
Kebiasaan umum yang dilakukan ulama ketika akan mengkaji ushul fiqh adalah mengkaji beberapa mustholahat dan definisi penting yang berkaitan dengan kajian ushul fiqh itu sendiri. Karena mustholahat dan pembahasan ini memiliki keterkaitan yang sangat penting dengan pembahasan-pembahasan ushul fiqh. Bahkan pada seluruh pengetahuan ilmu syar'i.
Pembahasan ini seperti pembahasan
seputar hukum dan pembagian-pembagiannya. Pembahasan tentang macam-macam
pengetahuan dan ukurannya. Pembahasan ini yang akan kita bahas secara ringkas.
MACAM-MACAM PENGETAHUAN
Tidak ada perbedaan pendapat di
kalangan orang-orang yang berakal, bahwa pengetahuan kita tentang sesuatu itu
bertingkat-tingkat. Terkadang kita mengetahui hakikat sesuatu secara pasti dan
tanpa ragu. Terkadang pula, kita mengetahui sesuatu hanya setengah-setengah
tidak pasti.
Jika kita berfikir tentang salju,
maka kita mengetahui ia berwarna putih. Pengetahuan tentang salju ini
pengetahuan pasti tanpa ragu. Sehingga seandainya ada orang yang mengatakan
kepada kita 'salju berwarna hitam.' Tentu kita tidak akan bisa percaya.
Meskipun orang yang mengatakan itu
berdalil, 'saya bisa mengubah tongkat menjadi ular' kita akan percaya
bahwa tongkat berubah menjadi ular itu mukjizat, tapi hal itu tidak akan
mengubah pengetahuan kita bahwa salju itu berwarna putih.
Pengetahuan semacam ini dalam istilah
ushul fiqh disebut dengan ’ilm. ‘Ilm yaitu pengetahuan secara
pasti, sesuai dengan kenyataan, disimpulkan dari bukti dan juga sesuatu yang
bisa diidentifikasi dengan menggunakan panca indra.
Adapun jika kita melihat sesuatu yang
mirip dengan manusia dari jarak jauh, yang itu membuat kita ragu-ragu, apakah
itu manusia atau hanya patung batu. Nah, kalau tidak ada penguat yang
menunjukkan bahwa itu adalah orang atau patung dengan derajat kemungkinan
pengetahuan yang ada 50 banding 50, berarti pengetahuan ini disebut dengan syakk
atau ragu.
Kalau ada kecondongan kuat lebih dari
50 persen di satu sisi, maka yang lebih kuat itu disebut dengan dzann
(dugaan). Sedangkan sisi yang kurang kuat dari 50 disebut dengan wahm
(khayalan). Maksud pengetahuan jenis dhann adalah apabila sebuah
pengetahuan lebih memungkinkan kebenarannya dari pada salahnya. Jika sebuah
pengetahuan memiliki level validitasnya sampai dengan 100 persen maka
pengetahuan tersebut disebut dengan ‘ilm.
Lebih mudahnya jika kita berikan
gambaran misalnya ketika kita mendengar ramalan cuaca dari BMKG bahwa hari ini
akan turun hujan. Tentu BMKG memberikan perkiraan ramalan cuaca dengan
bukti-bukti yang sudah mereka teliti dan mereka hitung secara cermat. Tapi
hujan belum benar-benar turun. Tapi ramalan BMKG ini kebanyakan akurat. Maka
pengetahuan tentang ramalan cuaca dari BMKG ini disebut dengan dhan bukan
‘ilm.
Karena kalau derajatnya sampai pada 'Ilm
tentu tidak akan pernah berlainan dengan kenyataannya. Tapi terkadang hujan
tetap tidak turun.
Kalau dalam masalah ushul fiqh, yang
termasuk dzann di antaranya adalah khobar ahad yang diriwayatkan
oleh satu orang yang adil. Karena meskipun adil, tetap ada kemungkinan untuk
melakukan kesalahan, meskipun kecil. Kita ketahui juga bahwa seorang perawi
juga manusia biasa yang tidak ma'shum. Bisa jadi perawi lupa, ragu atau
salah. Sehingga khobar ahad bukan termasuk 'ilm.
Berbeda dengan khobar mutawatir
yang diriwayatkan dari banyak orang. Periwayatan banyak orang menutup adanya
kesalahan. Apalagi khobar mutawatir juga harus diriwayatkan langsung
secara indrawi.
Sebagian orang menganggap bahwa khobar
ahad tidak bisa diamalkan dikarenakan posisinya yang masih sampai posisi dzann.
Tentu pendapat ini salah. Karena kita menyembah Allah juga sesuai dengan batas
kemampuan pemahaman yang kita tangkap dari perintah Allah. Tentu dalam hal ini
untuk perkara-perkara yang masuk dalam ranah diperbolehkan untuk dinalar dan ijtihad.
Dengan begitu maka khobar ahad
juga wajib diamalkan sebagai mana khobar mutawatir. Hanya saja yang
bedanya antara mutawatir dengan ahad, kalau mengingkari mutawatir
maka ia telah mengingkari sesuatu yang telah sampai pada derajat 'ilm,
sehingga ia menjadi kafir karena telah mengingkari mutawatir. Dengan
catatan jika orang yang mengingkari tersebut tahu kalau khobar itu mutawatir.
Sedangkan orang yang mengingkari khobar ahad tidak menjadi kafir. Tapi
pelakunya menjadi fasiq, karena dia mengingkari sesuatu yang sampai kepada
derajat dzann.
Selain itu perlu kita ketahui juga kalau
dhann itu juga bertingkat-tingkat.
Terkadang sangat kuat sampai kepada tingkat kebenaran hampir 100 persen.
Tapi terkadang juga sangat lemah sampai mendekati 50 persen.
Hal ini sudah menjadi umum dalam ilmu
periwayatan Hadits. Ada Hadits ahad yang kualitas periwayatannya sampai
mendekati Shahih. Ada pula yang kualitas periwayatannya rendah sampai
mendekati dha'if. Bahkan sebagian ada yang saking dha'ifnya akhirnya
disamakan dengan kualitas maudhu'.
MACAM-MACAM 'ILM
'Ilm terbagi menjadi 2 macam yaitu dharuri
dan muktasab.'Ilm dharuri yaitu pengetahuan yang diketahui
tanpa penalaran dan pembuktian. Seperti pengetahuan yang didapat melalui salah
satu dari panca indra; yaitu pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan,
pengecap rasa. Maka seseorang bisa mengetahui sesuatu cukup dengan menggunakan
salah satu dari panca indra saja tanpa harus melakukan penalaran dan bukti.
Contohnya seperti bahwa api itu
membakar, volume yang kecil tidak mungkin bisa masuk ke dalam volume yang
besar. Pengetahuan yang seperti ini hampir semua orang mengetahui, baik orang
dewasa maupun anak-anak.
Adapun yang dimaksud dengan ilmu muktasab
adalah pengetahuan yang didapat dari penalaran dan penarikan kesimpulan.
Seperti pengetahuan tentang bahwa alam semesta itu diciptakan, siku dari
segitiga sama sisi adalah 180°, semua pengetahuan yang sejenis seperti ini
penalaran dan penarikan kesimpulan.
Adapun arti dari nadhar adalah
memikirkan suatu objek secara mendalam agar sampai kepada pemahaman. Sedangkan
arti dari istidlal adalah mencari petunjuk agar sampai kepada pemahaman.
Sehingga nadhar dan istidlal memiliki tujuan yang sama.
Adapun yang dimaksud dengan dalil
yaitu sesuatu yang menunjukkan kepada sesuatu. Karena termasuk tanda dari
sesuatu tersebut.
Adapun yang dimaksud dengan 'ilm
adalah pengetahuan tentang sebuah objek sesuai dengan kenyataan. Seperti
pengetahuan tentang api itu bisa membakar, Bahwa bilangan satu merupakan
setengah dari bilangan dua, Atau pengetahuan tentang alam semesta itu
diciptakan.
Sedangkan arti dari jahl
adalah lawan dari 'ilm. Yaitu pengetahuan sebuah objek yang berlawanan
dengan kenyataan. Seperti pengetahuan sebagian filosof yang menganggap bahwa
alam semesta ini merupakan sesuatu yang qadim (sudah ada sejak awal
tanpa diciptakan).
Selain itu jahl juga terbagi
menjadi 2 macam yaitu jahl basith dan jahl murakkab. Adapun jahl basith adalah orang yang
tidak mengetahui sesuatu dan dia sadar kalau dia tidak tahu.
Sedangkan jahl murakkab adalah
orang yang tidak mengetahui sesuatu namun dia tidak faham kalau dia tidak tahu.
Ada juga yang mengartikan yaitu mengetahui sesuatu akan tetapi berlawanan
dengan kenyataan yang ada.
Wallahu a’lam.
(Tulisan ini banyak
diambil dari kitab al-Khulashoh fi Ushul Fiqh, karya Syaikh Hasan Hitou)
Comments