum diterima dengan penguatan sebagai berikut:
Pertama: dalil dari kitab, sunnah, dan ijma’ yang menunjukkan pengharaman pensyaratan manfa’ah dalam akad qardh.
Kedua: banyak para ulama’ yang menerimanya,[11] bahkan mereka menjadikan hadits ini untuk istidlal dalam karangan-karangan mereka.
Al-Imam as-Suyuthi mengatakan: “Ada pendapat tentang hadits dihukumi menjadi shahih, jika manusia menerimanya sekalipun sanad yang ada tidak shahih”[12]
Beberapa ulama’ yang menggunakan hadits ini untuk istidlal adalah: al-Marghinaniy[13], Ibnu Rusyd[14], al-Mawardiy[15], Ibnu Qudamah[16], al-Kaasaaniy[17], Ibnu al-Hammaam[18], Imam Malik[19], al-Qadhi Abdul Wahhab[20], asy-Syiraziy[21], ar-Ramliy[22], Ibnu Muflih[23].
Ketiga: adanya atsar dari shahabat dan tabi’in yang menunjukkan pengharaman setiap qardh yang menimbulkan kemanfaatan.
Ibnu Hajar al-Haitamiy mengatakan: “Khabar tentang (كل قرض جر منفعة فهو ربا) telah jelas kedhaifannya akan tetapi secara pemaknaannya dari sekumpulan sahabat[24]
Asy-Syarbini memberikan komentar terhadap hadits ini (كل قرض يجر منفعة فهو ربا  ) “walaupun hadits ini dha’if al-Baihaqi telah meriwayatkan ma’nanya dari sekelompok sahabat.[25]
Keempat: riwayat-riwayat yang menyatakan larangan memberi hadiah untuk peminjam (muqridh).
وعن أنس عن النبي صلى الله عليه وآله وسلم قال: إذا أقرض فلا يأخذ هدية
“Dari Anas radhiyallahu anhu dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Ia bersabda: jika meminjamkan sesuatu jangan mengambil hadiah”[26]
Dalam hadits yang lain:
حدثنا سليمان بن حرب ، حدثنا شعبة ، عن سعيد بن أبي بردة ، عن أبيه أتيت المدينة فلقيت عبد الله بن سلام ، رضي الله عنه ، فقال ألا تجيء فأطعمك سويقا وتمرا وتدخل في بيت ثم قال إنك بأرض الربا بها فاش إذا كان لك على رجل حق فأهدى إليك حمل تبن ، أو حمل شعير ، أو حمل قت فلا تأخذه فإنه ربا
“Dari Sulaiman bin Harb, dari Sa’id bin Abi Burdah dari bapaknya, ia berkata: saya datang ke Madinah kemudian, kemudian saya bertemu dengan Abdullah bin Salam, ia berkata kepadaku: kenapa engkau tidak datang, supaya saya bisa menjamumu dengan suwaiq dan kurma dan masuk rumah. Kemudian ia berkata: kamu sedang berada di daerah yang penuh dengan praktik riba. Jika engkau memiliki piutang dengan seseorang, kemudian ia menghadiahkan kepadamu tabn atau syair atau qut, maka jangan engkau ambil, karena itu termasuk riba.”[27]
Kesimpulan yang bisa diambil tentang hadits ini, memang hadits ini adalah hadits dha’if secara sanad. Akan tetapi secara makna adalah shahih sebagaimana yang telah dijelaskan di atas. Sehingga hadits ini menjadi salah satu kaidah yang dipegang oleh fuqaha’ dalam masalah riba.




[1] Mahasiswa Ma’had Aly An-Nuur Surakarta
[2] Syeikh Ismail bin Muhammad Al-Ijlunii, Kasyf Al-Khafa’ Wa Muzil Al-Ilbas Amma Usytuhira Min Al-Ahadits Alaa Alsinah An-Nasm, (Beirut: Daar al-Kutub al-Ilmiyyah. Cet.3 1988 M/1408 H) vol.2, hal.125
[3] Al-Baihaqi, Sunan al-Kubro (Beirut: Daar al-Fikr) vol.5, hal.350
[4] Ibnu Hajar al-Atsqalani, Tahdzibut Taqrib (Beirut: Daar al-Fikr, cet.1 1984 M/1404 H) vol.5, hal.307
[5] Muhammad bin Hibban bin Ahmad Abu Hatim at-Tamimi al-Bistiy, ats-Tsiqqaat (Beirut: Daar al-Fikr, ce.1 1975 M/ 1395 H) vol.8, hal.133
[6] Maksudnya adalah tsiqqah dan selaras dengan hadits tsiqqah yang lain, kalimat ini adalah kalimat Ibnu Hibban.
[7] Abu Bakr Abdur Razzaq bin Hammam ash-Shan’ani, al-Mushannif, (Beirut: al-Maktab al-Islami, cet.1 1392 H)vol.8, hal.145
[8] Abdullah bin Abi Muhammad bin Abi Syaibah Ibrahim bin Utsman al-Kuufi al-‘Abasi, al-Mushannif fie al-Ahadits wa al-Atsar (Beirut: Daar a-Fikr) Vol.5, hal.80
[9] Abu Bakr Abdur Razzaq bin Hammam ash-Shan’ani, al-Mushannif, (Beirut: al-Maktab al-Islami, cet.1 1392 H)vol.8, hal.145
[10] Ibnu Hajar al-‘Asqalani, Talkhis al-Habiir fie at-Takhriij Ahaadits ar-Raafi’iy al-Kabiir (Daar al-Kutub al-Ilmiyyah) vol.3, hal.90
Muhammad bin Ali bin Muhammad asy-Syaukani, Nail al-Awthar Min Ahaadiits Sayyidul Ahyaar Syarhu Muntaqiy al-Ahyaar, (Beirut: Daar al-Jail), vol.5, hal.531
[11] Abu Umar Yusuf bin Abdullah bin Abdil Barr an-Namiri, al-Istidzkaar al-Jaami’ li Madzahib Fuqaha’ al-Anshor (Beirut: Daar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, cet.1 1421 H/2000 M) vol.6, hal.514
Muhammad bin Ibrahim alu Syaikh, Fatawa war Rasa’il (Makkah: Maktabah al-Hukumah) Vol.7, hal.8
[12] Abdurrahman bin Abi Bakr as-Suyuthi, Tadribur Rawi fie Syarh Taqriib an-Nawawi (Riyadh: Maktabah ar-Riyadh al-Haditsah) vol.1, hal.67
[13] Burhanuddin Ali bin Abi Bakr al-Marghiinaaniy, al-Hidaayah fie Syarh Bidaayah al-Mubtady (Beirut: Daar Ihya’ at-Turaats al-‘Arabiy) vol.3, hlm.100
[14] Al-Imam al-Qhadhi abul Walid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Ahmad bin Rusyd al-Qurthuby al-Andalusy, Bidayatul Mujtahid wa Nihaayatul Muqtashid, (Beirut: Daar al-Fikr 1995 M/ 1415) vol.2, hal.108
[15] Abu al-Hasan al-Mawardiy, al-Haawi al-Kabir (Beirut: Daar al-Fikr) vol.5, hal.783
[16] Abdullah bin Ahmad bin Qudamah al-Maqdisi, al-Mugniy (Beirut: Daar al-Fikr, cet.1 1405 H) vol.4, hal.390
______, al-Kafiy fie Fiqh al-Imam Ahmad bin Hanbal (Beirut: al-Maktab al-Islamiy, cet.5 1408 H) vol.2, hal.125
[17] ‘Ala’ ad-Diin al-Kasani, Bada’iush Shona’i’ fie Tartiib as-Syara’i’ (Beirut: Daar al-Kutub al-‘Arabi 1982 M) vol.7, hal.395
[18] Kamaluddin Muhammad bin Abd al-Wahid as-Suyuwasiy yang terkenal dengan nama Ibnu al-Hammam al-Hanafi, Fath al-Qadir (Beirut: Daar al-Kutub al-Ilmiyyah, cet.1 1415 H) vol.7, hal.232
[19] Al-Imam Malik bin Anas, al-Mudawwanah al-Kubra (Beirut: Daar ash-Shodir, cet.1 1323 H) vol.4, hal.133
[20] Al-Qadhi Abd al-Wahhab al-Baghdadiy, al-Ma’unah ‘ala Madzhab ‘Alim al-Madiinah al-Imam Maalik bin Anas (Makkah: Maktabah Nazzar Mushthofa al-Baaz) vol.2, hal.999
[21] Abi Ishhaq Ibrahim bin ‘Aly asy-Syiiraziy, al-Muhadzdzab (Mesir: Mathba’ah ‘Isa al-Baaniy al-Halabiy) vol.1, hal.304
[22] Muhammad bin Ahmad bin Hamzah bin Syihab ad-Diin ar-Ramliy, Nihayah al-Muhtaj ila Syarh al-Minhaj (Mesir: Mathba’ah ‘Isa al-Baaniy al-Halabiy wa Awlaaduh, cet. Terakhir 1386 H) vol.4, hal.230
[23]Abi Ishhaq Burhanuddin Ibrahim bin Muhammad ibn Abdullah ibn Muhammad bin Muflih al-Hanbaliy, al-Mubdi’ fie Syarh al-Muqni’ (Riyadh: Daar ‘Alam al-Kutub 1432 H/2003 M) vol.4, hal.98
[24] Ibnu Hajar al-Haitamiy, Tuhfatul Muhtaj Syarh al-Minhaj (Beirut: Daar al-Fikr) vol.5, hal.47
[25] Muhammad al-Khatib asy-Syarbiinii, Mughniyyul Muhtaj ila Ma’rifati Ma’ani Alfadhil Minhaj, (Bairut, Daar al-Fikr) vol.2, hal.119
[26] Muhammad bin Ali bin Muhammad asy-Syaukani, Nail al-Awthar Min Ahaadiits Sayyidul Ahyaar Syarhu Muntaqiy al-Ahyaar, (Beirut: Daar al-Jail), vol.9, hal.143
[27] HR. Bukhari no.3814

Comments

Popular posts from this blog

Dowload Buku Iqro’ 1-6 pdf

Siapa yang tidak kenal dengan buku iqro’? hampir tidak ada di Indonesia ini yang tidak mengenal buku iqro’. Buku ini sangat populer diseluruh anak Indonesia yang ingin belajar membaca al-Qur’an.

DAMPAK MENGERIKAN MAKANAN HARAM (khutbah Ust. Abdullah Manaf Amin)

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله ..... لا اله الا الله و الله أكبر... الله أكبر و لله الحمد إِنَّ اْلحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ ونستغفره  ونستهديه و نتوب اليه ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا من يهدى الله فلا مضل له ومن يضلله فلا هادي له, أشهد أن لاإله إلا الله وأشهد أن محمدا عبده ورسوله, اللهم صلى على محمد وعلى اله وصحبه ومن تبعهم بإحسان إلي يوم الدين أما بعد, قال تعالى فى القران الكريم, أعوذ بالله من الشيطان الرجيم... يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ (ال عمرن: 102) يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيراً وَنِسَاء وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً (النساء: 1) ياأيها الذين امنوا اتقوا الله وقولوا قولا سديدا يصلح لكم أعمالكم ويغفر لكم ذنوبكم ومن يطع الله وؤسوله فق

Perbedaan Adat dan Urf dalam Disiplin Ilmu Ushul Fiqh

A.    Definisi Adat dan Urf Definisi adat: العادة ما استمرّ الناس عليه على حكم المعقول وعادوا اليه مرّة بعد أخرى Adat adalah suatu perbuatan atau perkataan yang terus menerus dilakukan oleh manusia lantaran dapat diterima akal dan secara kontinyu manusia mau mengulangnya.

KHUTBAH JUMAT (3) KEBAHAGIAAN DALAM HIDUP

KHUTBAH PERTAMA الحمد لله رب العالمين، والصلاة والسلام على رسوله الكريم، وعلى آله وصحبه أجمعين، اللهّم صلّ على محمّد وعلى أل محمّد كما صلّيت على إبراهيم و على أل إبراهيم إنك حميد مجيد. فيا عباد الله أوصيكم وإياي نفسي بتقوى الله، حيث قال جلّ و على في كتابه التنزيل (يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ ) و (   َيا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا ) وقال في أية الأخرى   ( يا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا ) أمّا بعد. Jamaah sholat jumat yang dirahmati Allah... Marilah kita bersyukur kepada Allah ta’ala . Karena Allah telah memberikan bany

APAKAH MUBAH TERMASUK HUKUM TAKLIFI?

  Sebagaimana yang diketahui, hukum taklifi adalah hukum yang bersifat ‘beban’ bagi seorang mukallaf. Dikatakan ‘beban’ atau taklif karena pada hukum ini ada suatu perintah dari Allah yang membebani seorang mukallaf untuk mengerjakan sesuatu, meninggalkannya atau memilih antara meninggalkan dan mengamalkan. Nah, untuk bagian ‘beban mengerjakan’ dan ‘beban meninggalkan’ ini sudah jelas kalau memang hal tersebut merupakan ‘beban’. Namun yang menjadi pertanyaannya, ketika seorang mukallaf diminta untuk memilih mengerjakan atau meninggalkan sesuatu, di mana letak ‘beban’nya untuk kategori ‘memilih antara mengerjakan atau meninggalkan’? atau lebih spesifik lagi, di mana letak ‘beban’ atau taklif nya hukum mubah ? Jawabannya, Jumhur ulama berpendapat, mubah bukan termasuk hukum taklifi . Hal ini disebabkan karena hakikat hukum taklifi adalah pembebanan dan sisi masyaqqah (kesulitan). Artinya mubah tidak termasuk hukum taklifi karena tidak adanya ‘pembebanan’ di dalam perkara muba

KHUTBAH JUM'AT: Tanda Hidayah Allah Diberikan Pada Seseorang

Khutbah Pertama إنَّ الحمدَ لله، نحمدُه، ونستعينُه، ونستغفرُه، ونتوبُ إليه، ونعوذُ به من شرورِ أنفسِنا، ومن سيِّئاتِ أعمالِنا، من يهدِه الله فلا مُضِلَّ له، ومن يضلل فلا هاديَ له؛ وأشهدُ أن لا إلهَ إلا اللهُ وحدَه لا شريكَ له، وأشهدُ أن محمدًا عبدُه ورسولُه، صلَّى اللهُ عليه وعلى آلهِ وصحبِهِ وسلَّمَ تسليمًا كثيرًا إلى يومِ الدين . أمَّا بعدُ: فيا أيُّها الناسُ، اتَّقوا اللهَ تعالى حَقَّ التقوى . Kaum muslimin yang dirahmati Allah… Bertaqwalah kalian kepada Allah dengan taqwa yang berkualitas.. Hamba-hamba Allah, tujuan Allah menciptakan makhluk-Nya untuk beribadah, untuk taat dan untuk mencintai pencipta-Nya, hal ini sebagaimana yang Allah firmankan dalam al-Qur’an, وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (Qs. al-Dzariat: 56) Allah akan ridha kepada hambanya jika hamba tersebut hanya menyembah-Nya saja dan tidak mensekutukan dengan yang lain. Allah akan marah kepada hamba

TELAAH KITAB SUNAN IBNU MAJAH

A.       Penyusun kitab Sunan Ibnu Majah dan komentar para Ulama’ Penyusunnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Yazid bin Majah, Ar-Rabi’iy Al-Qozawainy atau masyhur dengan sebutan Ibnu Majah. Kitab beliu ini cukup bermanfaat, hanya saja kedudukannya di bawah lima kitab hadits terdahulu. Di dalam kitab ini pula terdapat hadits-hadits dho’if, dan sejumlah hadits shahih. Sebagai catatan bahwa apabila ahli hadits mengatakan, ”Hadits yang diriwayatkan atau yang dikeluarkan oleh As-Sittah” maka maksud dari ungkapan tersebut adalah hadits yang dicantumkan di dalam kitab Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, jami’ At-Tirmidzi, Sunan An-Nasa’I, dan Sunan Ibnu Majah. B.       Kritik terhadap Kitab Sunan Ibnu Majah Sebagaimana diungkapkan oleh Muhammad Abu Syu’bah bahwa diantara ulama yang mengkritik Sunan Ibnu Majah adalah Al-Hafiz Abu faraj Ibnul Jauzi, beliau mengatakan bahwa  dalam kitab Sunan Ibnu Majah terdapat tiga puluh hadits yang tergolong hadits maudhu ’. Dianta

Pembatal-pembatal shalat dan apa-apa yang diharamkan di dalamnya

Telah kita ketahui bersama bahwa shalat merupakan ibadah yang diaksanakan dengan ucapan dan gerakan yang khusus, dalam pelaksanaan shalat kita wajib memenuhi syarat-syaratnya, begitu juga rukun-rukunnya harus mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam , sebagaimana dalam sabda beliau, “Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku melaksanakan shalat.” Oleh karena itu, maka barang siapa yang melakasanakan shalat tapi tidak memenuhi syarat dan rukunnya, shalatnya dianggap batal dan ia wajib mengulanginya kembali. Selain itu pula disana ada fa k tor-faktor lain yang membatalkan shalat diantaranya adalah; 1.     Berbicara Yaitu mengucapkan dua kata atau lebih, atau dengan satu kata yang bisa dipahami. Telah dikhabarkan dari Zaid bin arqam ia berkata, “Suatu ketika kami berbicara dalam shalat, yaitu ada seseorang yang berbicara dengan temannya yang berada disampingnya, sehingga turun ayat, “Dan laksanakanlah shalat karena Allah dengan khusyu’”.(al Baqarah:238), mak

AIR MINERAL DAN AIR ZAM-ZAM BISA DIGUNAKAN UNTUK WUDHU, (Macam Macam Air Suci)

Air suci adalah air yang bisa digunakan sebagai alat thaharah atau alat bersuci, seperti wudhu atau mandi besar. Ada 7 macam air yang bisa digunakan untuk bersuci. Yaitu air hujan, air laut, air sungai, air yang bersumber dari mata air, air salju dan air beku atau air es. Sebagaimana Allah berfirman: وَيُنَزِّلُ عَلَيۡكُم مِّنَ ٱلسَّمَآءِ مَآءٗ لِّيُطَهِّرَكُم بِهِۦ     “Dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu“   (QS. Al-Anfal: 11) Selain itu dikuatkan dengan sabda Rasulullah tentang air laut itu suci, هو الطهور ماؤه والحل ميتته “Air laut adalah air yang suci dan mensucikan, juga bangkai (hewan laut) nya halal” (HR. Bukhari dan Tirmidzi, dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban) Begitu juga tentang kesucian air sumur, Rasulullah bersabda tentang air sumur itu suci. Karena para sahabat pernah bertanya kepada Rasulullah ketika beliau berwudhu di sumur bidho’ah. Para sahabat bertanya, يا رسول الله إنك تتوضأ من بئر بضاعة