Salah satu aqidah syiah adalah al-Thinah. Keterngan tentang
aqidah ini tertulis dalam bebara literatur utama syiah. Aqidah ini juga
termasuk yang paling banyak mempengaruhi perilaku orang-orang syiah. Tapi sebagaimana
normalnya orang syiah, aqidah ini mereka tutup-tutupi.
Definisi Al-Thinah secara bahasa adalah tanah atau potongan
tanah. Adapun secara istilah yaitu kepercayaan yang menyatakan bahwa tanah yang
Allah gunakan untuk menciptakan mereka (syiah) dengan sunni (orang-orang
kafir) atau selain mereka berbeda.
Sejarah Kemunculan Aqidah Al-Thinah bermula dari
kegeelisahan Abdullah bin Kaisan ketika melihat banyak orang syiah yang
melakukan kemaksiatan dan kerusakan. Tapi di sisi lain dia melihat orang sunni
yang sholeh dan banyak memiki karya. Kemudian hal ini disampaikan kepada Abu Ja’far
Muhammad bin al Baqir untuk meminta kejelasan. Kemudian lahirlah sebuah hadits
yang redaksinya sebagai berikut:
“Diriwayatkan dari Ali bin Ibrahim
dari ayahnya dari Hammad bin Isa, dari Rib’i bin Abdullah, dari seorang
laki-laki (majhul), dari Ali Husain ia berkata: “sesungguhnya Allah azza wa
jalla telah menciptakan hati dan badan para nabi dari tanah yang paling tinggi (‘illiyyin). Dan
telah menciptakan hati orang-orang beriman dengan tanah itu juga. Dan menciptakan
badan kaum mu’minin dari tanah di bawah itu (yang drajatnya dibawah tanah
nabi), dan menciptakan hati serta badan orang-orang kafir dari sijjin, kemudian
mencampuri kedua tanah tersebut, itulah sebabnya orang mukmin bisa melahirkan
orang kafir, dan orang kafir bisa melahirkan orang mukmin. Dari sini juga
terkadang orang mukmin bisa melakukan keburukan dan orang kafir bisa melakukan
kebaikan. Maka dengan demikian hati orang mukmin ridu kepada tanah asal
penciptaannya dan orang kafir juga rindu kepada tanah asal penciptaannya.[1]
Landasan aqidah al-thinah ini dapat ditemukan pada referensi
induk mereka. Seperti dalam kitab al-kafi yang ditulisoleh al-Kulayini
dan biharul anwar yang ditulis oleh al-Majlisi. Dalam dua kitab
induk tersebut disebutkan aqidah al-thinah menjadi bab tersendiri. Selain
itu dalam kitab al-anwar an-nu’maniyyah yang ditulis oleh Ni’matullah
al-Jazari juga ditulis sebuah bab yang berjudul bur thiny.
Tentu saja pemahaman syiah ini berbeda dengan apa yang dikabarkan
dalam al-Qur’an dan Sunnah dalam penciptaan manusia. Dalam surat al-hajj:5
Allah ta’ala menceritakan:
“Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari
kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah,
kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari
segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami
jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki
sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi,
kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di
antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan
umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang
dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila
telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan
menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah”
Dalam sunnah dijelaskan,
Diceritakan dari hasan bin Rabi’
diceritakan dari Abu Ahwash dari A’masy dari Zaid bin Wahab, Abdullah bin Mas’ud
berkata: kami diberitahu Rasulullah dan berliau adalah orang yang jujur lagi
terpercaya. Beliau SAW bersabda: “sesungguhnya telah disempurnakan
penciptaan salah seorang dari kalian dalam perut ibunya selama 40 hari dalam
bentuk seperma. Kemudian dia menjadi segumpal darah selama itu pula. Kemudian menjadi
segumpal daging selama itu pula. Kemudian Allah mengutus kepadanya malaikat dan
diperintahkan untuk menulis 4 perkara untuknya. Yaitu: rizki, ajal, amalan, dan
nasib setelah dia meninggal apakah celaka atau bahagia. Baru kemudian ditiupkan
ruh...[2]
Dari ayat dan hadits di atas tidak ditemukan bahwa Allah membeda-bedakan
dalam penciptaan manusia. Tidak seperti yang telah dikemukakan oleh Syiah. Artinya
Syiah telah menyimpang dari apa yang diajarkan oleh al-Qur’an dan Sunnah.
Ada beberapa catatan penting untuk menanggapi aqidah thinah ini.
Pertama, dengan adanya thinah ini takaran kebenaran menjadi syiah
tidaknya seseorang. Selain golongan mereka berarti sesat. Jika ada golongan
Syiah yang menyimpang, itu disebabkan karena ada pencampuran tanah kafir.
Catatan Kedua, adanya kelemahan dalam sumber rujukan aqidah thinah
yang tidak bisa dipertanggung jawabkan. Dengan adanya periwayat ‘seorang
laki-laki yang tidak diketahui (majhul)’ yang mereka ambil dari ushulul kafi
padahal klaim mereka kitab ini adalah kitab yang paling shahih[3].
Catatan ketiga, aqidah ini sangat mirip dengan aqidah yahudi
yang mengunggulkan ras dalam menakar kebaikan dan keburukan. Mereka tetap suci
dengan semua keburukan yang telah mereka lakukan.
Inilah penjelasan dari aqidah thiinah yang menjadi keyakinan
Syiah. Dengan landasan yang telah mereka kemukakan dan mereka definisikan.wallahu
a’lam bish showab
[1] Al-Kulayini, Ushulul
Kafi, hal. 5
[2] HR. Bukhari
1422
[3] Sebagai
mana yang tertulis dalam kitab nadhariyyatus sunnah fi fikr al-imami as-syi’i,
hal.258-259
Comments