
ARTI KATA ‘AMIN’ (آمين)
Arti amin secara bahasa adalah ‘kabulkanlah’.[1]
Cara membaca ammin adalah dengan ada mad dan tasydid (آمين) Atau aamiin. Salah baca bisa salah
arti karena ada AMIN, AAMIN, AMIIN, dan AAMIIN.
AMIN = Aman. AAMIN = Meminta Pertolongan.
AMIIN = Jujur, bentuk lainnya adalah Amanah. AAMIIN = Kabulkan doa kami. Ini
berdasarkan fi’il (kata kerja salam Bahasa Arab) merupakan permohon kepada
Allah SWT agar doa kita diijabahkan, dikabulkan-Nya.
Kalimat amin hanya ada pada ummat nabi
Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Karena belum pernah ada kalimat ini pada
ummat-ummat sebelumnya. dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda:
ما حسدكم اليهود على شيء ما حسدوكم على آمين وتسليم بعضكم على بعض
Artinya: “tidak ada kedengkian orang Yahudi
terhadap kalian (kaum muslimin) selain atas kalimat Amiin. Dan Saling berucap
salam antara satu sama lain dari kalian”[2]
قال ابن العربي : هذه الكلمة لم تكن لمن قبلنا ، خصنا الله تعالى بها
Ibnu Arabi mengataka: “kalimat ini (amiin)
belum diberikan kepada kaum sebelum kita. Kemudian Allah berikan secara khusus
kepada kita (Ummat Muhammad)”[3]
HAKIKAT TA’MIN, ATAU MEMBACA AMIN
Arti sebenarnya dari amin adalah
hakikatnya sebuah do’a. Sebab seorang mukmin ketika mengucap kalimat amin,
sebenarnya dia sedang meminta kepada Allah agar mengabulkan sebuah do’a[4]
HUKUM TA’MIN, ATAU HUKUM
MEMBACA AMIN
Hukum asli dari membaca amin adalah sunnah.
Tapi bisa berubah menjadi haram ketika mengaminkan do’a yang diharamkan.[5]
TIDAK ADA KALIMAT AMIIN DALAM
AL-QUR’AN
Kalimat amin tidak ada dalam al-Qur’an.
Para ulama tidak ada yang berbeda pendapat tentang kalimat amin bukan
dari Al-Qur’an. Kalimat amin bersumber dari nabi Muhammad shallallahu alaihi
wa sallam. Kemudian kita mengikuti apa yang telah dilakukan oleh Nabi.
Selain itu Nabi juga meminta untuk membacanya
ketika sedang sholat ataupun diluar sholat.[6]
TEMPAT YANG TEPAT MEMBACA AMIN
Meskipun hakikat amin adalah sebuah
do’a, tapi dia tidak bisa dibaca secara mandiri. Bacaan amiin harus
dengan do’a yang diikuti sebelumnya. maka penempatannya yang paling penting ada
dua tempat:
1. Di dalam sholat, ini dibaca hanya setelah membaca surat
al-fatihah, setelah do’a qunut shubuh, setelah qunut witir, atau setelah qunut
nazilah.
2. Di luar sholat, ini dibaca setelah membaca surat al-fatihah,
mengaminkan do’a dalam khutbah, atau do’a ketika sholat istisyqa’.
PERTAMA: TA’MIN (MEMBACA AMIIN) DALAM
SHALAT.
a. Membaca Amin Dalam Sholat Setelah
Surat Al-Fatihah.
Bagi
orang yang sholat sendiri hukumnya sunnah. Baik itu sholat yang sifatnya
sirriyah (sholat yang dibaca secara pelan suratnya seperti dzuhur dan ashar)
atau jahriyyah (sholat yang dibaca keras dalam suratnya seperti subuh, maghrib,
isya). Begitu juga dengan sholat jama’ah.
Kasusnya
berbeda jika membaca amin dalam sholat jama’ah yang sifatnya jahriyyah maka
rincian hukumnya sebagai berikut, ada 3 pendapat.
Pendapat
pertama, disunnahkan
membaca amin. Ini adalah pendapat madzhab Syafi’i, Hambali, dan Hanafi selain
periwayatan dari al-Hasan dari Abu Hanifah. Hal ini juga merupakan pendapat
Maliki yang merupakan madaniyyin (orang-orang madinah) dengan landasan
hadits[7]
yang berbunyi,
إذا أمن الإمام فأمنوا
، فإنه من وافق تأمينه تأمين الملائكة غفر له ما تقدم من ذنبه
Artinya: “jika
seorang iman mengucapkan amin maka ikutilah, karena siapapun yang ucapan
aminnya bersamaan dengan ucapan aminnya malaikat, dia akan diampuni dosanya
yang lampau maupun yang akan dilakukan.”[8]
Pendapat
kedua, bukan termasuk sunnah, pendapat ini adalah
pendapat madzhab Maliki yang mishriyyin (orang-orang mesir) dan pedapat
al-Hasan dari ulama Madzhab Hanafi. Dalil yang mereka gunakan adalah dalil yang
diriwayatkan oleh Imam Malik dari Abu Hurairah, Rasulullah saw. bersabda,
إذا قال الإمام : غير
المغضوب عليهم ولا الضالين ، فقولوا : آمين ، فإنه من وافق قوله قول الملائكة غفر
له
Artinya, “apabila
imam mengucapkan ‘ghairil maghdhubi alaihim wa ladh dhallin’ dalam sholat, maka
katakanlah ‘amiin’. Sebab barang siapa yang ucapannya membarengi ucapan
malaikat dia akan diampuni dosanya”[9]
Hadits
ini menjadi menjelaskan kalau ternyata Rasulullah tidak mengucapkannya; karena
dalam hadits itu Rasulullah membedakan antara pengucapan amiin sendiri
dengan pengucapan orang lain. melakukan pembedaan itu menunjukkan bukan sunnah.[10]
Pendapat
ketiga, wajib mengucap amin. Ini adalah pendapat Ishaq
bin Ibrahim dari riwayat Imam Ahmad. Dari periwayatan Ishaq bin Ibrahim bahwa
Rasulullah memerintahkan untuk mengucapkan amiin.
Melihat
perbedaan pendapat di atas maka menurut penulis, untuk masyarakat Indonesia
hendaklah membaca amin. karena mengikuti pendapat madzhab Syafi’i. Lagi
pula keempat Imam Madzhab bersepakat dalam masalah mengucap amiin hukumnya
adalah sunnah. Dan bagi kita tidak perlu menyalahkan orang-orang yang
menganggap mengucap amin tidak sunnah atau yang menganggapnya sebuah kewajiban.[11]
b. Apakah Mengucapkan Amin Harus
Dilakukan Ketika Mendengar Langsung Atau Tidak.
Lalu
muncul pertanyaan bagaimana dengan mengucap amin mengikuti ma’mum yang
mengucapkan amin dari Imam sholat. Padahal dia tidak secara langsung
mendengarnya dari Imam. Kasus ini bisa saja muncul disebabkan mungkin jarak
Imam dan shaf ma’mum yang sangat jauh sehingga tidak bisa mendengar secara
langsung. Karena empat Imam Madzhab bersepakat bahwa mengucap ammin mengikuti
imam hukumnya sunnah.
Dalam
masalah ini ada dua pendapat menurut para ulama Fiqh,
Pendapat
pertama, tetap hukumnya disunnahkan
mengucapkan amiin. Pendapat ini adalah pendapat madzhab Hanafiyah, pendapat
sebagian ulama Malikiyah dan Syafi’iyah, meskipun dalam pendapat sya’fiiyyah
termasuk pendapat yang dhaif (lemah).
Pendapat
kedua, tidak diharuskan
mengucap amiin. Pendapat ini adalah pendapat yang mu’tamad menurut
Syafi’iyah, pendapat lain dari beberapa ulama Malikiyah. Adapun dalam madzhab
Hanabilah penulis belum menemukan pembahasan ini.[12]
c. Apakah membaca Amiin harus dengan
keras (jahr) atau pelan (sirr)
Tidak
ada perbedaan pendapat Imam Madzhab Empat, jika shalat yang dilakukan adalah
sholat siir maka dibaca juga dengan sirr. Dan hukum membacanya
sunnah baik dalam sholat sendiri maupun berjamaah.[13]
Adapun
jika yang dilakukan adalah sholat jahr, maka membaca amiin dalam hal ini para
ulama berbeda pendapat,
Pertama, disunnahkan membaca dengan sirr,
ini merupakan pendapat Hanafiyyah dan Malikiyyah. Dan pendapat ini secara
jelas menyelisihi pendapat Syafi’iyyah. Hanya saja menurut Malikiyyah hukum ini
disunnahkan hanya untuk ma’mum dan sholat sendirian. Dalam pandangan Ulama
Hanafiyyah hukumnya sunnah untuk semua sholat, baik sendiri maupun berjamaah,
pendapat ini juga diambil oleh sebagian ulama Malikiyyah di antaranya adalah
Ibnu Hajib Ibnu Arofah. Alasannya karena amiin adalah do’a, dan hukum
asal do’a adalah menuturkan dengan lembut.[14]
Sebagaimana
firman Allah, “Berdoalah kepada Tuhan-mu dengan rendah hati dan suara yang
lembut.”[15]
Dan juga pendapat Ibnu Mas’ud[16]
yang mengatakan, “ada 4 perkara yang disembunyikan dari Imam diantaranya,
membaca amiin.”
Dan
pendapat Syafi’iyyah, membaca Amiin secara pelan hanya khusus untuk ma’mum saja
jika Imam sudah membaca amiin. Dalam kondisi lain disunnahkan membca sirr
jika jamahnya sedikit.[17]
Kedua, disunnahkan untuk membacanya secara jahr.
Ini merupakan pendapat madzhab Syafi’iyyah dan Hanabilah. Hanya saja
Hanabilah mensunnahkan hukum ini dalam sholat secara umum. Dan Ulama
Syafi’iyyah menganggap sunnah dalam sholat jika dia sebagai Imam atau ketika
dia sholat sendiri. Akan tetapi meskipun
begitu kalau seandainya ingin mengucap amin disunnahkan untuk mengcap secara
jahr. Ada juga yang mengatakan, disunnahkan membaca jah itu hanya ketika banyak
jamaah di belakangnya. Namun jika jam’ahnya sedikit tidak disunnahkan jahr.
Ulama yang berpendapat jahr itu sunnag beristidlal dengan hadits
Rasulullah ketika beliau mengucap ‘amiin’, beliau mengucapnya dengan jahr.[18]
Ketiga, memilih antara membaca jahr dan sirr, ini
adalah pendapat dari Ibnu bukair, Ibnu al-Arabi ulama malikiyah, hanya saja
menurut Ibnu Bukair hanya diperuntukkan bagi Imam saja. Tapi menurut Ibnu
al-Arabi itu berlaku untuk semua baik imam ataupun makmum. Beliau menshahihkan
di dalam kitab ahkamul qur’an untuk membaca jahr.[19]
Dalam
pendapat Syafi’iyyah dan Hanabilah Tapi meskipun imam membacanya secara sirr,
makmum tetap disunnahkan untuk membacanya dengan jahr. Hal ini tidak tergantung
dengan ucapan amiinnya imam. Karena barangkali dia lupa, sehingga dia bisa
ingat dengan amiin yang kita baca dengan jahr.[20]
MEMBACA AMIIN DENGAN BERSAMA IMAM ATAU
SETELAHNYA?
Menurut madzhab Syafi’i dan dan pendapat yang
shahih menurut Hanabilah, bahwa membersamai imam dalam mengucapkan amin
hukumnya sunnah. hal ini dilandaskan dengan hadist yang berbunyi,
إذا
قال أحدكم : آمين ، وقالت الملائكة في السماء : آمين ، فوافقت إحداهما الأخرى ،
غفر له ما تقدم من ذنبه
“Jika ada diantara kalian yang mengucap amiin
maka sebenarnya malaikat di langit juga mengucap amiin juga. Maka jika
ucapannya bersamaan dengan ucapan malaikat ia dosanya akan diampuni yang lalu
atau yang akan datang.” (HR. Bukhori dan Muslim)[21]
Begitu juga pendapat malikiah dan Hanafiyah
juga dengan membersamai imam.
إذا
قال الإمام : غير المغضوب عليهم ولا الضالين ، فقولوا : آمين ، فإنه من وافق قوله
قول الملائكة غفر له ما تقدم من ذنبه
“Jika Imam mengucapkan, ‘ghairil
maghdzubi alaihim wa ladh dhollin, maka ucapkan ‘amiin’, maka barang siapa yang
ucapan aminnya bersama dengan malaikat Allah akan ampuni dosa yang telah lalu”[22]
[1]
Al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaiytiyyah, vol. 1 hal. 110
[2]
HR. Bukhari, Ibnu Majah dan Ahmad. Hadits ini shohih sebagaimana dalam kitab faidhul
qadir¸ hal. 440, vol. 5
[3]
Syarh al-Rudh, hal. 154, vol. 1
[4]
Tafsir al-Thabari, hal. 110 vol. 12, Tafsir Fahru al-Razi, hal.
152, vol. 17
[5]
Raddul Mukhtar al Durril Mukhtar, hal. 331, vol. 1
[6]
Raddul Mukhtar al Durril Mukhtar, hal. 331, vol. 1
[7] al-Fatawa
al-Hindiyyah, hal.74, vol.1, Ibnu Abidin, hal. 282, vol. 1, al-khursyi,
hal.282, vol.1, al-Rahwani, hal.
416, vol. 1. Ahkam al-Qur’an, Ibnu Arabi, hal. 7, vol. 1, al-Mughni
Syarhul Kabir, hal. 528, vol. 1
[8]
HR. Ahmad, dalam kitab faidhul qadir, hal.303, vol.1
[9]
HR. Malik, Bukhari, Abu Daud & Nasa’i, al-Fathu al-Kabir, hal. 136,
vol. 1
[10] Al-Rohwani,
hal. 416, vol. 1
[11] Al-Inshaf,
hal. 120, vol. 2
[12]
Al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah
[13] الفتاوى الهندية
1 / 74 ، وابن عابدين 1 / 331 ، والبحر الرائق ، 1 / 331 المطبعة العلمية ، والخرشي
1 / 282 ، والدسوقي 1 / 248 ، وشرح الروض 1 / 154 ، والمغني مع الشرح 1 / 531
[14] الفتاوى الهندية 1 / 74 ، 107 ، والرهوني 1 /
416 ، وأحكام القرآن لابن العربي 1 / 7
[15]
Al-A’raf: 55
[16] الهداية 1 / 48 ط الحلبي
[17] مغني
المحتاج 1 / 161 ط مصطفى الحلبي ، والروضة 1 / 247 ط المكتب الإسلامي
[18] الفروع 1 / 308 ، ومطالب أولي النهى 1 / 432 ، وكشاف
القناع 1 / 312 وما بعدها ، والكافي 1 / 169 ، ومغني المحتاج 1 / 161 ، والروضة 1
/ 247 . وحديث " قال : " آمين " ورفع بها صوته " رواه الترمذي
وأبو داود والدارقطني وابن حبان . وسنده صحيح ، وصححه الدارقطني ( تلخيص الحبير 1 / 236 )
[19] الرهوني 1 / 416 ، وأحكام القرآن لابن العربي 1
/ 7
[20] الروضة 1 / 247 ، ومغني المحتاج 1 / 161 ، ومطالب
أولي النهى 1 / 432
[21] شرح الروض 1 / 154 ، ومغني المحتاج 1 / 161 ، والشرواني
على التحفة 2 / 51 ، والمغني مع الشرح الكبير 1 / 529 ، وتصحيح الفروع 1 / 307 وحديث
: إذا أمن الإمام . . . " رواه ، مالك وأحمد والشيخان وأصحاب السنن عن أبي هريرة
( الفتح الكبير1 / 88 ) وحديث : " إذا قال أحدكم . . . ) رواه مالك والشيخان والنسائي
عن أبي هريرة بنحوه ( الفتح الكبير 1 / 136 )
[22] الهداية 1 / 48 ، والبحر الرائق 1 / 331 ، وابن
عابدين 1 / 331 ، والخرشي 1 / 282 ، ومسالك الدلالة في شرح متن الرسالة ص 41 ولعلهم
سكتوا عن ذلك لأن المقارنة لا تظهر في الغالب نظرا للإسرار بالتأمين عندهم . ( انظر
ف 8 ) والحديثان سبق تخريجهما .
Comments