Banyak sekali kejadian
perselingkuhan yang menimpa rumahtangga yang selingkuhannya adalah pembantu
rumah tangga sendiri. Kami tidak punya datanya secara pasti. Tapi jika pembaca penasaran,
silahkan cari sendiri di google. Pasti banyak sekali kejadiannya. Soalnya saya
juga pernah membaca permasalahan ini. Baik pembantu rumah tangga itu laki-laki
maupun perempuan.
Permasalahan ini biasanya
timbul karena tidak adanya aturan antara laki-laki dan perempuan antara
pembantu dan pemilik rumah. Terbiasa bercengkrama berlebihan. Terbiasa
melakukan hal-hal yang semestinya tidak dilakukan. Lalu bagaimana kasus ini
jika dibaca dari kacamata syar’i.
Bagaimana cara
berinteraksi dengan pembantu rumah tangga lawan jenis, dalam aturan Islam?
Tulisan ini akan membahas
tentang aturan Islam dalam interaksi sosial antara pembantu dan majikan yang
lawan jenis.
1.
Berbicara Dengan Sewajarnya.
Tentu saja bercengkrama
dan bercakap-cakap dalam porsi yang wajar adalah hal yang tidak perlu
dipermasalahkan dalam Islam. Apalagi jika pembicaraan itu berkaitan dengan
maslahat pekerjaan rumah.
Selain itu tidak
diperbolehkan berbicara dengan manja-manja. Dengan menghalus-haluskan suara.
Ini berlaku bagi pembantu juga bagi majikan. Hal ini sebagaimana Allah
berfirman,
يَا
نِسَاء النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِّنَ النِّسَاء إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلَا تَخْضَعْنَ
بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلاً مَّعْرُوفاً
-٣٢-
“Wahai istri-istri Nabi! Kamu tidak seperti perempuan-perempuan yang
lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk (melemah lembutkan suara)
dalam berbicara sehingga bangkit nafsu orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan
ucapkanlah perkataan yang baik.” (Qs. al-Ahzab: 32)
Sebenarnya ayat ini turun
untuk Istri-istri Nabi. Namun, dalam penerapannya para ulama bersepakat bahawa
ini juga berlaku untuk kaum muslimin secara umum. Baik laki-laki maupun
perempuan.
Laki-laki maupun
perempuan dilarang untuk berbicara dengan lawan jenis, dengan cara bicara
menggoda, yang bukan mahram (Baca: Mahram: Wanita yang Haram Dinikahai). Adab berbicara dengan lawan jenis adalah berbicara
seperlunya dengan kalimat singkat padat, tidak dengan intonasi genit.
Hal ini sebagaimana yang
dicontohkan oleh seorang sahabat bernama Shafwan bin Mu’atthal. Suatu ketika
Ummul Mukminin A’isyah tertinggal rombongan kaum muslimin pada peristiwa haditsul
ifqi (fitnah orang munafiq terhadap ibunda A’isyah). Selama
perjalanan bersama bunda A’isyah, shafwan tidak pernah sedikitpun berbicara
kecuali hal-hal yang penting saja. (Hr. Bukhari 4141 dan Muslim 2779)
Peristiwa ini menunjukkan
bahwa adab yang paling baik bagi laki-laki maupun perempuana ketika ia berduaan
–karena terpaksa- adalah dengan mengurangi pembicaraan. Bahkan jika memang
tidak penting, lebih baik tidak perlu berbicara sama sekali.
Syari’at ini turun di
zaman Rasulullah, yang mana ketika zaman itu adalah zaman di mana sebaik-baik
wanita dan pria sedang hidup pada masa itu. Artinya kita sebagai umat setelah
mereka, yang iman tidaklah seberapa, lebih pantas untuk mengerjakan syari’at
ini jika memang kita menginginkan hidup yang nyaman.
2.
Tidak Boleh Berkhalwat Dengan
Pembantu
Berkhalwat artinya berdua-duaan. Meski pembantu adalah orang yang sering keluar masuk rumah, bahkan tinggal di rumah kita, bukan berarti mereka adalah mahram (Baca: Mahram: Wanita yang Haram Dinikahai) dengan kita. Hal ini tentu saja berlaku untuk pembantu lawan jenis. Karena kebanyakan, kejadian perselingkuhan yang menimpa rumah tangga dimulai dengan berdua-duaan dengan lawan jenis. Berkhalwat dilarang dalam Islam sebagaimana sabda Rasulullah saw.,
لاَ
يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ مَعَ ذِي مَحْرَمٍ
“Janganlah kalian berduaan dengan wanita yang bukan mahram” (Hr.
Bukhari)
Di antara solusinya
adalah dengan mempekerjakan banyak pembantu, sehingga tidak ada khalwat
di dalam rumah. Atau bisa juga dengan adanya istri dan anak. Atau bagaimanapun
caranya jangan sampai tergerak menuju pintu zina yang merusak rumah tangga.
Wallahu a’lam
Comments