
Kekafiran yang dilakukan oleh orang kafir adalah pilihan orang tersebut dan ketetapan Allah dalam waktu bersamaan. Hal ini bisa dijelaskan bahwa kufur dan iman itu perbuatan yang sifatnya pilihan bagi semua manusia. Selain itu juga kehendak yang telah ditetapkan oleh Allah bahwa pilihan-pilihan tersebut akan berkonsekuensi hukuman dan pahala. Tidak ada manusia yang merasa ditekan atau dipaksa untuk memilih hal tersebut.
Akan tetapi di sisi lain, kehendak
manusia tetap tunduk di bawah kehendak Allah dan tidak bisa keluar dari
kehendak-Nya. Sehingga seluruh yang berada di bawah kekuasaan Allah tidak ada yang
bisa keluar dari ketatapan Allah.
Manusia itu memiliki kehendak yang
mana kehendak itu akan dimintai pertanggung jawaban; dan kehendak manusia tidak
bisa berjalan kecuali di bawah kehendak Allah. Termasuk di dalamnya kehendak
untuk memilih kufur atau memilih Islam. Hal ini dijelaskan dalam al-Qur’an
dalam dua ayat:
Pertama, firman Allah yang berbunyi:
إِنَّ
هَٰذِهِ تَذْكِرَةٌ ۖ فَمَن شَاءَ اتَّخَذَ إِلَىٰ رَبِّهِ سَبِيلًا (29) وَمَا تَشَاءُونَ إِلَّا أَن يَشَاءَ اللَّهُ ۚ
إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا
“Sungguh, (ayat-ayat) ini
adalah peringatan, maka barangsiapa menghendaki (kebaikan bagi dirinya) tentu
dia mengambil jalan menuju kepada Tuhannya. Tetapi kamu tidak mampu (menempuh
jalan itu), kecuali apabila Allah kehendaki Allah. Sungguh, Allah Maha
Mengetahui, Mahabijaksana.” (Qs. Al-Insan: 29-30)
Kedua, firman Allah yang berbunyi:
لِمَن
شَاءَ مِنكُمْ أَن يَسْتَقِيمَ (28) وَمَا
تَشَاءُونَ إِلَّا أَن يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ
“(Yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau
menempuh jalan yang lurus. Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan
itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Rabb semesta alam” (Qs. Al-Takwir: 28-29)
Begitu banyak hadits yang di dalamnya
membicarakan masalah ini secara jelas bahwa keimanan dan kekufuran sejalan
dengan kehendak Allah. Rasulullah bersabda:
كان رسول الله صلى الله عليه
وسلم، ذات يوم جالسا وفي يده عود ينكت به، فرفع رأسه فقال: ما منكم من نفس إلا وقد
علم منزلها من الجنة والنار، قالوا: يا رسول الله فلم نعمل؟ أفلا نتكل؟ قال: لا،
اعملوا، فكل ميسر لما خلق له، ثم قرأ: فأما من أعطى واتقى، وصدق بالحسنى {الليل:
6} إلى قوله: فسنيسره للعسرى {الليل: 10} "
“Pada suatu hari Rasulullah saw. pernah duduk
sambil membawa kayu sambil beliau pukul-pukulkan. Kemudian Rasulullah mengankat
kepalanya sambil bersabda: ‘tidak ada dari jiwa kalian kecuali tetah diketahui
tempatnya di surga dan di neraka.’ Para sahabat kemudian bertanya: ‘Wahai
Rasulullah lalu kenapa kita harus beramal?’. Beliau menjawab: ‘Beramallah
kalian karena setiap orang akan dimudahkan sesuai takdir yang ditetapkan
untuknya.’ Kemudian beliau membaca: “Adapun orang yang memberikan (hartanya di
jalan Allah) dan bertakwa. Dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), Maka
Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah, Dan adapun orang-orang
yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala terbaik, maka kelak Kami
akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar.’ (Qs. Al-Lail: 6-10)” (Hr. Ahmad: 587)
Dan ini merupakan perkara yang telah
disepakati oleh Ahlus Sunnah wal Jama’ah, bahwa seorang hamba ketika
memilih antara menjadi kafir atau menjadi beriman, semuanya di bawah kehendak,
pilihan dan kemudahan dari Allah. Namun Allah juga memberikan peluang dan
kesempatan bagi hamba untuk memilih dan berkehendak, sehingga kehendak dan
pilhan hamba tersebut yang akan dipertanggung jawabkan.
Artinya bahwa keimanan dan kekafiran seorang
hamba itu tunduk dengan kehendak Allah dan ketetapan Allah. Sesungguhnya Allah
yang akan memudahkan hamba dalam memilih keiman. Allah juga yang berkenan agar
hamba tersebut selalu berada dalam keimanan disebabkan kelayakan yang ada pada
hamba tersebut. Sehingga hatinya dilapangkan untuk menerima Islam. Sedangkan
orang yang ditetapkan oleh Allah kekafiran, maka Allah tidak akan memuka
hatinya menerima keimanan sekalipun al-hujjah (bukti kebenaran) telah
sampai kepadanya.
Allah akan berbuat adil kepada hamba-Nya.
Sehingga Allah berikan Akal untuk semua hamba-hamba-Nya. Maka dengan akal itu
hambanya bisa melihat tanda-tanda keesaan Allah, mengenal peribadatan kepadanya
serta mengetahui hukum-hukum dan syariat-Nya. Lalu setealah itu Allah akan mengunggulkan
sebagian dari Hamba-Nya dengan melapangkan hati mereka untuk bisa menerima
keimanan. Karena Allah tahu hamba tersebut layak untuk mendapat kenikmatan ini;
dan Allah tidak berikan kenikmatan iman ini kepada yang lain, sehingga orang
tersebut memilih kekafiran, karena Allah tahu hamba tersebut tidak layak untuk
menerima kenikmatan iman.
Dari semua pembahasan ini, maka tersisa satu
pertanyaan, ‘Apakah mungkin adanya ketundukan pada kehendak hamba dengan
kehendak Allah bisa menjadi pembelaan dan argumen bagi seorang hamba di hadapan
Allah bahwa ia melakukan kekafiran atas dasar keterpaksaan?’
Maka jawabnya: ‘sama sekali tidak bisa
dijadikan pembelaan’
Ada beberapa sebab mengapa hal tersebut tidak
bisa menjadi pembelaan:
1. Karena seorang
hamba mempunyai kemampuan untuk memilih, yang mana pilihan tersebut akan
diperhitungkan di hadapan Allah sebagaimana yang ayat sebelumnya (“(Yaitu)
bagi siapa di antara kamu yang mau...), dan pilihan ini tidak ada paksaan
dari pihak manapun.
2. Karena seorang
hamba tidak merasa bahwa dia dipaksa atau didesak untuk menentukan pilihan
tertentu. Bahkan pada ketetapan yang telah dia pilih, itu menunjukkan bahwa dia
bisa memiliki kebebasan dalam berkehendak dan memilih.
3. Karena seorang
hamba tidak mengetahui pilihan yang telah ditetapkan oleh Allah. Kalau dia bisa
bisa merasakan tentu ia akan menjalani pilihan Allah dengan keterpaksaan. Ini adalah
makna dari (Beramallah kalian karena setiap orang akan dimudahkan sesuai
takdir yang ditetapkan untuknya...).
4. Karena kalau
seandainya takdir atau ketetapan Allah bisa menjadi argumen dan pembelaan bagi
orang kafir, maka tentu ini akan menjadi pembelaan juga untuk para pencuri atas
perbuatan kriminalnya, begitu juga pembunuh serta penjahat lainnya. Maka apakah
pantas seorang pelaku kriminal berargumen atas perbuatan jahatnya di balik ketetapan
Allah? Kalau sampai itu terjadi maka kehidupan akan selalu mencekam dan tidak
akan menjadi tenang.
Wallahu a’lam.
Gunung Madu, Jum’at 12 November 2021, 16:58
WIB
Comments