PENGERTIAN DOSA BESAR DAN DOSA KECIL
Dosa adalah meninggalkan apa saja yang telah diperintahkan oleh Allah ta’ala, baik perintah itu berupa perintah untuk dikerjakan atau melakukan apa yang diperintahkan oleh Allah ta’ala untuk dijauhi. Baik itu berupa perbuatan atau perkataan, yang bentuknya lahir maupun yang dilakukan secara batin. [1]
Dosa di dalam Islam terbagi menjadi
dua bagian; dosa besar dan dosa kecil. Keduanya memiliki pengertian yang
berbeda.
Dosa besar adalah setiap dosa yang
ada kaitannya dengan ancaman berat, siksaan, kemarahan, kutukan atau ancaman
masuk api neraka.[2]
Dosa kecil adalah semua dosa selain dari dosa-dosa besar; artinya dosa-dosa
yang tidak ada kaitannya dengan ancaman yang berat, tidak ada ancaman siksa
atau ancaman masuk api neraka.[3]
CONTOH
DOSA KECIL DAN DOSA BESAR
Contoh dosa kecil yaitu semua dosa selain dosa
besar. Sehingga contoh dari dosa kecil sulit dibatasi dengan angka tertentu. Di
antara contoh dari dosa-dosa kecil yaitu;[4]
Buang air besar dan kecil menghadap kiblat, mendengarkan ghibah, memelihara
anjing tanpa kebutuhan yang dibenarkan oleh syariat, mendiamkan sesama muslim,
banyak perselisihan dengan sesama muslim, dan lain sebagainya.
Adapun contoh dosa besar dalam Islam, di
antaranya:
tujuh hal yang membiasakan (sab'ul maubiqat)
yaitu: syirik, sihir, membunuh jiwa tanpa hak yang dibenarkan, memakan harta
riba, memakan harta anak yatim, lari dari medan perang, dan menuduh zina kepada
wanita baik-baik. Hal ini sebagaimana yang hadits yang diriwayatkan oleh Abu
Hurairah radhiyallahu anhu yang hadits itu berbunyi :
اجتَنبوا
السَّبعَ الموبِقاتِ، قالوا: يا رسولَ اللهِ: وما هنَّ؟ قال: الشِّركُ باللهِ،
والسِّحرُ، وقتلُ النَّفسِ الَّتي حرَّم اللهُ إلَّا بالحقِّ، وأكلُ الرِّبا،
وأكلُ مالِ اليتيمِ، والتَّولِّي يومَ الزَّحفِ، وقذفُ المحصَناتِ المؤمناتِ
الغافلاتِ
“Jauhilah tujuh hal yang membiasakan.” para
sahabat kemudian bertanya: “apa saja itu ya Rasulullah?” Rasulullah bersabda: “syirik
kepada Allah , sihir, membunuh jiwa tanpa hak yang dibenarkan, memakan harta
riba, memakan harta anak yatim, lari dari medan perang, dan menuduh zina kepada
wanita baik-baik lagi menjaga kehormatan” (Hr. Ibnu Hibban 5561)[5]
Dosa besar selain dari tujuh yang membiasakan.
Hal ini bisa disimpulkan dari beberapa teks syariat bahwa dosa besar tidak
hanya sebatas tujuh hal yang membinasakan. Ibnu Abbas ra. mengatakan bahwa
dosa-dosa besar bisa sampai 70 sampai dengan 77 macam.[6]
Contoh-contoh dosa besar telah ditulis oleh Imam Muhammad bin Ahmad bin Utsman
al-Dzahabi rahimahullah yang wafat pada tahun 748 H. Tulisa ini kemudian
diberi judul Al-Kabair, yang isinya tentang dosa-dosa besar yang
jumlahnya sampai 70 an macam.
Di antara dosa-dosa besar yang ditulis oleh
Imam Muahmmad bin Ahmad bin Utsman al-Dzahabi rahimahullah: meninggalkan
shalat, menolak membayar zakat, membatalkan puasa di bulan ramadhan tanpa
udzur, meninggalkan ibadah haji, padahal ia mampu melaksanakan, durhaka kepada
orang tua, mendiamkan saudara seiman, zina, liwath, berdusta, kecurangan yang
dilakukan oleh pemimpin, sombong, bangga diri, tinggi hati, bersumpah dengan
sumpah palsu, meminum khamr, memakan harta riba, berjudi, mencuri ghanimah, mencuri,merampok,
melakukan praktik suap, berpenampilan menyerupai laki-laki atau wanita, dayyuts
(tidak cemburu dengan keluarganya), tidak bersuci ketika kencing, mengkhianati
janji, mematamatai keburukan manusia, membenarkan ramalan dukun, mendustai
takdir, mengadu domba, membangkang dengan perintah suami, histeris berlebihan
atas kematian, mengganggu tetangga, curang dalam timbangan dan takaran saat
berdagang, mencaci sahabat Rasulullah saw., dan lain sebagainya.
DOSA KECIL BISA BERUBAH MENJADI DOSA BESAR
Perlu kita ketahui bahwa dosa besar itu bisa
ditimbulkan dari dosa kecil. Hal itu terjadi ketika dosa kecil dilakukan dengan
peremehan terhadap dosa tersebut dalam bentuk melakukannya berulang-ulang.
Karena hal itu menggambarkan bahwa seorang hamba meremehkan pengawasan Allah ta’ala.[7]
Selain itu dosa kecil juga bisa berubah
menjadi dosa besar ketika dilakukan secara terang-terangan atau merasa bangga
serta tidak ada penyesalan. Maka ketika kasusnya seperti ini, dosa kecil bisa
berubah menjadi dosa besar di mata Allah ta’ala.
TAUBAT DARI DOSA KECIL DAN DOSA BESAR
Secara umum, cara bertaubat dari perbuatan
dosa adalah meninggalkan dosa tersebut disertai dengan penysalan serta bertekad
kuat untuk tidak mengulangi kembali perbuatan dosa tersebut. Artinya tidak ada
perbedaan cara bertaubat dari dosa besar ataupun dosa kecil. Banyak dalil-dalil
yang berkaitan dengan pertaubatan di antaranya sabda Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam yang berbunyi,
مَن حجَّ فلم يرفُثْ ولم يفسُقْ
رجَع كما ولَدَتْه أمُّه
“Barang siapa yang melakukan ibadah haji dan
tidak melakukan rafats (perbuatan mesum serta tidak berbuat fasiq maka dia
kembali ke rumah seperti seorang yang baru saja dilahirkan oleh ibunya (tidak
memiliki dosa)” (Hr. Ibnu
Hibban 3694)[8]
Dalil ini bersifat umum tanpa ada batasan
antara dosa besar ataupun dosa kecil.
Dalam sebuah tafsir dari firman Allah ta’ala
yang berbunyi,
إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا مِن
قَبْلِ أَن تَقْدِرُوا عَلَيْهِمْ فَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّـهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
“Kecuali orang-orang yang bertobat sebelum
kamu dapat menguasai mereka; maka ketahuilah, bahwa Allah Maha Pengampun, Maha
Penyayang.” (Qs. Al-Maidah: 34)[9]
Ayat ini memberikan pengecualian bagi
orang-orang yang bertaubat dari dosa-dosa besar yang berhubungan dengan hak
manusia. Seperti misalnya, begal, rampok, pencurian, pembunuhan dan lain
sebagainya, maka pertaubatan dari perbuatan ini (selain taubat secara mandiri)
harus diserahkan juga kepada pemerintah untuk menjalani hukuman yang ditetapkan
oleh hakim.
Tapi kembali lagi bahwa pintu pertaubatan
akan selalu terbuka bagi orang yang melakukan dosa besar atau dosa kecil.
APAKAH ALLAH AKAN MENGAMPUNI
DOSA BESAR DAN DOSA KECIL
Pengampunan dosa besar dan dosa kecil
ini berbeda. Secara mutlak Allah ta’la akan mengampuni pertaubatan dari
dosa-dosa kecil yang pernah dilakukan seorang hamba. Adapun untuk dosa besar
maka ada perinciannya sebagaimana berikut:
-
Jika dosa yang dilakukan berkaitan
dengan hak-hak sesama manusia yang berkaitan dengan harta, seperti misalnya
hutang, maka dia harus membayar hutang tersebut.
Tapi ada pengecualian jika
dia kesulitan untuk membayar dan dia sudah berusaha keras untuk membayar, namun
Allah takdirkan dia meninggal dalam keadaan hutang belum terbayar. Maka dalam
kasus ini insya Allah diampuni oleh Allah ta’ala.
-
Adapun jika dosa besar ini berkaitan
dengan hak Allah ta’ala seperti meninggalkan shalat dan puasa secara
sengaja, maka cara bertaubatnya adalah dengan menyelesaikan tanggungan yang dia
tinggalkan.
-
Adapun jika berkaitan dengan
melakukan shalat di luar waktunya maka insya Allah akan diampuni dosanya.
-
Adapun berkaitan dengan zina dan liwath
(sodomi) yang diketahui secara terang-terangan oleh 4 orang saksi, maka tidak
ada jalan bertaubat kecuali ditegakkan kepadanya hukuman had yaitu dirajam
dengan batu.
Artinya jika tidak sampai
terlihat oleh 4 orang saksi secara terang-terangan, cukup dia bertaubat dengan
tidak mengulanginya dan menyesali perbutan hina tersebut.
Semua dosa kecil akan diampuni.
Adapaun dosa besar sebagian ada yang diampuni jika telah ditegakkan hukuman
untuk pelakunya seperti zina, liwath, mencuri dan lain sebagainya. Atau
jika berkaitan dengan mendzalimi hak sesama manusia maka dia akan diampuni
dosanya ketika dia telah menyelesaikan hak tersebut.
AMALAN PENGHAPUS DOSA-DOSA KECIL
Ada beberapa amal sholih yang bisa
menghapus dosa kecil. Di antaranya:
-
Menjauhi dosa-dosa besar. Hal ini
sebagaimana Allah ta’ala berfirman:
إِن تَجْتَنِبُوا كَبَائِرَ مَا تُنْهَوْنَ
عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَنُدْخِلْكُم مُّدْخَلًا كَرِيمًا
“Jika
kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang mengerjakannya,
niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu dan akan Kami masukkan kamu ke tempat
yang mulia (surga).” (Qs. An-Nisa': 31)
-
Bertaubat dengan jujur. Hal ini
sebagaimana hadits Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam:
التَّائبُ من الذَّنبِ كمن لا ذنبَ له
“Orang yang bertaubat dari perbuatan dosa maka
setatusnya seperti orang yang tidak berbuat dosa sama sekali” (Hr. Zarqani 288)[10]
-
Menyempurnakan wudhu, kemudian berjalan menuju
tempat sholat dan menunggu sampai shalat ditegakkan, kemudian shalat berjamaah
mengikuti imam. Hal ini sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam:
ألا
أدلُّكم على ما يمحو اللهُ بهِ الخطايا ويرفعُ بهِ الدرجاتِ؟ قالوا: بلى يا رسولَ
اللهِ، قال إسباغُ الوضوءِ على المكارهِ، وكثرةُ الخُطى إلى المساجِدِ، وانتظارُ
الصّلاةِ بعدَ الصلاةِ، فذلكمْ الرّباطُ
“Maukah aku tunjukkan amalan yang dengannya
Allah akan menghapus dosa dan meninggikan derajat? Para sahabat menjawab: mau
ya Rasulallah. Maka Rasulullah bersabda: yaitu berwudhu dengan sempurna di
waktu yang berat, banyak melangkah menuju masjid-masjid dan menunggu shalat
setelah selesai satu shalat. Maka itu semua nilainya seperti ribath” (Hr. Muslim 251)[11]
-
Melanjutkan haji dan umroh. Hal ini
sebagaimana hadits Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
تَابِعُوْا
بَيْنَ الْحَجِّ وَالْعُمْرَةِ، فَإِنَّهُمَا يَنْفِيَانَ الْفَقْرَ وَالذُّنُوْبَ
كَمَا يَنْفِي الْكِيْرُ خَبَثَ الْحَدِيْدِ وَالذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ، وَلَيْسَ
لِلْحَجَّةِ الْمَبْرُوْرَةِ ثَوَابُ اِلاَّ الْجَنَّةَ
“Lanjutkanlah haji dengan umrah. Karena
sesusngguhnya keduanya menghapus kefakiran dan dosa sebgaimana api yang
menghilangkan karat besi, emas dan perak. Dan tidak ada pahala bagi haji mabrur
selain surga” (Hr. Al-Dzahabi
147/13)[12]
-
Puasa di bulan ramadhan. Hal ini sebagaimana
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
من صام
رمضانَ إيماناً واحتساباً، غُفِرَ له ما تقدَّمَ من ذنبِه
“Siapapun yang berpuasa di
bulan ramadhan atas motifasi keimanan dan mengharap pahalah dari Allah, maka
dosanya yang lalu telah diampuni” (Hr. Bukhari 2014)[13]
AMALAN PENGHAPUS DOSA-DOSA
BESAR
Dalam pendapat Ahlus sunnah wal
jama’ah tidak ada amalan yang bisa menghapus dosa besar kecuali dengan
bertaubat dan mengharap rahmat Allah ta’ala agar diampuni. Hal ini
sebagaimana hadits yang berbunyi:
ما
مِنَ امْرِئٍ مُسْلِمٍ تَحْضُرُهُ صَلاةٌ مَكْتُوبَةٌ فيُحْسِنُ وُضُوءَها
وخُشُوعَها ورُكُوعَها، إلَّا كانَتْ كَفَّارَةً لِما قَبْلَها مِنَ الذُّنُوبِ ما
لَمْ يُؤْتِ كَبِيرَةً وذلكَ الدَّهْرَ كُلَّهُ
“Tidaklah seorang mukmin yang mendatangi
shalat wajib dengan wudhu yang sempurna, khusyu dan ruku’ dengan sempurna
kecuali sholat itu akan menjadi penghapus dosa-dosa yang dilakukan pada masa
lalu selagi dosa itu bukan dosa besar. Dan ampunan ini berlaku sepanjang dia
hidup” (Hr. Muslim 228)[14]
Al-Qadhi bin Iyadh menjelaskan bahwa hadits
ini menyebutkan pengampunan dosa bagi seorang hamba selama hamba tersebut tidak
melakukan dosa besar. Pendapat ini adalah pendapat ahlus sunnah wal jama’ah.
Artinya tidak ada amalan khusus yang bisa
menghapuskan dosa besar selain pelakunya harus bertaubat dengan sungguh-sungguh
dengan mengharap penuh kepada kasih sayang Allah ta’ala.
Tapi ada satu hal yang bisa mengampuni dosa
besar yaitu melalui syafaat dari Rasulullah di hari kiamat kelak. Hal ini
sebagaimana hadits Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam:
شفاعتي لأهلِ الكبائِرِ من
أُمَّتِي
“Syafaatku
akan diberikan kepada para pelaku dosa besar” (Hr. Suyuti
4875)[15]
Kesimpulannya bahwa dosa besar tidak bisa
diampuni dengan amal tertentu. Tapi bisa diampuni dengan bertaubat dengan
sungguh-sungguh, berharap kasih sayang Allah ta’ala dan mendapat syafaat dari
Rasulullah saw. wallahu a’lam.
Gunungmadu, 1 Februari 22, 10.13 WIB
[1] Muhammad Zainu, Majmu’ah Rasail al-Taujihat al-Islamiyah li Islah
al-Fard wa al-Mujtama’, (Riyadh: Dar al-Shami’i Cet. 9) v.2, p.263
[2] Markaz al-Fatwa, al-kabair wa al-Shaghair wa Mukaffiratiha,
(Fatwa.islam.web)
[3] Markaz al-Fatawa, Had al-Shaghirah wa al-Farq Bainaha wa Bain al-Kabirah, (fatwa.islamweb.com)
[4] Abu al-Fadhil al-Badrani, al-Wala’ wa al-Bara’ fi al-Islam, p.23
[5] Hadits diriwayatkan oleh Ibnu Hibban no. 5561. Hadits ini shahih dari
Abu Hurairah.
[6] Atsar ini diriwayatkan Ahmad Syakir dalam Umdah al-Tafsir, dari
Thawus bin Kaisan al-Yamani dan atsar ini shahih.
[7] Mahmud Yusuf, Hukm al-Ishrar ala Fi’l al-Shagha’ir,
(alukah.net)
[8] Oleh Ibnu Hibban dalam kitab beliau Shahih Ibnu Hibban 3694, hadits
ini shahih dari Abu Hurairah.
[9] AlQuran surat Al-Maidah ayat 34
[10] Al-Zarqani, Mukhtashar Maqashid,
[11] Hadits diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitabnya yang berjudul shahih
Muslim, hadits no. 251 dari Abu Hurairah
[12] Imam al-Dzahabi, Siyar A’lam al-Nubala’, p.147, v.13
[13] Al-Bukhari, Shahih Bukhari, Derajatnya Shahih no.2014
[14] Riwayat Imam Muslim dalam Shahih Muslim, dari Utsman bin Affan no.228
[15] Hadits diriwayatkan al-Suyuthi nomor 4875 dalam kitab Fie al-Jami’ al-Shaghir, hadits Shahih dari Anas bin Malik.
Comments