Skip to main content

KAJIAN HADITS ‘KULLU QORDHIN JARRO NAF’AN FAHUWA RIBA’ DALAM PANDANGAN MUHADDITSIN DAN FUQAHA’


Oleh: Amri Yasir Mustaqim[1]

Hadits كل قرض جر نفعا فهو ربا dikategorikan oleh muhadditsin sebagai hadits yang marfu’, mauquf dan juga maqtu’. Penjelasannya adalah sebagai berikut:
1.      Marfu’.
Dari Ali bin Abi Thalib bahwa rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, كل قرض جر منفعة فهو ربا hadits marfu’ ini Al-Harits Ibn Abi Usamah meriwayatkan dalam kitab musnadnya dari Ali ra. secara marfu’. Ia berkata dalam kitab At-Tamyiz: dalam sanadnya terdapat perawi yang gugur (وإسناده ساقط ).
Dan telah popular diucapkan oleh masyarakat hadis: “Setiap qardh dengan mengambil manfaat adalah riba”.[2]
2.      Mauquf.
Atsar dari Fadholah bin Ubaid radhiyalllahu anhu dia berkata:
كل قرض جر منفعة فهو وجه من وجوه الربا atsar ini di keluarkan oleh al-Baihaqi dalam bab كل قرض جر منفعة فهو ربا dalam kitab البيوع  dari jalur Ibrahim bin Munqidz berkata telah bercerita kepada kami Idris bin Yahya dari Abdullah bin Abbas berkata telah bercerita kepadaku Yazid bin Abi Hubabib dari Abi Marzuq at-Tajibi dari Fadholah bin Ubaid.[3]
Atsar ini memiliki isnad yang bersambung, dan rawi-rawinya tsiqqah kecuali Abdullah bin Iyasy dan Idris bin Yahya.
Tentang Abdullah bin Iyasy dia adalah seorang rawi yang jujur hanya saja dia banyak melakukan kesalahan (صدوق يغلط).
Abu Hatim berkata dia bukan perowi yang kuat (ليس بالمتي) dan dia adalah orang yang jujur dan haditsnya ditulis oleh para perowi. Begitu juga Abu Dawud dan Nasa’i berkata: Dha’if. Abu Yunus berkata: dia adalah munkarul hadits. Ibnu Hibban menyebutkannya dalam ats-tsiqqat.[4]
Adapun Idris bin Yahya –al-Khaulani al-Mishri-  ibnu Abi Hatim mengatakan[5] beliau adalah orang yang jujur.  Dan dia juga seorang mustaqimul hadits.[6]
3.      Maqthu’
Atsar dari an-Nakho’i, al-Hasan, Muhammad bin Sirin dan Qatadah rahimahumullah.
Adapun riwayat dari Ibrahim an-Nakho’i berbunyi:
كل قرض جر منفعة فلا خير فيه
Yang mengeluarkan atsar ini adalah Abdur Razaq as-Shon’ani dalam bab qardhu jarra manfa’atan wa hal ya’khudzu afdhal min qardhihi? kitab al-Buyu’. Dari jalur ats-Tsauri dan Mughiroh dari Ibrohim. [7]
Adapun dari al-Hasan dan Muhammad bin Sirin mereka berdua membenci setiap qardh jarra manfa’atan. Atsar ini dikeluarkan oleh ibnu Abi Saibah.[8]
Dan juga dikeluarkan oleh Abdur Razaq ash-Shon’ani dengan lafal كل قرض جر منفعة فهومكروه, lafal ini juga dikatakan oleh Qotadah.[9]
Maka kesimpulan dari penjelasan di atas bahwa ulama hadits menyatakan bahwa hadits ini dihukumi sebagai dha’if.
Penjelasan para fuqaha’ tentang hadits ini dijawab dari dua sisi:
1.      Tidak bisa langsung diterima jika hadits ini dihukumi sebagai hadits yang tidak dapat dipertanggung jawabkan keshahihannya. Sebab ada sebagian ulama’ yang menshahihkan. Diantaranya adalah Imam al-Juwaini al-Haramain dan Imam Ghazali.
Imam al-Haramain mengatakan: “Hadits ini adalah shahih” dan Imam al-Ghazali mengikutinya[10]
2.      Kalaulah dianggap hadits ini tidak dapat dipertanggung jawabkan kesahihannya, hadits ini secara makna tetap shahih jika qardh yang berjalan mensyaratkan adanya manfa’ah bagi peminjam (muqridh) saja. Atau yang sehukum dengan manfa’ah tersebut. Hadits ini secara hukum diterima dengan penguatan sebagai berikut:
Pertama: dalil dari kitab, sunnah, dan ijma’ yang menunjukkan pengharaman pensyaratan manfa’ah dalam akad qardh.
Kedua: banyak para ulama’ yang menerimanya,[11] bahkan mereka menjadikan hadits ini untuk istidlal dalam karangan-karangan mereka.
Al-Imam as-Suyuthi mengatakan: “Ada pendapat tentang hadits dihukumi menjadi shahih, jika manusia menerimanya sekalipun sanad yang ada tidak shahih”[12]
Beberapa ulama’ yang menggunakan hadits ini untuk istidlal adalah: al-Marghinaniy[13], Ibnu Rusyd[14], al-Mawardiy[15], Ibnu Qudamah[16], al-Kaasaaniy[17], Ibnu al-Hammaam[18], Imam Malik[19], al-Qadhi Abdul Wahhab[20], asy-Syiraziy[21], ar-Ramliy[22], Ibnu Muflih[23].
Ketiga: adanya atsar dari shahabat dan tabi’in yang menunjukkan pengharaman setiap qardh yang menimbulkan kemanfaatan.
Ibnu Hajar al-Haitamiy mengatakan: “Khabar tentang (كل قرض جر منفعة فهو ربا) telah jelas kedhaifannya akan tetapi secara pemaknaannya dari sekumpulan sahabat[24]
Asy-Syarbini memberikan komentar terhadap hadits ini (كل قرض يجر منفعة فهو ربا  ) “walaupun hadits ini dha’if al-Baihaqi telah meriwayatkan ma’nanya dari sekelompok sahabat.[25]
Keempat: riwayat-riwayat yang menyatakan larangan memberi hadiah untuk peminjam (muqridh).
وعن أنس عن النبي صلى الله عليه وآله وسلم قال: إذا أقرض فلا يأخذ هدية
“Dari Anas radhiyallahu anhu dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Ia bersabda: jika meminjamkan sesuatu jangan mengambil hadiah”[26]
Dalam hadits yang lain:
حدثنا سليمان بن حرب ، حدثنا شعبة ، عن سعيد بن أبي بردة ، عن أبيه أتيت المدينة فلقيت عبد الله بن سلام ، رضي الله عنه ، فقال ألا تجيء فأطعمك سويقا وتمرا وتدخل في بيت ثم قال إنك بأرض الربا بها فاش إذا كان لك على رجل حق فأهدى إليك حمل تبن ، أو حمل شعير ، أو حمل قت فلا تأخذه فإنه ربا
“Dari Sulaiman bin Harb, dari Sa’id bin Abi Burdah dari bapaknya, ia berkata: saya datang ke Madinah kemudian, kemudian saya bertemu dengan Abdullah bin Salam, ia berkata kepadaku: kenapa engkau tidak datang, supaya saya bisa menjamumu dengan suwaiq dan kurma dan masuk rumah. Kemudian ia berkata: kamu sedang berada di daerah yang penuh dengan praktik riba. Jika engkau memiliki piutang dengan seseorang, kemudian ia menghadiahkan kepadamu tabn atau syair atau qut, maka jangan engkau ambil, karena itu termasuk riba.”[27]
Kesimpulan yang bisa diambil tentang hadits ini, memang hadits ini adalah hadits dha’if secara sanad. Akan tetapi secara makna adalah shahih sebagaimana yang telah dijelaskan di atas. Sehingga hadits ini menjadi salah satu kaidah yang dipegang oleh fuqaha’ dalam masalah riba.




[1] Mahasiswa Ma’had Aly An-Nuur Surakarta
[2] Syeikh Ismail bin Muhammad Al-Ijlunii, Kasyf Al-Khafa’ Wa Muzil Al-Ilbas Amma Usytuhira Min Al-Ahadits Alaa Alsinah An-Nasm, (Beirut: Daar al-Kutub al-Ilmiyyah. Cet.3 1988 M/1408 H) vol.2, hal.125
[3] Al-Baihaqi, Sunan al-Kubro (Beirut: Daar al-Fikr) vol.5, hal.350
[4] Ibnu Hajar al-Atsqalani, Tahdzibut Taqrib (Beirut: Daar al-Fikr, cet.1 1984 M/1404 H) vol.5, hal.307
[5] Muhammad bin Hibban bin Ahmad Abu Hatim at-Tamimi al-Bistiy, ats-Tsiqqaat (Beirut: Daar al-Fikr, ce.1 1975 M/ 1395 H) vol.8, hal.133
[6] Maksudnya adalah tsiqqah dan selaras dengan hadits tsiqqah yang lain, kalimat ini adalah kalimat Ibnu Hibban.
[7] Abu Bakr Abdur Razzaq bin Hammam ash-Shan’ani, al-Mushannif, (Beirut: al-Maktab al-Islami, cet.1 1392 H)vol.8, hal.145
[8] Abdullah bin Abi Muhammad bin Abi Syaibah Ibrahim bin Utsman al-Kuufi al-‘Abasi, al-Mushannif fie al-Ahadits wa al-Atsar (Beirut: Daar a-Fikr) Vol.5, hal.80
[9] Abu Bakr Abdur Razzaq bin Hammam ash-Shan’ani, al-Mushannif, (Beirut: al-Maktab al-Islami, cet.1 1392 H)vol.8, hal.145
[10] Ibnu Hajar al-‘Asqalani, Talkhis al-Habiir fie at-Takhriij Ahaadits ar-Raafi’iy al-Kabiir (Daar al-Kutub al-Ilmiyyah) vol.3, hal.90
Muhammad bin Ali bin Muhammad asy-Syaukani, Nail al-Awthar Min Ahaadiits Sayyidul Ahyaar Syarhu Muntaqiy al-Ahyaar, (Beirut: Daar al-Jail), vol.5, hal.531
[11] Abu Umar Yusuf bin Abdullah bin Abdil Barr an-Namiri, al-Istidzkaar al-Jaami’ li Madzahib Fuqaha’ al-Anshor (Beirut: Daar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, cet.1 1421 H/2000 M) vol.6, hal.514
Muhammad bin Ibrahim alu Syaikh, Fatawa war Rasa’il (Makkah: Maktabah al-Hukumah) Vol.7, hal.8
[12] Abdurrahman bin Abi Bakr as-Suyuthi, Tadribur Rawi fie Syarh Taqriib an-Nawawi (Riyadh: Maktabah ar-Riyadh al-Haditsah) vol.1, hal.67
[13] Burhanuddin Ali bin Abi Bakr al-Marghiinaaniy, al-Hidaayah fie Syarh Bidaayah al-Mubtady (Beirut: Daar Ihya’ at-Turaats al-‘Arabiy) vol.3, hlm.100
[14] Al-Imam al-Qhadhi abul Walid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Ahmad bin Rusyd al-Qurthuby al-Andalusy, Bidayatul Mujtahid wa Nihaayatul Muqtashid, (Beirut: Daar al-Fikr 1995 M/ 1415) vol.2, hal.108
[15] Abu al-Hasan al-Mawardiy, al-Haawi al-Kabir (Beirut: Daar al-Fikr) vol.5, hal.783
[16] Abdullah bin Ahmad bin Qudamah al-Maqdisi, al-Mugniy (Beirut: Daar al-Fikr, cet.1 1405 H) vol.4, hal.390
______, al-Kafiy fie Fiqh al-Imam Ahmad bin Hanbal (Beirut: al-Maktab al-Islamiy, cet.5 1408 H) vol.2, hal.125
[17] ‘Ala’ ad-Diin al-Kasani, Bada’iush Shona’i’ fie Tartiib as-Syara’i’ (Beirut: Daar al-Kutub al-‘Arabi 1982 M) vol.7, hal.395
[18] Kamaluddin Muhammad bin Abd al-Wahid as-Suyuwasiy yang terkenal dengan nama Ibnu al-Hammam al-Hanafi, Fath al-Qadir (Beirut: Daar al-Kutub al-Ilmiyyah, cet.1 1415 H) vol.7, hal.232
[19] Al-Imam Malik bin Anas, al-Mudawwanah al-Kubra (Beirut: Daar ash-Shodir, cet.1 1323 H) vol.4, hal.133
[20] Al-Qadhi Abd al-Wahhab al-Baghdadiy, al-Ma’unah ‘ala Madzhab ‘Alim al-Madiinah al-Imam Maalik bin Anas (Makkah: Maktabah Nazzar Mushthofa al-Baaz) vol.2, hal.999
[21] Abi Ishhaq Ibrahim bin ‘Aly asy-Syiiraziy, al-Muhadzdzab (Mesir: Mathba’ah ‘Isa al-Baaniy al-Halabiy) vol.1, hal.304
[22] Muhammad bin Ahmad bin Hamzah bin Syihab ad-Diin ar-Ramliy, Nihayah al-Muhtaj ila Syarh al-Minhaj (Mesir: Mathba’ah ‘Isa al-Baaniy al-Halabiy wa Awlaaduh, cet. Terakhir 1386 H) vol.4, hal.230
[23]Abi Ishhaq Burhanuddin Ibrahim bin Muhammad ibn Abdullah ibn Muhammad bin Muflih al-Hanbaliy, al-Mubdi’ fie Syarh al-Muqni’ (Riyadh: Daar ‘Alam al-Kutub 1432 H/2003 M) vol.4, hal.98
[24] Ibnu Hajar al-Haitamiy, Tuhfatul Muhtaj Syarh al-Minhaj (Beirut: Daar al-Fikr) vol.5, hal.47
[25] Muhammad al-Khatib asy-Syarbiinii, Mughniyyul Muhtaj ila Ma’rifati Ma’ani Alfadhil Minhaj, (Bairut, Daar al-Fikr) vol.2, hal.119
[26] Muhammad bin Ali bin Muhammad asy-Syaukani, Nail al-Awthar Min Ahaadiits Sayyidul Ahyaar Syarhu Muntaqiy al-Ahyaar, (Beirut: Daar al-Jail), vol.9, hal.143
[27] HR. Bukhari no.3814

Comments

Popular posts from this blog

Perbedaan Adat dan Urf dalam Disiplin Ilmu Ushul Fiqh

A.    Definisi Adat dan Urf Definisi adat: العادة ما استمرّ الناس عليه على حكم المعقول وعادوا اليه مرّة بعد أخرى Adat adalah suatu perbuatan atau perkataan yang terus menerus dilakukan oleh manusia lantaran dapat diterima akal dan secara kontinyu manusia mau mengulangnya.

DAMPAK MENGERIKAN MAKANAN HARAM (khutbah Ust. Abdullah Manaf Amin)

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله ..... لا اله الا الله و الله أكبر... الله أكبر و لله الحمد إِنَّ اْلحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ ونستغفره  ونستهديه و نتوب اليه ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا من يهدى الله فلا مضل له ومن يضلله فلا هادي له, أشهد أن لاإله إلا الله وأشهد أن محمدا عبده ورسوله, اللهم صلى على محمد وعلى اله وصحبه ومن تبعهم بإحسان إلي يوم الدين أما بعد, قال تعالى فى القران الكريم, أعوذ بالله من الشيطان الرجيم... يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ (ال عمرن: 102) يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيراً وَنِسَاء وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً (النساء: 1) ياأيها الذين امنوا اتقوا الله وقولوا قولا سديدا يصلح لكم أعمالكم ويغفر لكم ذنوبكم ومن يطع الله وؤسول...

BUKU USHUL FIKIH TINGKAT DASAR, Penulis Dr. Muhammad Sulaiman Al-Asyqar, Penerbit Ummul Qura

Segala puji hanya milik Allah Rabb semesta alam dan shalawat serta salam tercurahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam. Ushul Fikih merupakan disiplin ilmu tentang cara atau metode mengeluarkan hukum dari dalil-dalilnya, yaitu tentang apa yang dikehendaki oleh perintah dan apa pula yang dikehendaki oleh larangan. Ushul Fikih sangat bermanfaat bagi seorang muslim yang terus menghadapi dinamika sosial sehingga selalu muncul persoalan-persoalan baru di dalam masyarakat. Untuk memecahkan persoalan yang baru belum ada nash yang jelas, tentu diperlukan istinbath, yaitu mengeluarkan hukum-hukum baru terhadap berbagai permasalahan yang muncul dengan melakukan ijtihad. Buku ini ditulis oleh pakar yang kompeten dalam disiplin ilmu ini. Sesuai dengan judul aslinya, Al-Wadhih fi Ushul Al-Fiqh , buku ini juga cocok bagi kalangan pemula. Telah teruji sebagai pegangan bertahun-tahun bagi para penuntut ilmu, pelajar, mahasiswa, juga pengajar. Dr. Muhammad Al-Asyqar. Lahir p...

Jual Buku Barisan Pemuda Zaman Nabi Muhammad Penerbit Aqwam

Open Order Buku Barisan Pemuda Zaman Nabi Muhammad Buku Barisan Pemuda Zaman Nabi Muhammad   – Saatnya anda memecahkan belenggu mata rantai kisah heroik fiktif Hollywood dan sejenisnya. Inilah idola nyata bagimu, WAHAI PEMUDA . Inilah buku pertama di Indonesia yang khusus membahas kisah para pemuda yang dikader langsung oleh Rasulullah Muhammad sebagai agen perubahan dunia. Dari kesekian pemuda itu ada yang menjadi Ulama, Komandan Militer, Diplomat, Ahli Beladiri, Ahli Ibadah, Ahli Tafsir, Penuntut ilmu, Intelektual, Saudagar muda yang dermawan, dan lain sebagainnya. Buku Barisan Pemuda Zaman Nabi Muhammad  ini dapat menjadi referensi unik dan inspiratif bagi para pemuda di zaman ini. Dalam buku ini dikisahkan karakter dan kelebihan di bidang masing-masing para pemuda zaman Nabi. Di antara mereka ada Mushab bin Umair. Hartawan bertabur kilau dunia dan semerbak wangi. Di antara mereka ada Ali bin Abi Thalib. Si perkasa yang kerahkan segenap tenaga untuk memb...

Jual BUKU Aku Terima Nikahnya – Syaikh Ahmad Abdurrahim – Penerbit Istanbul Solo

Buku ini Berjudul AKU TERIMA NIKAHNYA yang ditulis: Syaikh Ahmad Abdurrahim diterbitkan oleh: Istanbul, dicetak dengan HARDCOVER, jumlah halaman 304 hlm, ukuran buku 16 x 24 cm, dan dengan berat buku 725 gram, Harga Rp120.000 Rp. 95.000 (Hemat 25.000) Buku AKU TERIMA NIKAHNYA INI Secara Umum berisi: Ø   Bagaiman Proses Pernikahan Islami dari Awal Sampai akad Ø   Seni menjalin kehidupan bersama dalam ikatan Pernikahan Islami yang diajarkan qur’an dan sunnah Ø   Pendidikan seks sesuai syariat islam, dan etika ranjang. Ø   Mengatasi Bumbu kehidupan pernikahan atau bahkan Badai pernikahan problematika kecil dan besar dalam rumah tangga. Pesan Buku AKU TERIMA NIKAHNYA  via Whatsapp:  08137692 5418  <- Cukup Klik Pesan via SMS/TELP: 0857 2510 6570 Buku Aku Terima Nikahnya Oleh: Syaik Ahmad Abdurrahim, Penerbit Istanbul Pernikahan adalah Anugrah Dalam al-Qur’an Allah Ciptakan Laki-laki dan perempuan dalam satu jiwa....

AQIDAH AL-THINAH SYIAH

Salah satu aqidah syiah adalah al-Thinah. Keterngan tentang aqidah ini tertulis dalam bebara literatur utama syiah. Aqidah ini juga termasuk yang paling banyak mempengaruhi perilaku orang-orang syiah. Tapi sebagaimana normalnya orang syiah, aqidah ini mereka tutup-tutupi. Definisi Al-Thinah secara bahasa adalah tanah atau potongan tanah. Adapun secara istilah yaitu kepercayaan yang menyatakan bahwa tanah yang Allah gunakan untuk menciptakan mereka (syiah) dengan sunni (orang-orang kafir) atau selain mereka berbeda. Sejarah Kemunculan Aqidah Al-Thinah bermula dari kegeelisahan Abdullah bin Kaisan ketika melihat banyak orang syiah yang melakukan kemaksiatan dan kerusakan. Tapi di sisi lain dia melihat orang sunni yang sholeh dan banyak memiki karya. Kemudian hal ini disampaikan kepada Abu Ja’far Muhammad bin al Baqir untuk meminta kejelasan. Kemudian lahirlah sebuah hadits yang redaksinya sebagai berikut: “Diriwayatkan dari Ali bin Ibrahim dari ayahnya dari Hammad bin Isa, d...

Usamah bin Zaid, Usia 18 Tahun Menjadi Komandan Militer

Sebelum Rasulullah wafat, beliau menunjuk Usamah bin Zaid untuk memimpin perang melawan pasukan romawi. Pasukan romawi adalah pasukan paling digdaya pada zaman itu. Penunjukan Usamah sempat mengganjal para sahabat Nabi  Shallallahu ‘Alaihi Wasallam . Karena bagaimana mungkin seorang pemuda berusia belasan tahun menjadi pemimpin pasukan. Terlalu belia, dalam pandangan para sahabat beliau masih terlalu miskin pengalaman. Padahal pada saat itu ada komandan Khalid bin Walid yang jika memimpin pertempuran, dengan taktiknya yang jitu tidak pernah kalah. Ada Umar bin Khaththab, atau Ali bin Abi Thalib. Di sisi lain kubu lawan adalah pasukan Romawi yang kekuatannya menggila besar luar biasa dengan jumlah yang sangat banyak. Personal pasukan mereka tangguh dan persenjataan mereka canggih. Dibandingkan dengan pasukan kaum muslimin yang berasal dari pedalaman arab yang hanya memiliki senjata ala kadarnya. Dalam peperangan yang berlangsung setelah kematian Nabi  Shallallahu ‘Alaihi ...

Sutaytah Al-Mahamili, Wanita Ahli Fiqih Di Masa Abbasiyah Yang Ahli Matematika

  Tidak ada yang menyangkal jasa orang Arab dan Muslim di bidang matematika. Banyak ulama Islam telah tercatat memiliki kontribusi penting pada perkembangan ilmu matematika dan turunannya seperti aritmatika, aljabar, trigonometri dan geometri. Banyak prestasi yang dibuat oleh orang Arab dan Muslim untuk ilmu ini. Sehingga hal ini akhirnya membuat orang Barat kagum dan takjub. Bahkan salah seorang orientalis Perancis yang bernama Louis-Pierre-Eugène Sédillot menulis dalam bukunya (Histoire des Arabes): “Orang-orang Arab memiliki minat khusus dalam semua bidang turunan ilmu matematika; Dan mereka sebenarnya adalah guru bagi kami (orang Barat) di bidang ini.”

Ashabul A’rof dan Akhir Perjalanan Mereka

Siapa itu ashabul a’rof ? Bagaiman nasib akhir kehidupan ashabul a’rof ? Apakah a’rof adalah tempat akhir selain surga dan neraka? Tulisan ini insya Allah akan menjelaskan pertanyaan-pertanyaan tersebut. PENGERTIAN ASHABUL A’ROF Di akhirat kelak ada tempat selain dari surga dan neraka bernama ‘ al-A’rof ’. Secara definitif prespektif etimologi dari bahasa arab yang artinya adalah ‘tempat tinggi’. Secara istilah artinya adalah tempat yang tinggi berada diantara surga dan neraka, dimana orang yang berada di situ bisa melihat penduduk surga dan neraka. Orang-orang yang berada di tempat ini adalah orang-orang yang pahala kebaikannya dan dosa keburukannya memiliki berat yang sama. Kemudian orang yang berada ditempat ini akan dimasukkan kedalam surga bukan di neraka. Di antara kriteria ashabul a’rof adalah orang-orang yang keluar berjihad di jalan Allah tanpa izin orang tua. Kemudian mereka ini terbebas dari neraka karena mereka terbunuh di jalan Allah. Dan mereka tertahan untuk...