Skip to main content

Hukum Syar'i Dalam Pembahasan Ilmu Ushul Fiqh

 

Menurut Ibnu Hajib, pengertian hukum syar’i adalah titah (khithab) Allah yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf yang berupa tuntutan, pilihan atau ketentuan.

Maksud dari ‘titah (khithab) Allah’ adalah kalam atau ucapan Allah yang sifatnya azali (sifat Allah yang mengikuti dzat Allah atau qadim) yang artinya sudah ada dari dulunya, yang ditunjukkan melalui dalil-dalil seperti Alquran, Hadits, ijma’ dan sebagainya.

Adapun yang dimaksud dengan ‘mukallaf’ yaitu orang yang telah masuk pada usia baligh, berakal, tersampaikan dakwah kepadanya dan bisa memahami dengan baik titah Allah untuknya. Berarti titah Allah tidak berlaku unutk anak kecil, orang gila, orang yang lupa atau orang yang tidur.

Adapun yang dimaksud dengan ‘tuntutan’ (الإقتضاء) adalah perintah. Baik perintah itu berupa perintah melakukan perbuatan atau perintah untuk meninggalkan suatu perbuatan. Dari dua segi tuntutan ini kemudian dibagi menjadi dua, yaitu tuntutan yang bersifat harus (jazim) dan tidak harus (ghairu jazim).

Adapun yang dimaksud dengan ‘pilihan’ (التحيير) yaitu kesetaraan antara segi melakukan dan  segi meninggalkan, yang mana hal ini disebut dengan ibahah.

Adapun yang dimaksud dengan ‘ketentuan’ (الوضع) yaitu ketentuan-ketentuan yang diletakkan oleh Allah yang berupa sabab, syarth, mani’ dan lain sebagainya yang akan dijelaskan berikutnya secara terperinci.

Berdasarkan definisi di atas maka ulama ushul fiqh membagi hukum syar’i menjadi dua. Pertama, titah Allah yang berbentuk tuntutan atau pilihan disebut dengan hukm syar’i taklifi. Kedua, titah Allah yang berbentuk ketentuan yang ditetapkan Allah disebut dengan hukm syar’i wadh’i.

 

HUKUM SYAR’I TAKLIFI

Hukum syar'i taklifi yaitu hukum yang berkaitan dengan tuntutan untuk melakukan, meninggalkan atau memilih sebuah perbuatan bagi seorang mukallaf.

Tuntutan kepada mukallaf ini mencakup 5 bentuk. Yaitu: ijab, nadb, karahah, tahrim dan ibahah.

Ijab yaitu ucapan Allah yang menuntut seorang mukallaf untuk melakukan sebuah perbuatan dengan tuntutan bersifat harus (جازم). Tuntutan yang seperti ini tidak boleh ditinggalkan. Seperti misalnya perintah untuk melaksanakan sholat wajib 5 waktu dan haji bagi yang mampu.

Nadb yaitu titah Allah yang berupa perintah kepada seorang mukallaf berkaitan dengan tuntutan untuk melakukan sebuah perbuatan dengan tuntutan yang sifatnya tidak harus (غير جازم), sehingga boleh untuk ditinggalkan. Contohnya seperti perintah untuk mandi sebelum sholat jumat.

Karahah yaitu titah Allah kepada seorang mukallaf yang berkaitan dengan tuntutan meninggalkan suatu perbuatan dengan tuntutan yang sifatnya tidak harus (غير جازم).

Tahrim yaitu titah Allah yang menuntut seorang mukallaf untuk meninggalkan perbuatan dengan tuntutan bersifat pasti (طلبا جازما), dengan artian perbuatan tersebut dilarang untuk dilakukan. Contohnya seperti larangan memakan harta riba.

Ibahah yaitu ketika titah Allah tidak ada di dalamnya terdapat tuntutan untuk melakukan sesuatu atau meninggalkan sesuatu, sehingga hal ini menjadi pilihan bagi mukallaf sendiri. Contohnya seperti memakan buah-buahan.

Pembagian-pembagian di atas ditinjau dari segi bentuk titah Allah ta'ala. Adapun jika ditinjau dari segi perbuatan mukallaf maka maka penyebutanya menjadi: wajib, mandub, makruh, haram dan mubah.

Wajib yaitu perbuatan yang akan mendapatkan pahala bagi yang melakukannya dan akan mendapat hukuman bagi yang meninggalkannya secara sengaja. Contoh perbuatan wajib di antaranya sholat dzuhur.

Mandub yaitu apa-apa yang berpahala jika dilakukan dan tidak berdosa jika ditinggalkan secara sengaja. Contohnya seperti bernafas dalam bejana ketika minum.

Haram yaitu apa-apa yang berpahala jika ditinggalkan dan berdosa jika dilakukan secara sengaja. Seperti misalnya bertransaksi dengan transaksi yang mengandung riba.

Mubah yaitu apa-apa yang tidak ada pahala dan tidak ada dosa jika dilakukan atau ditinggalkan. Keduanya sama saja mau dilakukan atau ditinggalkan tidak mendapat pahala juga tidak mendapat dosa. Seperti makan dan minum.

Pembagian hukum syar’i taklifi dalam Madzhab Hanafi memiliki versi yang berbeda dari pembagian di atas. Dalam Madzhab Hanafi mereka membedakan antara fardhu dengan wajib dan juga antara makruh tahrim dan haram.

 

HUKUM SRAY’I WADH’I

Arti dari hukum syar’i wadh’i yaitu titah Allah yang berkaitan dengan ketentuan menjadikan sesuatu sebagai sabab, syarth, mani’, shahih, atau fasid.

Sabab yaitu sesuatu yang keberadaannya mengharuskan adanya hukum. Ketika sesuatu tersebut hilang maka keberadaan hukum juga tidak ada. Contohnya seperti ketika sesuatu yang mengandung zat iskar (memabukkan) maka iskar mengharuskan adanya hukum tahrim. Begitu sifat iskar hilang maka hukum juga hilang.

Syarth yaitu sesuatu yang ketiadaannya mengharuskan tidak ada hukum, tapi keberadaannya tidak mengharuskan adanya suatu hukum atau hilangnya hukum. Seperti contohnya wudlu’, dengan tidak adanya wudlu’ maka tidak sah shalat. Tapi ketika ada wudlu’ maka tidak mengharuskan adanya shalat.

Mani’ yaitu sesuatu yang dengan beberadaannya mengharuskan ketiadaan hukum. Namun ketiadaanya tidak mengharuskan ada atau tidak adanya suatu hukum. Seperti contohnya haid, dengan adanya haid maka hukum sah shalat menjadi hilang. Tapi dengan tidak adanya haid tidak mengharuskan ada atau tidak adanya shalat.

Shahih yaitu sesuatu yang ketentuan berlakuknya terpenuhi, baik berupa ibadah atau berupa muamalah. Seperti misalnya shalat yang terpenuhi syarat dan rukunnya maka disebut dengan shalat yang shahih. Begitu juga dalam segi muamalah seperti jual beli, maka disebut shahih dengan terpenuhinya syarat dan rukunnya.

Bathil yaitu sesuatu yang ketentuan berlakunya tidak terpenuhi, baik berupa ibadah atau muamalah. Seperti shalat yang tidak terpenuhi syarat atau rukunnya. Maka shalat itu tidak berlaku atau disebut dengan shalat yang bathil. Begitu pula dalam segi muamalah misalnya seperti sebuah akad yang tidak terpenuhi syarat atau rukunnya, maka akad itu tidak berlaku dan tidak dihitung sebuah akad atau disebut akad yang bathil.

Berkaitan dengan akad maka penerapannya ada sifat al-i’tidad (dihitung) dan al-nufud (berlaku). Sedangkan dalam ibadah hanya ada sifat al-i’tidad (dihitung) saja.

 

PERBEDAAN ANTARA HUKUM SYAR’I TAKLIFI DENGAN HUKUM SYAR’I WADH’I

Pebedaan hukum taklifi dengan hukum wahd’i yaitu hukum taklifi berkaitan langsung dengan sebuah tuntutan untuk perbuatan bagi seorang mukallaf secara langsung. Sedangkan hukum wadh’i yaitu tanda adanya hukum-hukum taklifi bagi perbuatan mukallaf. Gambarannya contohnya seperti terbenamnya matahari menjadi tanda dan sabab wajibnya dilakukan shalat maghrib bagi seorang mukallaf. Maka wajibnya shalat dengan terbenamnya matahari disebut dengan hukum taklifi, sedangkan keterbenaman matahari adalah tanda bagi adanya hukum syar’i tersebebut disebut dengan hukum wadh’i.

Hukum wadh’i tidak memiliki hubungan secara langsung dengan perbuatan mukallaf. Tapi berkaitan dengan sabab dan syarth untuk menjalankannya. Sehingga karena tidak ada kaitannya dengan perbuatan mukallaf maka hukum wadh’i juga berlaku pada selain mukallaf.

Allah menjadikan al-itlaf (kehilangan) sebagai syarat adanya dhaman (jaminan). Artinya dengan adanya al-ilaf maka harus mengharuskan adanya dhaman (jaminan) dengan mengabaikan ada atau tidak adanya taklif. Contohnya seperti ketika seorang yang menjamin harta milik anak kecil maka tetap ada jaminan dalam harta tersebut dengan hukum syar’i yang kami jelaskan sebeblumnya.

Perlu diketahui bahwa hukum syar’i taklifi memiliki pembagian yang lebih banyak lagi. Pembahasan yang lebih luas bisa dirujuk pada buku-buku ushul fiqh yang klasik maupun kontemporer. Seperti pembagian mudhayyaq (waktu pelaksanaannya sempit) misalnya puasa dan muwassa’ (waktu pelaksanaannya luas) misalnya haji dan shalat lima waktu yang berkaitan dengan waktu pelaksanaan ijab dalam ibadah. Selain itu jika berkaitan dengan menjalankannya ada ada’ (dijalankan pada waktu yang telah ditentukan) dan qadla’ (dijalankan di luar waktu yang telah ditentukan). Pembagian lain ada juga fardlu ‘ain (yang wajib dilakukan oleh setiap orang) seperti shalat wajib dan fardlu kifayah (yang wajib dilakukan oleh salah satu dari semua individu) seperti shalat jenazah. Wallahu a’lam.

(Tulisan ini banyak disarikan dari kitab al-Khulashoh fi Ushul Fiqh, karya Syaikh Hasan Hitou)

Comments

Popular posts from this blog

Perbedaan Adat dan Urf dalam Disiplin Ilmu Ushul Fiqh

A.    Definisi Adat dan Urf Definisi adat: العادة ما استمرّ الناس عليه على حكم المعقول وعادوا اليه مرّة بعد أخرى Adat adalah suatu perbuatan atau perkataan yang terus menerus dilakukan oleh manusia lantaran dapat diterima akal dan secara kontinyu manusia mau mengulangnya.

ACUAN TARGET HAFALAN AL-QUR’AN PER BARIS, PER BULAN SAMPAI HAFIZH 30 JUZ

Apakah anda ingin menghafal al-Qu’an? Jika memang iya, ini adalah target waktu hafalan al-Qur’an yang bisa anda pilih dengan kondisi dan kemampuan anda masing-masing. Anda bisa menimbang antara target dan kemampuan. Dengan memiliki target ini anda bisa mengukur kapan anda bisa selesai menghafal al-Qur’an. Menghafal al-Qur’an adalah program seumur hidup. Jika anda tidak memiliki target, sebaik apapun kemampuan, anda tidak akan tercapai. Namun jika anda menghitungnya dengan tepat anda akan mendapatkannya. Meskipun dengan relatif waktu yang tidak cepat. Asalkan memiliki komitmen yang kuat. Berikut adalah acuan hafalan yang anda dapatkan jika anda menghafal al-Qur’an perbaris. Acuan al-Qur’an yang digunakan dalam tulisan ini adalah mushaf utsmani yang 1 halamannya berjumlah 15 baris. 1 juz berjumlah 20 halaman. Ø   Jika anda menghafal 1 baris sehari, maka anda akan hafal 1 juz dalam 10 bulan, dan hafal al-Qur’an dalam 24 tahun 4 bulan. Ø   Jika anda menghafal 2 baris se...

KAJIAN HADITS ‘KULLU QORDHIN JARRO NAF’AN FAHUWA RIBA’ DALAM PANDANGAN MUHADDITSIN DAN FUQAHA’

Oleh: Amri Yasir Mustaqim [1] Hadits كل قرض جر نفعا فهو ربا dikategorikan oleh muhadditsin sebagai hadits yang marfu’, mauquf dan juga maqtu’. Penjelasannya adalah sebagai berikut:

Dowload Buku Iqro’ 1-6 pdf

Siapa yang tidak kenal dengan buku iqro’? hampir tidak ada di Indonesia ini yang tidak mengenal buku iqro’. Buku ini sangat populer diseluruh anak Indonesia yang ingin belajar membaca al-Qur’an.

Sifat-Sifat Seorang Wali Allah

  Allah telah mengabarkan kepada kita tentang ciri utama wali adalah orang yang tenang hatinya dan tidak pernah bersedih. Tidak pernah bersedih artinya setiap kesedihan yang dia dapatkan dalam hidupnya akan diselesaikan dengan kesabaran yang telah ada pada jiwanya. Faktor utama yang membuat para wali bisa mendapat ketenangan hati adalah karena ia menambatkan segala urusan hidupnya kepada Allah saja. Allah berfirman:

Ghazwah Usairoh

Letak Geografis Usairoh adalah secara bahasa adalah isim tasghir dari al-‘asyroh yaitu pohon, usairoh juga dikatakan dzul usairoh atau dzul ‘asroh . Az-Zuhri berkata usairoh adalah tempat yang memiliki tempat yang keras yang dinisbatkan kepada pohon yang terletak di daerah tersebut. Al-asiroh adalah nama pohon yang paling besar yang terletak di daerah tersebut. pohon tersebut memiliki getah yang manis yang dinamakan dengan gula al-usyar . Daerah tersebut terletak pada titik yanbu’ terletak diantara makkah dan madinah. Abu Zaid berkata: al-Usairoh adalah benteng kecil terletak diantara yanbu’ dan dzul maarwah . Kurma banyak tumbuh di daerah tersebut di banding daerah hijaz yang lain, kecuali daerah as-Shaihani yang terletak di khaibar juga al-Birni dan al-Ajuz yang terletak di madinah Al-Asma’I berkata: daerah tersebut adalah lemabah yang luas berdekatan dengsn qotn yang menjorok menuju dzul ‘usairoh yang disana di tumbuhi pohon kurma dan terdapat aliran air mili...

Ashabul A’rof dan Akhir Perjalanan Mereka

Siapa itu ashabul a’rof ? Bagaiman nasib akhir kehidupan ashabul a’rof ? Apakah a’rof adalah tempat akhir selain surga dan neraka? Tulisan ini insya Allah akan menjelaskan pertanyaan-pertanyaan tersebut. PENGERTIAN ASHABUL A’ROF Di akhirat kelak ada tempat selain dari surga dan neraka bernama ‘ al-A’rof ’. Secara definitif prespektif etimologi dari bahasa arab yang artinya adalah ‘tempat tinggi’. Secara istilah artinya adalah tempat yang tinggi berada diantara surga dan neraka, dimana orang yang berada di situ bisa melihat penduduk surga dan neraka. Orang-orang yang berada di tempat ini adalah orang-orang yang pahala kebaikannya dan dosa keburukannya memiliki berat yang sama. Kemudian orang yang berada ditempat ini akan dimasukkan kedalam surga bukan di neraka. Di antara kriteria ashabul a’rof adalah orang-orang yang keluar berjihad di jalan Allah tanpa izin orang tua. Kemudian mereka ini terbebas dari neraka karena mereka terbunuh di jalan Allah. Dan mereka tertahan untuk...

HUKUM MEROKOK DAN JUAL BELI ROKOK

Sebelum menjelaskan hukum jual-beli rokok, kita harus mengetahui asal rokok sendiri. Berdasarkan hasil penelitian kedokteran modern yang menyatakan bahwa merokok dapat menyebabkan berbagai tipe penyakit kangker, penyebab penyakit pernafasan, penyakit jantung, penyakit pencernaan, efek buruk bagi kelahiran, juga merusak system reproduksi, pendeknya merusak seluruh sistem seluruh tubuh. Padahal, Allah telah mengharamkan seseorang yang membinasakan dirinya, dengan berbagai pertimbangan karena sebab-sebab di atas maka para ulama memiliki berbagai pendapat Pendapat pertama: sebagian ulama’ berpendapat bahwa merokok hukumnya boleh. sebagai mana firman Allah:   “Dia-lah Allah yang telah menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu.” (Al-Baqarah: 29). Ayat di atas menjelaskan bahwa segala sesuatu yang diciptakan Allah diatas permukaan bumi ini halal untuk manusia termasuk tembakau yang digunakan untuk bahan baku rokok. Tanggapan: dalil ini tidak kuat, sebab, yang dihala...

BERBICARA TENTANG KEBAHAGIAAN

Berbicara tentang kebahagiaan, semua orang pasti ingin bahagia. Kebahagian yang hakiki bukan ilusi. Sebab hidup ini bukan khayalan belaka tapi hidup ini adalah nyata adanya. Maka ketentuannya kita ingin kebahagian itu hidup di dalamnya. Kapan saja, di mana saja Masalah kebahagiaan tidak dapat di monopoli. Ia bukan masalah apa dan siapa?. Tapi ia adalah perasaan yang di miliki setiap orang yang bisa merasakannya. Kemudian bagai mana kita mengolah perasaan kita. Segala sesuatu di dunia ini hanyalah samar-samar. Bayangan semu, biasan cahaya abu-abu. Dan tentunya dunia hanyalah menipu. Semuanya hanya sementara. Tidak ada kekekalan di dalamnya. Yang muda akan tua. Harta benda akan di tinggalkan. Sebutlah namanya Suhaidi seorang remaja umurnya belasan tahun. Seumur hidupnya tidak pernah memegang buah anggur atau apel. Apalagi memakannya. Dia hanya tahu gambarnya yang ia dapatkan dari tivi-tivi, buku pelajaran dan majalah atau Koran yang pernah dia pegang. Tapi Suhaidi tidak pernah...

Istilah Istilah Khusus Yang Ada Dalam Madzhab Fiqih Imam Syafi’i

Dalam fiqh Imam al-Syafi’i ada istilah-istilah yang khas. Istilah ini tidak dipakai dalam fiqh madzhab yang lain. sehingga ketika kita sedang membaca atau mempelajari fiqih madzhab Imam al-Syafi’i besar kemungkinan akan sering menemukan istilah-istilah tersebut. Istilah ini tidak bisa dimaknai secara bahasa saja. Akan tetapi istilah ini memiliki makna yang memang hanya dikenal di kalangan madzhab Imam al-Syafi’i. Sehingga sangat dianjurkan untuk mempelajarinya sebelum menelaah lebih dalam lagi fiqih Imam al-Syafi’i Mengetahui istilah-istilah dalam fiqih madzhab Imam al-Syaf’i sangat penting. Tanpa mengerti istilah ini anda mungkin akan dibuat kebingunan. Kalaulah anda tidak hafal, setidaknya anda bisa memahami istilah khusus ini. Tujuannya agar anda tidak salah mengartikan fiqh Imam syafi’i, dan selain itu juga bertujuan memudahkan anda ketika nanti mempelajarinya. Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam fiqh syafi’i yang dinukil dari kitab muqaddimah al-Minhaj ka...