
Dalam ilmu tata bahasa Arab, kalam terbagi menjadi banyak bagian dari berbagai macam tinjauan. Hal ini bisa dipelajari dengan mengkaji ilmu-ilmu yang berhubungan tata bahasa Arab. Di antara yang paling penting yaitu yang berkaitan dengan Haqiqah dan Majaz.
Haqiqah adalah
penggunaan sebuah lafal dalam arti yang sesuai dengan makna lafal tersebut.
Sedangkan Majaz yaitu menggunakan sebuah lafal untuk menunjukkan makna
selain dari lafal tersebut.
Contohnya dalam
bahasa Arab kata ‘singa’ itu arti lafalnya adalah hewan buas sebagaimana yang
kita ketahui. Penggunaan kata ‘singa’ akan digunakan seperti ini ketika kita
melihat hewan buas ini kemudian kita mengatakan ‘ini singa’. Gambarang contoh
ini disebut dengan haqiqah. Karena lafal digunakan sesuai dengan makna
dari lafal tersebut.
Adapun ketika
kita menggunakan kata ‘singa’ sebagai sebutan untuk seseorang yang memiliki
sifat pemberani, maka penggunaan lafal ini disebut dengan majaz. Karena
kita mengguanakan sebuah lafal dengan makna selain dari makna asli yang
ditetapkan untuk lafal tersebut.
MACAM-MACAM
HAQIQAH
Haqiqah terbagi
menjadi 3 macam. Pertama haqiqah lughawiyah, kedua haqiqah urfiyah
ketiga haqiqah syar’iyyah.
1. Haqiqah
lughawiyyah
yaitu haqiqah
yang ditetapkan dari segi bahasa itu sendiri. Seperti kata ‘singa’ yang artinya
hewan buas. Contoh lain kata dabbah (الدابة) yang artinya setiap yang berjalan di muka
bumi, baik itu manusia, burung, hewan melata atau hewan-hewan yang berkaki
empat, dan lain sebagainya yang memiliki nyawa kemudian berjalan di muka bumi
maka disebut dengan dabbah (الدابة).
Hal ini
sebagaimana firman Allah ta’ala:
وَاللّٰهُ
خَلَقَ كُلَّ دَاۤبَّةٍ مِّنْ مَّاۤءٍۚ
“Dan Allah menciptakan
semua jenis hewan dari air” (Qs. An-Nur: 45)
2. Haqiqah
urfiyah
Yaitu haqiqah
yang ditetapkan oleh urf.
Misalnya seperti mengkhususkan kata dabbah (الدابة) hanya untuk hewan berkaki empat saja,
seperti kuda, keledai, dan lainnya. Yang mana jika kata ini diartikan sesuai
dengan haqiqah bahasa, tentu memiliki arti yang lebih luas lagi.
3. Haqiqah
Syar’iyyah
Yaitu haqiqah
yang ditetapkan oleh syariat. Seperti kata sholat (الصلاة) yang
mana arti secara bahasanya adalah do’a (الدعاء). Hanya saja kata ini memiliki arti khusus
yaitu suatu ibadah tertentu yang dibuka dengan takbir dan ditutup dengan salam.
Contoh lain seperti kata shaum (الصوم) yang arti secara bahasanya adalah menahan
(الإمساك).
Hanya saja kata ini memiliki arti khusus dalam haqiqah syariyyah yaitu
suatu ibadah tertentu yang diwajibkan di bulan Ramadhan.
MACAM-MACAM
MAJAZ
Majaz terbagi
menjadi dua, yaitu majaz mursal dan majaz aqli. Majaz mursal
yaitu kata yang mengandung selain arti asli kata tersebut. Sebabnya dikarenakan
ada kesamaan dan adanya qarinah yang menghalanginya untuk diartikan
seperti arti aslinya. Seperti contohnya firman Allah ta’ala:
وَيُنَزِّلُ
لَكُمْ مِّنَ السَّمَاۤءِ رِزْقًا
“dan
menurunkan rezeki dari langit untukmu” (Qs. Ghafir: 13)
Sebagaiamana
yang kita ketahui bahwa rizki itu tidak turun dari langit. Yang turun dari
langit itu hujan, yang mana hujan itu kemudian menjandi perantara kelurnya
rizki. Hujan adalah penyebab sedangkan rizki adalah sebab yang ditimbulkan.
Sehingga rizki adalah kalimat yang diartikan selain dari arti aslinya. Hal ini
disebabkan karena adanya keterkaitan dengan sebab-musabab. (Pembahasan tentang
keterkaitan sabab-musabab dapat dibaca di buku-buku disiplin ilmu balaghah)
Adapun arti dari
majaz aqli adalah menyandarkan satu perbuatan atau kata yang semakna
kepada arti yang bukan perbuatan tersebut, karena adanya ‘alaqah serta qarinah
yang mencegah untuk menyandarkan kepada makna yang sebenarnya. Seperti misalnya
ucapan “Seorang presiden membangun jalan” tentu yang membangun sebenarnya
adalah para pekerja presiden. Akan tetapi presiden adalah penyebab dari peristiwa
membangun itu. Sedangkan qarinahnya mustahil seorang presiden membangun dengan
tangannya sendiri. Sehingga terbentuklah kalimat majaz sebagaimana yang
tertulis.
Perbedaan atara majaz
mursal dan majaz aqli adalah Majaz mursal letaknya ada dalam
kata. Sedangkan majaz aqli terletak pada penyandaran.
Imam Haramain
dan yang lainnya membuat pemabagian majaz menjadi majaz bi ziyadah
dan majaz nuqshan. Contoh dari majaz bi ziyadah seperti firman
Allah ta’ala yang berbunyi:
لَيْسَ
كَمِثْلِهِ شَيْءٌ
“Tidak ada
sesuatu pun yang serupa dengan Dia” (Qs. Asy-Syura:11)
Dalam ayat ini,
huruf ك hanya
tambahan. Sebab jika tidak sebagai tambahan maka artinya adalah ‘penyerupaan’,
yang berarti Allah ta’ala memiliki wujud yang serupa. Tentu ini suatu
hal yang mustahil ada pada Allah ta’ala. Selain itu tujuan ayat ini juga
meniadakan permisalan bagi Allah ta’ala.
Adapun contoh majaz
nuqshan seperti firman Allah ta’ala yang berbunyi:
وَاسْأَلِ
الْقَرْيَةَ
“Dan tanyalah (penduduk) negeri” (Qs.
Yusuf: 82)
Barangkali
selain Imam Haramain menamai pembagian majaz ini dengan nama lain. Wallahu a’lam.
(Tulisan ini
banyak disarikan dari kitab al-Khulashoh fi Ushul Fiqh, karya Syaikh Hasan Hitou)
Comments