Dari seluruh
unsur pembentuk iman yang hakiki dan membuat seseorang benar-benar berstatus
mengabdi kepada Allah adalah kata hati dan amal hati. Kata lisan dan amal
anggota badan hanya menyelamatkan seseorang secara duniawi. Tanpa kata hati dan
amal hati, kata lisan dan amal anggota badan yang dilakukan seseorang hanya sia-sia
belaka.
Sebagaimana
yang dikutip oleh Ibnu Rajab al-Hanbali (dalam kitab Jami’ al-Ulum wa al-Hikam,
1/57) Imam Syafi’i rahimahullah mengatakan,
وكان الإجماع من الصحابة
والتابعين من بعدهم ومن أدركناهم يقولون: الإيمان قول وعمل ونية، لا يجزئ أحد الثلاثة
إلا بالآخر
Artinya: “Termasuk
perkara ijma’ para sahabat dan tabi’in setelah para sahabat dan ulama yang kami
temui, menereka mengatakan: Iman itu adalah perkataan, amalan dan niat. Ketiganya
tidak bisa mencukupi yang lainnya kecuali dengan keberadaan yang lain (salah
satu melengkapi ketiganya).”
Salah dalam
membentuk kata hati dan amal hati akan menjadi gerbang kemunafikan bagi
seseorang. Orang-orang munafik adalah orang-orang yang berkata lisan (baca:
mengucapkan dua kalimat syahadat) dan beramal dengan anggota badan namun tidak
berkata hati dan beramal hati. Sehingga perlu bagi kita untuk memastikan diri
memiliki kata hati yang benar, juga amal hati yang semestinya. Orang munafik
ini yang kelak menjadi penghuni dasar neraka.
وَإِذَا لَقُواْ الَّذِينَ
آمَنُواْ قَالُواْ آمَنَّا وَإِذَا خَلَوْاْ إِلَى شَيَاطِينِهِمْ قَالُواْ إِنَّا
مَعَكْمْ إِنَّمَا نَحْنُ مُسْتَهْزِئُونَ -١٤-
Artinya: “Dan
apabila mereka berjumpa dengan orang yang beriman, mereka berkata, “Kami telah
beriman.” Tetapi apabila mereka kembali kepada setan-setan (para pemimpin)
mereka, mereka berkata, “Sesungguhnya kami bersama kamu, kami hanya
berolok-olok.” (Qs. al-Baqarah:
14)
Unsur-unsur
pembentuk iman atau ruang lingkup ibadah kepada Allah meliputi kata dan amal.
Kata hati dan kata lisan; serta amal hati dan amal anggota badan. Iman yang
hakiki harus terdiri dari keempatnya. Dari keempatnya yang paling urgen adalah
kata hati dan amal hati; meskipun—sekali lagi—iman yang benar harus terdiri
dari keempat-empatnya.
Hakikat Kata
Hati
Berkata hati
artinya membenarkan dan meyakini semua perkara yang harus dibenarkan dan
diyakini. Baik perkara itu logis ataupun perkara yang sifatnya tidak logis. Perkara
logis seperti penciptaan manusia selama di kandungan. Sedangkan perkara yang
tidak logis seperti perkara-perkara yang dikabarkan oleh Allah dan Rasul-Nya,
seperti diciptakannya malaikat, diutusnya para Nabi sebelum Nabi Muhammad saw adanya hari Kiamat, adanya surga
dan neraka, alam barzakh dan berbagai perkara lainnya. perkara yang tidak logis
ini termasuk dalam iman kepada hal yang ghoib.
الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ
وَيُقِيمُونَ الصَّلاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ -٣- والَّذِينَ يُؤْمِنُونَ
بِمَا أُنزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنزِلَ مِن قَبْلِكَ وَبِالآخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ
-٤-
Artinya: “(yaitu)
mereka yang beriman kepada yang gaib, melaksanakan shalat, dan menginfakkan sebagian
rezeki yang kami Berikan kepada mereka, dan mereka yang beriman kepada
(al-Quran) yang diturunkan kepadamu (Muhammad) dan (kitab-kitab) yang telah
diturunkan sebelum engkau, dan mereka yakin akan adanya akhirat.” (Qs.
al-Baqarah: 3-4)
Iman Sangat
Berkaitan Dengan Ilmu
Seorang muslim
yang benar-benar muslim harus meyakini hanya Allah yang boleh diibadahi. Peribadatan kepada selain Allah adalah
peribadata batil, haram dan dosa besar. Sehingga ia harus berusaha mengetahui
dan mempelajari hal-hal mendasar yang berkaitan dengan peribadatan kepada
Allah.
ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ
هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِن دُونِهِ هُوَ الْبَاطِلُ وَأَنَّ اللَّهَ
هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ -٦٢-
Artinya: “Demikianlah
(kebesaran Allah) karena Allah, Dia-lah (Tuhan) Yang Hak. Dan apa saja yang
mereka seru selain Dia, itulah yang batil, dan sungguh Allah, Dia-lah Yang Maha
Tinggi, Maha Besar.” (Qs. al-Hajj: 62)
Pembelajaran tentang
peribadatan kepada Allah bagi seorang Muslim hanya bersumber dari nabi Muhammad
saw sebagai utusan-Nya. Artinya Nabi Muhammad adalah perwakilan Allah di bumi
ini. Taat dengan perintah nabi Muhammad berarti taat kepada Allah.
مَّنْ يُطِعِ الرَّسُولَ
فَقَدْ أَطَاعَ اللّهَ ٨٠-
Artinya: “Barangsiapa
menaati Rasul (Muhammad), maka sesungguhnya dia telah menaati Allah.” (Qs.
al-Nisa’: 80)
Selanjutnya, tentu
pengetahuan tentang ibadah kepada Allah ini bertahap. Seiring dengan
bertambahnya ilmu dan sampainya kabar dari Allah dan utusan-Nya, ia harus
meyakini berbagai perkara yang baru diketahuinya. Demikian sampai seluruh
perkara yang harus diyakini yang dikandung oleh ayat-ayat al-Quran dan
hadits-hadits Nabi yang shahih dipahami keseluruhannya. Karena bangunan
keimanan seseorang akan menjadi kokoh dengan bertahap.
Satu hal yang
harus disyukuri, bahwa Allah menerima udzur atas ketidaktahuan kita.
وَلاَ تَزِرُ وَازِرَةٌ
وِزْرَ أُخْرَى وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولاً -١٥-
Artinya: “Dan
seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, tetapi Kami tidak
akan menyiksa sebelum Kami Mengutus seorang rasul.” (Qs. al-Isra’: 15)
Allah akan mengampuni akan berbagai hal yang
belum kita pelajari/ketahui. Syaratnya, kita serius mempelajarinya dan berusaha
sungguh-sungguh untuk mengetahuinya. Wallahu a’lam.
Gunung Madu,
23 April 2020
Comments