Skip to main content

Istilah Istilah Khusus Yang Ada Dalam Madzhab Fiqih Imam Syafi’i

Dalam fiqh Imam al-Syafi’i ada istilah-istilah yang khas. Istilah ini tidak dipakai dalam fiqh madzhab yang lain. sehingga ketika kita sedang membaca atau mempelajari fiqih madzhab Imam al-Syafi’i besar kemungkinan akan sering menemukan istilah-istilah tersebut. Istilah ini tidak bisa dimaknai secara bahasa saja. Akan tetapi istilah ini memiliki makna yang memang hanya dikenal di kalangan madzhab Imam al-Syafi’i. Sehingga sangat dianjurkan untuk mempelajarinya sebelum menelaah lebih dalam lagi fiqih Imam al-Syafi’i

Mengetahui istilah-istilah dalam fiqih madzhab Imam al-Syaf’i sangat penting. Tanpa mengerti istilah ini anda mungkin akan dibuat kebingunan. Kalaulah anda tidak hafal, setidaknya anda bisa memahami istilah khusus ini. Tujuannya agar anda tidak salah mengartikan fiqh Imam syafi’i, dan selain itu juga bertujuan memudahkan anda ketika nanti mempelajarinya.

Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam fiqh syafi’i yang dinukil dari kitab muqaddimah al-Minhaj karya Imam an-Nawawi rahimahullah;

1.      Al-awjuh (الأوجه)

Secara harfiyah artinya adalah ‘arah’. Sedangkan al-awjuh dalam fiqih Imam al-Syafi’i yaitu pendapat yang dikeluarkan dari kalangan ahli-ahli fiqh dari Ulama Syafi’iyyah.

2.      Al-aqwal (الأقوال)

Secara harfiyah artinya ‘perkataan-perkataan’. Sedang arti al-aqwal dalam istilah fiqih Imam al-Syafi’i yaitu pendapat-pendapat fiqih yang diriwayatkan dari Imam al-Syafi’i radhiyallahu anhu sendiri.

3.      Ath-thuruq (الطرق)

Secara harfiyah artinya ‘jalur-jalur’. Sedangkan makna al-thruq dalam fiqih Imam al-Syafi’i yaitu pendapat para rawi yang meriwayatkan madzhab.

4.      Al-adhhar (الأظهر)

Arti harfiyahnya ‘lebih jelas’. Maksud dari istilah ini adalah qaul yang lebih jelas dari dua qaul ataupun lebih dari pendapat Imam asy-Syafi’i radhiyallahu anhu. Al-Adhhar ini artinya riwayat yang paling kuat dalilnya dari aqwal yang ada.

5.      Al-masyhur (المشهور)

Arti harfiyahnya ‘Masyhur atau populer’. Sedangkan arti istilahnya adalah qaul yang masyhur dari dua atau lebih dari Imam al-Syafi’i. Perbedaan dari istilah al-adhhar adalah dari segi kekuatan dalil al-Adhhar lebih kuat. Sedangkan al-masyhur adalah pendapat yang lebih populer. Meskipun dua-duanya juga kuat.

6.      Al-ashoh (الأصح)

Secara harfiyaha artinya adalah ‘lebih shahih’ atau ‘lebih tepat’. Sedangkan secara istilah arti al-ashoh dalam fiqh al-Syafi’i yaitu pendapat yang lebih shahih dari dua wajh atau yang diusahakan oleh tokoh-tokoh madzhab dalam memahami perkataan imam al-Syafi’i. Ukuran yang digunakan menggunakan parameter berdasarkan pada prinsip yang telah diletakkan oleh imam al-Syafi’i atau diambil dari kaidah-kaidah yang telah disusun oleh Imam al-Syafi’i. Tingkat perbedaan pendapat pada perkara yang disebutkan ini adalah kuat. Lawannya ialah shahih.

7.      Ash-shohih (الصحيح)

Secara harfiya artinya adalah ‘yang tepat’ atau ‘yang benar’. Adapun arti al-shahih dalam istilah fiqih Syafi’i yakni pendapat yang shahih dari dua wajh atau lebih. Tetapi, tingkat perbedaan pendapat antara tokoh-tokoh madzhab ini tidak kuat. Lawannya adalah dhaif karena kelemahan dalilnya. Al-ashah dan shahih merujuk kepada dua wajh atau beberapa wajh dari pendapat tokoh-tokoh madzhab.

8.      Al-madzhab (المذهب)

Secara harfiyah al-madzhab artinya adalah ‘aliran’. Sedangkan dalam fiqh Imam al-Syafi’i maksudnya adalah perbedaan pendapat tokoh-tokoh madzhab dalam menceritakan pendapat madzhab. Sehingga, perbedaan itu terjadi di antara dua thuruq atau lebih.

Gambarannya adalah sebagian al-Thuruq atau perawi-perawi yang meriwayatkan pendapat menceritakan dalam satu masalah ada dua qaul (pendapat Imam asy-Syafi'i) atau ada dua wajh [pendapat tokoh madzhab). Sedangkan yang lain memastikan hanya satu saja pendapat itu. Kadang-kadang pendapat ini adalah rajih dan kadang-kadang sebaliknya. Dan apa yang dimaksud dengan al-madzhab ialah pendapat yang menjadi fatwa dalam madzhab.

9.      Al-nash (النص)

Secara harfiyah artinya adalah ‘teks’. Adapun al-Nash dalam fiqhi Syafi’i maksudnya adalah nash atau teks dari Imam asy-Syafi'i. Lawannya ialah wajh al-dha’if atau mukharraj. Namun kadang-kadang fatwa dikeluarkan tidak berdasarkan nash (teks Syafi'i)

10.  Al-jadid (الجديد)

Secara harfiyah artinya ‘yang baru’. Sedangkan arti al-jadid dalam istilah fiqih al-Syafi’i adalah pendapat baru yang berlawanan dengan pendapat lama (madzhab al­-qadim). Jadi, maksud al-jadid ialah pendapat yang dikatakan atau dianut Imam al-Syafi'i ketika di Mesir melalui karangan atau fatwanya.

Para perawinya ialah al-Buwaithi, al-Muzani, ar-Rabi' al-Muradi, Harmalah, Yunus bin Abdul ‘Ala, Abdullah bin al-Zubair al-Makki, Muhammad bin Abdullah bin al-Hakam, dan lain-lain. Tiga orang yang pertama adalah yang utama, sedangkan yang lain hanya beberapa perkara saja yang diriwayatkan dari mereka.

11.  Al-qadim (القديم)

Secara harfiyah artiyna ‘yang lama’. Sedangkan dalam fiqih Syafi’i al-qadim artinya pendapat lama, maksudnya pendapat-pendapat yang dikatakan oleh Imam al-Syafi'i ketika beliau masih tinggal di Iraq yang disebut dalam kitabnya al-hujjah, atau yang ia fatwakan.

Pendapat-pendapat ini diriwayatkan oleh sekumpulan perawi, di antaranya adalah Imam Ahmad bin Hambal, al-Za'farani, al-Karabisi, dan Abu Tsaur. Pendapat ini ditarik kembali oleh Imam al-Syafi'i. Imam al-Syafi'i tidak membenarkan pendapat beliau yang lama dijadikan bahan untuk berfatwa. Tapi ada pengecualian yang dibuat oleh tokoh madzhab (ashhab) yang telah membuat fatwa dengan pendapat al-qadim dalam 17 kasus masalah.

Adapun pendapat-pendapat yang muncul di antara masa Imam asy-Syafi'i di Mesir dan di lraq, maka pendapat yang lebih belakangan dianggap sebagai qaul al-jadid dan yang lebih dulu dianggap qaul al-qadim.

Jika dalam suatu permasalahan tercampur di dalamnya pendapat qadim (lama) dan juga pendapat jadid (baru), maka pendapat jadid yang harus dipakai. kecuali dalam beberapa masalah, yaitu sebanyak 17 masalah, yang difatwakan adalah pendapat qadim.

12.  Qoula al-Jadid (قولا الجديد)

Secara harfiyah artinya ‘dua pendapat baru’. Adapun arti qoula al-Jadid dalam madzhab Syafi’i adalah ada dua pendapat, tapi yang harus diamalkan adalah pendapat yang lebih akhir dari dua pendapat tersebut, jika memang bisa diketahui mana yang paling akhir.

Tapi Jika tidak diketahui yang mana yang terakhir, sedangkan Imam asy-Syafi'i mengamalkan salah satunya, maka yang diamalkan Imam asy-Syafi'i membatalkan yang lainnya. Atau dengan kata lain, hendaknya ia mentarjihkan apa yang telah diamalkan Imam asy-Syafi'i.

Perkataan (قيل) qila memberi makna wajh (الوجه) yang dhaif. Lawannya adalah al-Shahih (الصحيح) atau al-ashah (الأصح).

13.  Syaikhani (شيخان)

Secara harfiyah istilah ini berarti ‘dua syaikh’. Adapun maksud dari istilah Syaikhani dalam madzhab Syafi’i adalah dua orang Ulama Madzhab Syafi’iyyah, yaitu Imam al-Rafi'i dan Imam al-Nawawi.

Demikian istilah-istilah khusus yang akan sering didapati ketika mempelajari fiqh Imam al-Syafi’i.

 

Sumber: al-Fiqh al-Syafi’i al-Muyassar, karya Syaikh Dr. Wahbah al-Zuhaily, juz 1, hal. 74-75. Penerbit Darul Fikr, Damaskus-Suriah, cet. 1 (1429 h – 2008 M)

Comments

Popular posts from this blog

Dowload Buku Iqro’ 1-6 pdf

Siapa yang tidak kenal dengan buku iqro’? hampir tidak ada di Indonesia ini yang tidak mengenal buku iqro’. Buku ini sangat populer diseluruh anak Indonesia yang ingin belajar membaca al-Qur’an.

DAMPAK MENGERIKAN MAKANAN HARAM (khutbah Ust. Abdullah Manaf Amin)

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله ..... لا اله الا الله و الله أكبر... الله أكبر و لله الحمد إِنَّ اْلحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ ونستغفره  ونستهديه و نتوب اليه ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا من يهدى الله فلا مضل له ومن يضلله فلا هادي له, أشهد أن لاإله إلا الله وأشهد أن محمدا عبده ورسوله, اللهم صلى على محمد وعلى اله وصحبه ومن تبعهم بإحسان إلي يوم الدين أما بعد, قال تعالى فى القران الكريم, أعوذ بالله من الشيطان الرجيم... يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ (ال عمرن: 102) يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيراً وَنِسَاء وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً (النساء: 1) ياأيها الذين امنوا اتقوا الله وقولوا قولا سديدا يصلح لكم أعمالكم ويغفر لكم ذنوبكم ومن يطع الله وؤسوله فق

Perbedaan Adat dan Urf dalam Disiplin Ilmu Ushul Fiqh

A.    Definisi Adat dan Urf Definisi adat: العادة ما استمرّ الناس عليه على حكم المعقول وعادوا اليه مرّة بعد أخرى Adat adalah suatu perbuatan atau perkataan yang terus menerus dilakukan oleh manusia lantaran dapat diterima akal dan secara kontinyu manusia mau mengulangnya.

KAJIAN HADITS ‘KULLU QORDHIN JARRO NAF’AN FAHUWA RIBA’ DALAM PANDANGAN MUHADDITSIN DAN FUQAHA’

Oleh: Amri Yasir Mustaqim [1] Hadits كل قرض جر نفعا فهو ربا dikategorikan oleh muhadditsin sebagai hadits yang marfu’, mauquf dan juga maqtu’. Penjelasannya adalah sebagai berikut:

APAKAH MUBAH TERMASUK HUKUM TAKLIFI?

  Sebagaimana yang diketahui, hukum taklifi adalah hukum yang bersifat ‘beban’ bagi seorang mukallaf. Dikatakan ‘beban’ atau taklif karena pada hukum ini ada suatu perintah dari Allah yang membebani seorang mukallaf untuk mengerjakan sesuatu, meninggalkannya atau memilih antara meninggalkan dan mengamalkan. Nah, untuk bagian ‘beban mengerjakan’ dan ‘beban meninggalkan’ ini sudah jelas kalau memang hal tersebut merupakan ‘beban’. Namun yang menjadi pertanyaannya, ketika seorang mukallaf diminta untuk memilih mengerjakan atau meninggalkan sesuatu, di mana letak ‘beban’nya untuk kategori ‘memilih antara mengerjakan atau meninggalkan’? atau lebih spesifik lagi, di mana letak ‘beban’ atau taklif nya hukum mubah ? Jawabannya, Jumhur ulama berpendapat, mubah bukan termasuk hukum taklifi . Hal ini disebabkan karena hakikat hukum taklifi adalah pembebanan dan sisi masyaqqah (kesulitan). Artinya mubah tidak termasuk hukum taklifi karena tidak adanya ‘pembebanan’ di dalam perkara muba

KHUTBAH JUM'AT: Tanda Hidayah Allah Diberikan Pada Seseorang

Khutbah Pertama إنَّ الحمدَ لله، نحمدُه، ونستعينُه، ونستغفرُه، ونتوبُ إليه، ونعوذُ به من شرورِ أنفسِنا، ومن سيِّئاتِ أعمالِنا، من يهدِه الله فلا مُضِلَّ له، ومن يضلل فلا هاديَ له؛ وأشهدُ أن لا إلهَ إلا اللهُ وحدَه لا شريكَ له، وأشهدُ أن محمدًا عبدُه ورسولُه، صلَّى اللهُ عليه وعلى آلهِ وصحبِهِ وسلَّمَ تسليمًا كثيرًا إلى يومِ الدين . أمَّا بعدُ: فيا أيُّها الناسُ، اتَّقوا اللهَ تعالى حَقَّ التقوى . Kaum muslimin yang dirahmati Allah… Bertaqwalah kalian kepada Allah dengan taqwa yang berkualitas.. Hamba-hamba Allah, tujuan Allah menciptakan makhluk-Nya untuk beribadah, untuk taat dan untuk mencintai pencipta-Nya, hal ini sebagaimana yang Allah firmankan dalam al-Qur’an, وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (Qs. al-Dzariat: 56) Allah akan ridha kepada hambanya jika hamba tersebut hanya menyembah-Nya saja dan tidak mensekutukan dengan yang lain. Allah akan marah kepada hamba

KHUTBAH JUMAT (3) KEBAHAGIAAN DALAM HIDUP

KHUTBAH PERTAMA الحمد لله رب العالمين، والصلاة والسلام على رسوله الكريم، وعلى آله وصحبه أجمعين، اللهّم صلّ على محمّد وعلى أل محمّد كما صلّيت على إبراهيم و على أل إبراهيم إنك حميد مجيد. فيا عباد الله أوصيكم وإياي نفسي بتقوى الله، حيث قال جلّ و على في كتابه التنزيل (يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ ) و (   َيا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا ) وقال في أية الأخرى   ( يا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا ) أمّا بعد. Jamaah sholat jumat yang dirahmati Allah... Marilah kita bersyukur kepada Allah ta’ala . Karena Allah telah memberikan bany

TELAAH KITAB SUNAN IBNU MAJAH

A.       Penyusun kitab Sunan Ibnu Majah dan komentar para Ulama’ Penyusunnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Yazid bin Majah, Ar-Rabi’iy Al-Qozawainy atau masyhur dengan sebutan Ibnu Majah. Kitab beliu ini cukup bermanfaat, hanya saja kedudukannya di bawah lima kitab hadits terdahulu. Di dalam kitab ini pula terdapat hadits-hadits dho’if, dan sejumlah hadits shahih. Sebagai catatan bahwa apabila ahli hadits mengatakan, ”Hadits yang diriwayatkan atau yang dikeluarkan oleh As-Sittah” maka maksud dari ungkapan tersebut adalah hadits yang dicantumkan di dalam kitab Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, jami’ At-Tirmidzi, Sunan An-Nasa’I, dan Sunan Ibnu Majah. B.       Kritik terhadap Kitab Sunan Ibnu Majah Sebagaimana diungkapkan oleh Muhammad Abu Syu’bah bahwa diantara ulama yang mengkritik Sunan Ibnu Majah adalah Al-Hafiz Abu faraj Ibnul Jauzi, beliau mengatakan bahwa  dalam kitab Sunan Ibnu Majah terdapat tiga puluh hadits yang tergolong hadits maudhu ’. Dianta

Pembatal-pembatal shalat dan apa-apa yang diharamkan di dalamnya

Telah kita ketahui bersama bahwa shalat merupakan ibadah yang diaksanakan dengan ucapan dan gerakan yang khusus, dalam pelaksanaan shalat kita wajib memenuhi syarat-syaratnya, begitu juga rukun-rukunnya harus mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam , sebagaimana dalam sabda beliau, “Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku melaksanakan shalat.” Oleh karena itu, maka barang siapa yang melakasanakan shalat tapi tidak memenuhi syarat dan rukunnya, shalatnya dianggap batal dan ia wajib mengulanginya kembali. Selain itu pula disana ada fa k tor-faktor lain yang membatalkan shalat diantaranya adalah; 1.     Berbicara Yaitu mengucapkan dua kata atau lebih, atau dengan satu kata yang bisa dipahami. Telah dikhabarkan dari Zaid bin arqam ia berkata, “Suatu ketika kami berbicara dalam shalat, yaitu ada seseorang yang berbicara dengan temannya yang berada disampingnya, sehingga turun ayat, “Dan laksanakanlah shalat karena Allah dengan khusyu’”.(al Baqarah:238), mak

ACUAN TARGET HAFALAN AL-QUR’AN PER BARIS, PER BULAN SAMPAI HAFIZH 30 JUZ

Apakah anda ingin menghafal al-Qu’an? Jika memang iya, ini adalah target waktu hafalan al-Qur’an yang bisa anda pilih dengan kondisi dan kemampuan anda masing-masing. Anda bisa menimbang antara target dan kemampuan. Dengan memiliki target ini anda bisa mengukur kapan anda bisa selesai menghafal al-Qur’an. Menghafal al-Qur’an adalah program seumur hidup. Jika anda tidak memiliki target, sebaik apapun kemampuan, anda tidak akan tercapai. Namun jika anda menghitungnya dengan tepat anda akan mendapatkannya. Meskipun dengan relatif waktu yang tidak cepat. Asalkan memiliki komitmen yang kuat. Berikut adalah acuan hafalan yang anda dapatkan jika anda menghafal al-Qur’an perbaris. Acuan al-Qur’an yang digunakan dalam tulisan ini adalah mushaf utsmani yang 1 halamannya berjumlah 15 baris. 1 juz berjumlah 20 halaman. Ø   Jika anda menghafal 1 baris sehari, maka anda akan hafal 1 juz dalam 10 bulan, dan hafal al-Qur’an dalam 24 tahun 4 bulan. Ø   Jika anda menghafal 2 baris sehari, and