
Berangkat dari firman Allah:
قُلْ
لِعِبَادِيَ الَّذِينَ آمَنُوا يُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُنْفِقُوا مِمَّا
رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ لَا بَيْعٌ
فِيهِ وَلَا خِلَالٌ
“Katakanlah
(Muhammad) kepada hamba-hamba-Ku yang telah beriman, “hendaklah mereka
melaksanakakan sholat, menginfakkan sebagian rezeki yang telah kami berikan,
secara sembunyi-sembunyi atau terang-terangan sebelum datang hari, ketika tidak
ada lagi jual beli dan persahabatan” (Qs. Ibrahim [14]: 31)
فَاتَّقُوا
اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَاسْمَعُوا وَأَطِيعُوا وَأَنْفِقُوا خَيْرًا
لِأَنْفُسِكُمْ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Maka kamu
bertaqwalah kepada Allah sesuai kesanggupanmu dan dengar serta ta’atlah. Dan
infaqlah harta yang baik untuk dirimu. Dan barang siapa yang dirinya dijaga
dari kekikiran, maka itulah orang yang beruntung” (Qs. at-Taghabun [64]: 16)
Rasulullah bersabda
مَا
مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا سَيُكَلِّمُهُ اللهُ، لَيْسَ بَيْنَهُ وَبَيْنَهُ
تُرْجُمَانٌ، فَيَنْظُرُ أَيْمَنَ مِنْهُ فَلَا يَرَى إِلَّا مَا قَدَّمَ،
وَيَنْظُرُ أَشْأَمَ مِنْهُ فَلَا يَرَى إِلَّا مَا قَدَّمَ، وَيَنْظُرُ بَيْنَ
يَدَيْهِ فَلَا يَرَى إِلَّا النَّارَ تِلْقَاءَ وَجْهِهِ، فَاتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ
بِشِقِّ تَمْرَةٍ
“Tidak satupun dari kalian kecuali akan diajak berbicara oleh Allah,
dan tidak ada penerjemah di antara dia dengan Allah. Maka orang yang diajak
berbicara itu kemudian melihat ke kanan dan tidak dia lihat kecuali apa yang
telah di perbuat. Kemudian dia melihat ke kiri juga tidak ada yang dia lihat
kecuali apa yang telah dia perbuat. Kemudian dia melihat ke depan dan di
hadapannya tidak ada apapun kecuali neraka di depan wajahnya. Maka, takutlah
kalian dengan neraka, meski hanya dengan satu butir kurma” (Hr. Bukhari, no. 6529 dan Muslim, no. 1016)
Ada cara menolak bala, selain bertawakkal,
berprasangka baik kepada Allah, berdoa dan kembali kepada Allah, beristighfar,
dan merutinkan itu semua siang-malam sembunyi-sembunyi ataupun terang-terangan.
Cara ini harus diketahui, ada satu amalan yang harus kita lakukan dan tidak
kalah penting dengan amalan sebelum-sebelumnya. Amalan itu adalah sedekah. Hal
ini sebagaimana yang telah disebutkan dalam sabda Rasulullah berikut ini,
عَنْ
أَبِي سَعِيدٍ الخُدْرِيِّ، قَالَ: خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فِي أَضْحَى أَوْ فِطْرٍ إِلَى المُصَلَّى، فَمَرَّ عَلَى النِّسَاءِ،
فَقَالَ: «يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ تَصَدَّقْنَ فَإِنِّي أُرِيتُكُنَّ أَكْثَرَ
أَهْلِ النَّارِ» متفق عليه
“Dari Sa’id
al-Khudri berkata: Rasulullah pernah keluar menuju tempat shalat pada hari raya
idul adha atau idul fitri. Kemudian beliau melewati rombongan para wanita, dan
bersabda: “wahai para wanita, beresedekahlah, karena sesungguhnya aku melihat
kebanyakan penghuni neraka adalah dari kalian” (Hr. Bukhari, no. 304 & Muslim, no. 889)
Seorang ulama ahli hadits bernama al-Hafizh Ibnu Hajar
menjelaskan:
وفي
هذا الحديث من الفوائد... أن الصدقةَ تدفَعُ العذاب
“Hadits ini memiliki beberapa faidah diantaranya,
bahwa sedekah itu bisa menolak adzab” [Fathul
Bari. Jilid I, hal. 406]
Ibnu Qayyim mengatakan:
للصدقة
تأثيرٌ عجيب في دفع أنواع البلاء، ولو كانت من فاجر أو ظالم، بل مِن كافر، فإن
الله تعالى يدفع بها عنه أنواعًا من البلاءِ، وهذا أمرٌ معلوم عند الناس، خاصتهم
وعامتهم، وأهل الأرض كلُّهم مُقِرُّون به؛ لأنهم قد جرَّبوه
“Sedekah itu bisa
memberikan efek yang ajaib dalam menolak bala. Meskipun yang melakukan tersebut
adalah seorang pendosa atau pelaku kedzaliman, bahkan orang kafir sekalipun.
Karena sesungguhnya Allah akan menolak berbagai macam bala dengan amalan
sedekah. Perkara ini telah diketahui manusia secara luas. Dan penduduk bumi
telah sepakat dengan ini, karena mereka telah mencobanya” [al-Wabil al-Shaib min
al-Kalim al-Thayyib, hal. 31]
Dalam perkataan Ibnu Qayyim yang lain:
في
الصدقة فوائدُ ومنافع لا يحصيها إلا الله؛ فمنها أنها تقي مصارعَ السوء، وتدفع
البلاء حتى إنها لتدفَعُ عن الظالم
“Dalam
bersedekah terdapat faidah dan manfaat-manfaat yang tidak terhitung kecuali
oleh Allah. Di antaranya menjaga dari tipu daya orang jahat, menolak bala,
bahkan bisa molak kedzoliman” [Uddatush Shabirin wa Dzakhiratusy Syakirin, hal. 254]
Pada saat kondisi
seseorang sakit atau dalam masa-masa pandemi, ada hadits khusus yang
mengatakan:
وَدَاوُوا
مَرْضَاكُمْ بِالصَّدَقَةِ
“Obatilah
penyakit kalian dengan bersedekah” (Hr. Abu Dauwud, dalam kitab al-Marasil
no. 105)
Ibnu Haj rahimahullah
mengatakan:
والمقصود
من الصدقة أن المريض يشتري نفسه من ربه سبحانه بقدر ما تساوي نفسه عنده، والصدقة
لا بد لها من تأثير على القطع؛ لأن المخبر صلى الله عليه وسلم صادق، والمخبَر عنه
كريم منان
“Artinya ketika
seorang sedang sakit, dia akan menbeli dirinya dari Allah dengan harga yang
setimpal, dan sedekah itu pasti akan memberikan efek baik. (Kita percaya)
karena yang telah mengabarkan ini adalah Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa
sallam yang jujur, murah hati dan sangat dermawan.” [al-Madkhal. Jilid IV,
hal. 141]
Selain itu juga
diceritakan bahwa seseorang pernah bertanya kepada Abdullah bin al-Mubarak
tentang penyakit luka bernanah yang ada di lututnya selama tujuh tahun, dan dia
telah berobat ke dokter manapun tapi belum sembuh. Maka Abdullah bin Mubarak
memerintahkan orang itu untuk menggali sumur di tengah-tengah masyarakat yang
sangat membutuhkan air bersih. Dan Abdullah bin al-Murak mengatakan “aku
berharap dengan mata air yang memancar itu bisa menghentikan aliran lukamu.” [al-Zawajir
an al-I’tiraf al-Kaba’ir. Jilid I, hal. 123]
Dalam kisah lain,
Seorang Abu Abdillah al-Hakim penulis kitab Mustadarak memiliki luka
bernananah di wajahnya hampir 1 tahun lamanya. Kemudian dia meminta do’a
kesembuhan kepada banyak orang-orang baik, kemudian dia bersedekah kepada kaum
muslimin dengan cara meletakkan penampungan air yang di bangun di depan
rumahnya. Akhirnya di situ air sangat melimpah dan masyarakat banyak yang
mengambilnya untuk minum. Dan tidak sampai 1 minggu nanahnya hilang dan lukanya
itu sembuh. Wajahnya bahkan kembali mulus lebih baik dari pada sebelumnya. (Hr.
Baihaqi dalam kitab Syu’abul Iman. Jilid V, no. 29)
Kisah itu
sebenarnya sangat wajar, karena Rasulullah bersabda:
الْمَعْرُوفُ
إِلَى النَّاسِ يَقِي صَاحِبَهَا مَصَارِعَ السُّوءِ، وَالْآفَاتِ، وَالْهَلَكَاتِ
“Kebaikan yang
dilakukan kepada manusia akan melindungi pelakunya dari perbuatan jahat,
kesialan, dan kebinasaan” (Hr. al-Hakim dalam kitab Mustadrak, no. 943 dan al-Thabrani
dalam kitab al-Ausath, no. 943)
Kemudian perhatikan
juga perkataan Rasulullah pada saat masyarakat madinah ketakutan dengan adanya
gerhana matahari, beliau bersabda:
فَإِذَا
رَأَيْتُمْ ذَلِكَ، فَادْعُوا اللَّهَ، وَكَبِّرُوا وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا»
“Jika kalian
melihat itu (gerhana), berdo’alah kepada Allah, perbanyaklah takbir, sholat dan
besedekahlah” (Hr.
Bukhari, no. 1044 dan Muslim, no. 901)
Ibnu Daqiq al-Id
menjelaskan, hadits ini merupakan sebuah petunjuk bahwa bersedekah pada
waktu-waktu mengerikan adalah sunnah. Sebagai bentuk penolak bala dan hal-hal
yang dikhawatirkan. [Ihkam al-Ahkam Syarh Umdat al-Ahkam. Jilid 1, hal.
353]
Sebuah kisah
tentang sedekah, bahwasanya seorang sahabat bernama Abu Thalhah, ketika itu termasuk orang kaya yang kebun kurmanya paling
banyak di Madinah. Salah satu kebun yang paling disukainya adalah ‘bairukha’.
Kebun ini letaknya ada di depan masjid. Rasulullah suka masuk ke kebun
tersebut untuk minum dari mata airnya yang segar.
Suatu ketika turun
ayat yang berbunyi:
لَنْ
تَنَالُوا البِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ
“Kamu tidak akan
memperoleh kebajikan, sebelum kamu meninfakkan sebagian harta yang kamu
cintai.” (Qs.
Ali Imran [3]: 92)
Abu Tholhah ketika
mendengar ayat ini, beliau langsung pergi menghadap Rasulullah dan
menceritakan, bahwa dirinya telah mendengar kabar turunnya ayat tadi. Dan
mengatakan: “Wahai Rasulallah, sesungguhnya harta yang paling saya cintai
adalah kebun ‘bairukha’. Saat ini juga saya infakkan untuk Allah. Saya berharap
kebajikan dan tabungan kebaikan di sisi Allah. Maka bagikanlah wahai Rasulullah
untuk orang-orang yang pantas menurut anda.
Rasulullah ketika
mendengar itu terkagum mengatakan, “Harta itu akan harta yang menguntungkan
(di hadapan Allah)” beliau sampai mengucapkannya 2 kali.
Kemudian Rasulullah
melanjutkan, “saya telah mendengar apa yang engkau katakan, dan saya
munyarankan untuk menginfakkannya kepada keluargamu”
Abu Thalhah
menjawab, “Aku akan melakukannya ya Rasulullah” Kemudian Abu Thalhah
mensedekahkannya kepada kerabatnya dan sepupu-sepunya. (Hr. Bukhari, no.
1423 dan Muslim, no. 1031)
Pada saat-saat
pandemi corona seperti ini banyak dari kaum muslimin yang ingin berangkat haji.
Tapi sepertinya perkataan Imam Ahmad yang mengingatkan tentang mana yang lebih
utama, berangkat haji atau melakukan sedekah bisa menjadi sebuah pertimbangan.
Imam Ahmad pernah ditanya seseorang, “Manakah yang lebih utama, Haji nafilah
atau menyambung tali kekerabatan (dengan harta)?”
Imam Ahmad
menjawab, “Jika kerabat-kerabat itu dalam kondisi yang membutuhkan, maka
menyambung tali kekerabatan (dengan harta) lebih saya sukai”. [al-Furu’
wa Tashih al-Furu’. Jilid IV, hal. 386]
Sebagai penutup
mari kita banyak melakukan sedekah dengan niat supaya Allah segera menerima
sedekah itu. Kemudian supa Allah segera menghentikan pandemi corona ini. Wallahu
a’lam
Comments